1. Muhammadiyah dan pokok
pemikirannya serta tokoh pendirinya
a. Pengertian Muhammadiyah[1]
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam
yang besar di Indoesia. Nama organisasi ini di ambil dari nama Nambi Muhammad
SAW. Sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW
Tujuan utama Muhammadiyah adalah
mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah.
Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur baur dengan
kebiasaan di daerah tertentu dengan alas an adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat
membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik.
Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis
tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
aspeknya.
b. Tokoh pendirinya
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan di kampong Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 ( 8
Dzulhijjah 1330 H ).
Diantara daftar ketua umum yang memimpin
Muhammadiyah ialah :
1. K. H Ahmad Dahlan
2. K.H Ibrahim
3. K.H Hisyam
4. K.H Mas Mansur
5. Ki Bagoes Hadikoesoemo
6. Buya A.R Sutan Mansur
7. K.H. M. Yunus Anis
8. K.H Ahmad Badawi
9. K.H Faqih Usman
10. K.H A.r\R. Fachruddin
11. K.H Ahmad Azhar Basyir
12. Prof. Dr. H Amien Rais
13. Prof. Dr. K.H. Ahmad Syafii
Ma’arif
14. Prof. Dr. KH. Din Syamsuddin, MA
15. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si.[2]
c. Pokok pemikirannya
Sebenarnya Muhammadiyah ini adalah sebuah
organisasi yang bertujuan untuk memajukan peradaban umat menjadi lebih baik
lagi, sama halnya seperti NU di
Indonesia, namun walaupun memiliki tujuan yang sama dalam memajukan
ummat, tentunya Muhammadiyah memiliki perbedaan, khususnya dari praktik agama
yang dilakukan
Biar Perbedaan ini nampak jelas maka penulis
akan membubuhkan lawannya dengan NU, yang di masa mudanya, persamaan amaliyah
ubudiyah KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad
Dahlan dapat di baca di kitab Fiq Muhammadiyah yang memiliki 3 jilid yang diterbitkan oleh Muhammadiyah Bagian Taman
Pustaka Jogjakarta tepatnya pada tahun 1343-an H. persamaan tersebut meliputi :
shalat tarawih 20 rakat oleh keduanya. Public menyampaikan bahwa KH Ahmad
Dahlan adalah imam shalat tarawih dengan jumlah rakaat yang sama tepatnya di
masjid Syuhada DIY. KH. Ahmad Dahlan juga melakukan talqin mayit di kuburan,
ziarah, serta mengadakan acara tahlil dan juga yasinan seperti yang dilakukan
oleh warga Nahdiyin. Perbedaan mencolok antara NU dan Muhammadiyah adalah pada
qunut shalat shubuh. NU memakai qunut sedangkan muhammadiyah tidak
2. Nahdhatul Ulama dan pokok
pemikirannya serta tokoh pendirinya
a. Pengertian Nahdhatul Ulama
Nahdhatul ulama (Kebangkitan Ulama atau
Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam
besar di Indonesia.[3]
Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan,
sosial, dan ekonomi.
b. Tokoh pendirinya
Berangkat dari munculnya berbagai macam
komite dan organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu
dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih
sistemtis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi
dengan berbagai kyai, karena tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional
untuk mengikuti konperensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah
akhirnya muncul kesepakatan dari para ulama pasantren untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdhatul Ulama (kebangkitan ulama) pada 16 Rajab 1344
H di kota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasjim Asy’ari sebagai
Rais Akbar.[4]
c. Pokok pemikirannya[5]
NU menganut paham Ahlussunah wal Jamaah.
Merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli
dengan kaum ekstrem naqli. Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al
Quran, sunnah tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.
Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu al Hasan
al Asyari dan Abu Mansur al Maturidi dalam bidang teologi/tauhid/ketuhanan.
Kemudian dalam bidang fiqh lebih cenderung mengikuti mazhab : imam Syafii dan
mengakui tiga mazhab lainnya. Sebagaimana yang tergambar dalam lambing NU
berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode al
Ghazali dan Syaikh Junaid al Baghdadi yang mengintegrasikan antara tasawuf
dengan syariat.
Gagasan kembali ke Khittah pada tahun 1984,
merupakan momentum penting untuk menfsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal
jamaah serta merumuskan kembali metode berpikir baik dalam bidang fiqh maupun
sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut
berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Diantara usaha yang dilakukan NU dalam mewujudkan
gerakan ahlussunah wal jamaah ialah:
1. Di bidang agama, melaksanakan
dakwah Islamiyah dan menigkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat
persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan,
menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk
membentuk Muslim yang bertakwa , berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini
terbukti dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan yang bernuansa NU dan sudah
tersebar di berbagai daerah khususnya di pulau Jawa.
3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan
kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keIslaman dan
kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan
pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan dengan mengutamakan
berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan badan
keuangan lain yang telah terbukti membantu masyarakat.
5. Mengembangkan usaha lain yang
bermamfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik
bagi masyarakat.
