Cukup Senisab Logam Mulia, Suatu Syaratkah?
Abu Hanifah dan kawan-kawannya berpendapat bahwa barang tambang wajib zakat, baik jumlahnya sedikit maupun banyak, atas dasar bahwa itu adalah harta karun, berdasarkan hadis-hadis yang dipakai menjadi landasan fikiran mereka karena harta seperti itu tidak dipersyaratkan bermasa setahun. Oleh karena itu logam mulia tidak mempunyai nisab, sama halnya dengan harta karun. Sebaliknya Malik, Syafi‘i dan kawan-kawannya, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa nisab itu tetap berlaku. Hal itu berdasarkan, apabila nilai kekayaan yang ditemukan itu sudah mencapai satu nisab uang. Mereka mengambil sebagai landasan fikiran hadis-hadis tentang nisab emas dan perak, misalnya, “Di bawah lima awaq tidak wajib zakat” dan “Tidak cukup dari 90 atau 100 tidak ada zakatnya”, dan ijmak ulama-ulama berbagai masa bahwa nisab emas adalah 20 misqal.
Yang benar, yang didukung oleh nash-nash, adalah bahwa harta karun tu mempunyai ketentuan nisab tetapi tidak perlu bermasa setahun. Hal itu karena, menurut Rafi‘i dari mazhab Syafl‘i, maksud nisab diberlakukan supaya dapat diketahui jumlah kekayaan yang dapat tidak dikenakan zakatnya dan masa setahun untuk diketahui apakah kekayaan mengalami pertumbuhan atau tidak. Mengenai barang tambang jelas bahwa ia mengalami pertumbuhan. Oleh karena itulah kita menilainya mempunyai nisab, sama halnya dengan basil tanaman dan buahan, yang tidak diperhitungkan masa setahun.
Masa Penentuan Nisab:
Pengertian cukup satu nisab jumlah barang tambang yang diperoleh. bukanlah berarti bahwa cukup satu nisab itu sekali penemuan. tetapi diperoleh berkali-kali dan terus dijumlahkan. Hal itu oleh karena penemuan logam mulia biasanya terjadi tidak satu kali, sama dengan akumulasi buahan yang sudah kita terangkan zakatnya dalam bab “Zakat Hasil Pertanian”.
Perhitungan tepat banyak buahan terjadi biasanya setelah setahun atau setelah satu musim panen. Tetapi dalam hal logam mulia ini, hal itu tergantung kepada usaha, pendapatan, adanya logam mulia, dan besar yang diperoleh. Bila usaha-usaha dilakukan terus menerus dan pendapatan didapatkan, barulah pendapatan itu bisa terkumpul. Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan apakah pendapatan itu masih tetap berada di tangan atau tidak. Bila ia sudah menjualnya atau lainnya, pengakumulasian itu tetap berlaku sampai semua cukup senisab. Bila usaha berhenti karena sesuatu dan lain hal, misalnya karena harus memperbaiki alat-alat, orangnya sakit atau pergi jauh, hal itu tidak memengaruhi akumulasi kecuali usahanya itu terputus karena berpindah usaha ke bidang lain karena merasa tidak akan mungkin menemukan logam lagi atau sebab sebab lain. maka hal itu memang mempengaruhi akumulasi.
Bila usaha kontinyu tetapi pendapatan tidak demikian, misalnya karena logam mulia itu habis beberapa saat tetapi kemudian muncul lagi, maka bila masa kosong produksi itu tidak lama, akumulasi tidak terpengaruhi. Tetapi bila masa kosong itu lama, maka ada ulama yang berpendapat mempengaruhi, karena logam mulia memang mempunyai sifat demikian, yang apabila tidak dilakukan akumulasinya akan mengakibatkan zakat logam mulia itu tidak akan ada.
Tetapi ada yang berpendapat bahwa akumulasi itu tidak dilakukan, sama halnya apabila usaha terputus. Hal itu sama kedudukannya dengan hasil panen buahan pada dua masa tanam atau dua musim.
No comments:
Post a Comment