3. Murjiah dan pokok pemikirannya
serta tokoh pendirinya
a. Pengertian
Kalau ditelusuri pengertian dari penamaan
aliran Murjiah, yang bahasa Arabnya disebut (مرجعة), nama Murjiah berasal dari kata Irja atau arja’a yang berarti
penundaan, penangguhan dan pengharapan. Kata arja’a juga memilikiarti memberi
harapan yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allash. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang
menunda penjelasan keududukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah
serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[6]
b. Tokoh pendirinya
Pendirinya tidak diketahui dengan pasti,
tetapi Syahristani menyebutkan dalam bukunya al Milal wa an Nihal (buku
tentang perbandingan agama serta sekte-sekte keagamaan dan filsafat) bahwa
orang pertama yang membawa paham Murji’ah adalah Ghailan ad Dimasyqi.[7]
c. Pokok pemikirannya
Aliran Murji’ah dapat dibagi menjadidua
golongan besar, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem.
Al Murji’ah moderat disebut juga Al Murjiah
aslSunnah yang pada umum terdiri dari para fuqaha dan muhaditsin. Mereka
berpendapat bahwa orang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam
neraka, dia akan di hukum dalam neraka sesuai dosa yang telah diperbuatnya dan
kemungkinan Allah bisa mengampuni dosanya. Dengan demikian, Murjiah moderat
masih mengakui keberadaan amal perbuatan manusia, meskipun bukan bagian dari
iman yang termasuk golongan al murji’ah moderat diantaranya al Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Abi thalib, Abu Hanifah, Abu yusuf, dan beberapa ahli
hadis.[8]
Golongan Murjiah yang ekstrem adalah mereka
yang secara berlebihan mengadakan pemisahan antara iman dan amal perbuatan.[9]
Mereka mengahrgai iman terlalu berlebihan dan merendahkan amal perbuatan tanpa
perhitungan sama sekali. Amal perbuatan tidak ada pengaruhnya terhadap iman.
Iman hanya berkaitan dengan Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh
karena itu, selagi orang beriman, perbuatan apapun tidak dapat merusak imannya
sehingga tidak menyebabkan kafirnya seseorang, diantara golongan ini ialah : al
Jahmiyah, al Sahiliyah, al Yunusiyah, al Ubaidiyah, al Ghozaniyah.
Sedangkan menurut Abu al Maududi[10]
menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu :
1. Iman adalah percaya kepada Allah
dan rasulnya saja adapun amal dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan
bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun
meninggalkan perbuatan yang difardhukam dan melakukan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman
semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan
mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan,
manusia cukup hanya menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah
tauhid.
4. Mu’tazilah dan pokok pemikirannya
serta tokoh pendirinya[11]
a. Pengertian
Mu’tazilah merupakan salah satu aliran dalam
teologi Islam yang dikenal bersifat rasional dan liberal. Ciri utama yang
membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya adalah
pandangan-pandangan teologisnya lebih banyak dii tunjang oleh dalil-dalil
aqliah (akal) dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran
rasionalis Islam.
b. Tokoh pendirinya
Aliran mu’tazilah melahirkan banyak pemuka
dan tokoh-tokoh penting. Karena pusat pengembangan Mu’tazilah berada di Basra
dan kemudian di Baghdad, pemuka-pemukanya pun terbagi dalam dua kelompok, yaitu
kelompok Basra dan kelompok Baghdad, pemuka-pemuka dari kelompok Basra adalah
Wasil bin Ata’[12],
Amr bin Ubaid, Abu Huzail al Allaf[13],
an Nazzam[14],
al Jahiz Abu Usman dan al Jubai[15].
Sedangkan kelompok Baghdad antara lain adalah Muammar bin Abbad, Bisyr al
Mu’tamir, Abu Musa al Murdar, Sumamah bi Ayras, Ahmad bin Abi Du’ad, Hisyam bin
Amir al Fuwati dan Abu al Husain al Khayyat.
c. Pokok pemikirannya
Doktrin Mu’tazilah dikenal dalam bentuk lima
ajaran dasar yang popular dengan istilah al Usul al Khamsah. Kelima
ajaran dasar itu adalah : at Tauhid, al Adl, al Wa’d wa al Wai’d, manzilah
baina manzilatain, al amr bi al ma’ruf wa an nahy al munkar. Kelima ajaran
ini adalah ajaran-ajaran yang disepakati oleh seluruh pengikut paham
Mu’tazilah. Walaupun demikian, dalam memberikan penjelasan-penjelasan mengenai
ajaran-ajaran dasar itu, seringkali terdapat perbedaan di antara sesame tokoh
Muktazilah memberikan peranan yang sangat besar pada akal manusia.
5. Qadariah dan pokok pemikirannya
serta tokoh pendirinya
a. Pengertian
Pengertian Qadariah secara etimologi, berasal
dari bahasa Arab yaitu Qadara yang bermakna kemampuan dan kekuatan.
Adapun secara terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diinvensi oleh Allah. Alirann-aliran ini berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat
berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan
b. Tokoh pendirinya
Sebagian pakar teologi mengatakan bahwa
aliran qadariah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al Jauhani dan Ghilan ad
Dimashqi sekitaran tahun 70 H.
c. Pokok pemikirannya
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan
tentang ajaran Qadariah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya.
Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan
manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat
atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an Nazzam menyatakan bahwa manusia
hidup mempunyai daya dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala
perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku
manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun
berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya. Ganjaran kebaikan disini disamakan dengan balasan surge kelak di
akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat. Itu
didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu
sangat pantas orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan
tindakannya.
6. Jabariyah dan pokok pemikirannya
serta tokoh pendirinya
a. Pengertian
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata
jabara yang berarti memaksa. Di dalam kamus Al Munjid, dijelaskan bahwa nama
jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu.
Adapun menurut Istilah para ahli ilmu kalam,
Jabariyah adalah suatu aliran atau paham kalam yang berpendapat bahwa manusia
itu di dalam perbuatannya serba terpaksa (majbur). Artinya, perbuatan manusia
itu pada hakikatnya adalah perbuatan Allah SWT.[16]
b. Tokoh pendirinya
Paham jabariyah pertama sekali diperkenalkan
oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari khurasan.
Dalam perkembangan selanjutnya pafam al jabar juga dikembangkan oleh tokoh
lainnya al Husain bin Muhammad an Najjar dan Ja’d bin Dirrar.
c. Pokok pemikirannya[17]
Sebagimana diketahui, sudah menjadi keyakinan
umat Islam bahwa Allah SWT itu pencipta alam semesta,pencipta segala sesuatu,
bersifat Maha Kuasa dan mempunyai kehendak muthlak. Sehubungan dengan keyakinan
ini, timbullah beberapa pertanyaan berikut, sejauh manakah manusia bergantung kepada
kemahakuasaan dan kehendak muthlak Tuhan? Apakah manusia itu mempunyai peranan
dan kebebasan dalam mengatur segala gerak-gerik hidupnya ataukah manusia itu
sepenuhnya terikat dan tunduk kepada kekuasaan dan kehendak muthlak Tuhan..?
Menanggapi pertanyaan seperti diatas sebagian ulama kalam
ada yang berpendapat bahwa manusia itu tidak mempunyai kekuasaan dan
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Sebaliknya manusia itu
terikat dan tunduk kepada kemahakuasaan dan kehendak muthlak Tuhan. Dengan
demikian, dalam paham mereka manusia itu serba terpaksa oleh kemahakuasaan dan
kehendak muthlak Tuhan. Dalam bahasa inggris paham ini disebut fatalism atau
predestination.
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah
[2] http://www.sangpencerah.com/2015/08/kh-haedar-nashir-mantapkan-tiga-visi.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook
[3] http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyah
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_'Ulama
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_'Ulama
[6] Rozak Abdul, Ilmu Kalam, CV
Pustaka Setia, Bandung, 2001, H. 56
[7]
Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, Ensklopedi Islam, jild 3 , PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, Jakarta, Cet. 5, 1999, H. 301
[8] Nurdin, M Amin, Sejarah Pemikiran
Islam, teruna Grafika, Jakarta, 2011, H. 28
[9] Ibid
[10] Abu A’la Al Maududi, Al Khalifah
wa Al Mulk, terj. Muhammad al Baqir, Mizan, Bandung, 1994, H 279.
[11]
Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, Ensklopedi Islam, jilid 3…H. 290
[12] Wasil bin Ata’ adalah orang pertama yang meletakkan
kerangka dasar ajaranMu’tazilah. Ada tiga ajaran pokok yang dicetuskannya yaitu
paham al manzilah baina manzilatain, paham qadariah, dan paham peniadaan
sifat-sifat tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran
Mu’tazilah kecuali paham Qadariah.
[13]
Abu Huzail al Allaf, adalah seorang filosof Islam. Ia banyak mengetahui
falsafah Yunani dan itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Mu’tazilah
yang bercorak filsafat.diantaranya dia menjelaskan bagaimana nafy as sifat.
[14]
An Nazzam, diantara pendapatnya yang teerpenting adalah keadilan Tuhan, karena
tuhan berlaku adil maka ia tidak berkuasa berlaku dhalim, dan Nazzam lebih
tegas dari pada gurunya al Allaf, kalau al Allaf hanya mengatakan kalau Tuhan
mustahil berbuat zalim kepada manusia, tetapi an Nazzam lebih dari itu dia
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim
[15]
Al Jubai merupakan salah satu guru dari Abu Hasan al Asy’ari pendiri aliran Asy
Ariyah.
[16]
Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, Ensklopedi Islam, jild 2 , PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, Jakarta, Cet. 5, 1999, H. 293
[17] Ibid.
H. 293
1 comment:
Mantap, tapi apa tidak seharusnya dibedakan antara organinasi masyarakat dengan aliran kemazhaban..? Senibaca.com
Post a Comment