Diantara aliran-aliran yang muncul
dalam pemikiran ialah :
1- Khawarij :
Pada awalnya pengikut Ali bin Abi Thalib
bersatu, namun karena terjadinya Tahkim antara Muawiyah dan Ali menyebabkan
sebagian pendukung Ali tidak setuju dengan hasil tahkim tersebut yang
menyebabkan Ali harus berhenti dari kekuasaannya, sehingga sebagian dari
pengikut Ali keluar dari barisan Ali dan membuat kelompok sendiri yang bernama
Khawarij.
Semuanya bermula dari peperangan antara Ali
dan Muawiyah. Pada saat kemenangan hampir diraih pasukan Ali maka Amir bin Ash
dari kelompok Muawiyah memerintahkan salah seorang pasukannya untuk mengangkat
al Quran di atas ujung tombak sebagai tanda minta bertahqim kepada al Quran
melihat gelagat yang tanpa di duga itu merasa ragu, khawatir itu semua sekedar
muslihat, maka Ali pun menyuruh tentaranya untuk terus bertemour maka ketika
itu sebagian tentaranya menentang, kebanyakan mereka menghendaki diadakan
perdamaian dan menerima ajakan Muawiyah. Akibat dari desakan tentaranya Ali
terpaksa menerima tahkim dan menyuruh komandannya al Anshar an Naka’I
menghentikan pertempuran.[1]
Anehnya setelah Ali setuju, lascar Ali yang
semula mendesak untuk bertahkim yang rencanya dilaksanakan bulan Ramadhan tahun
37 H, berbalik sikap dan mereka mendesak Ali agar jangan mau melaksanakan
tahkim dan lebih dari itu mereka menuntut agar ali mengaku telah kafir karena
kesalahannya mau bertahkim, tentu saja semua ini jelas ditolak oleh Ali. Pada
saat tentara Muawiyah mundur ke Syam dan pasukan Ali mundur ke kufah, kelompok
Ali yang mendesak jangan bertahkim tersebut memisahkan diri dan pergi ke Harura
dan tidak lagi bergabung dibawah pimpinan Ali. Maka mengangkat Abdullah Ibnu
Wahab Al Rasyidi sebagai imam mereka.[2]
Inilah faktor terbentuknya kelompok khawarij, sehingga kelompok Khawarij dicap
sebagai kelompok pembangkang yang tidak setia kepada Ali, namun mereka cerdik
dalam memainkan penggunaan kata, sehingga penamaan kalimat (Khawarij) mereka
kaitkan dengan Ayat Al Quran yang memberikan makna baik terhadap kalimat (Khawarij)
tersebut :
100. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah,
niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki
yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat
yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
2- Syiah :
Dari bentuk kosa katanya, kata Syiah menurut
bahasa adalah pendukung atau pembela. Syiah Ali adalah pendukung atau pembela
Ali, Syiah Muawiyah adalah pendukung Muawiyah. Namun setelah peperangan antara
Ali dan Muawiyah, kata Syiah ini lebih condong kepada pengikut Ali sebagai
pembeda antara kelompok yang keluar dari barisan Ali (Khawarij) dan yang
mendukung Ali sampai akhir hayatnya (Syiah).
Dalam bukunya Imam Muhammad Abu Zahrah
dikatakan : biang keladi timbulnya Syiah adalah seorang Yahudi dari Yaman,
bernama Abdullah bin Saba’. Ia masuk Islam pada zaman khalifah ketiga Usman bin
Affan, ia berkeinginan untuk mendapat kepercayaan dan kedudukan istimewa dalam
pemerintahan Usman, tetapi hal itu tidak terlaksana.[3]
Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa
paham Syiah adalah buatan Yahudi, mendapat pertentangan dari pemikir Islam yang
lain, terutama dari kalangan Syiah. Quraish Shihab dengan jelas menyebutkan
bahwa pendapat yang menyatakan Syiah adalah buatan (rekayasa) yahudi adalah
tidak logis, menurut Shihab, yahudi tidak mungkin dapat mempengaruhi
sahaba-sahabat Nabi SAW, Shihab menilai bahwa tokoh Abdullah bin Saba’ sama
sekali tidak pernah ada, ia adalah tokoh fiktif yang sengaja diciptakan oleh
kelompok yang anti Syiah.[4]
Dalam hal sejarah lahirnya kelompok Syiah ini
memang memiliki kontroversial dikalangan para sejarawan, semuanya akibat nas
hadis yang dikatakan Rasulullah dalam perjamuan makan yang dihadiri oleh 40
orang sanak keluarganya “ inilah dia (Ali) saudaraku, penerima wasiatku dan
khalifahku untuk kalian, oleh karena itu dengar dan taati”.[5]
3- Murjiah
Terjadinya perpecahan di kalangan kelompok
Ali, yang menyebabkan keluarnya sebagian kelompoknya dan membangun kelompok
sendiri, ternyata tidak hanya menyebabkan masalah dalam ranah perpolitikan
saja. Namun lebih dari itu, pergolakan politik membawa kelompok khawarij lebih
ektrim lagi khususnya di bidang teologi. Mereka beranggapan bahwa penyelesaian
yang diambil oleh Ali dan Muawiyah beserta juru runding keduanya dianggap telah kafir karena mereka tidak
mengikuti apa yang diturunkan Allah SWT, tetapi malah mengambil keputusan dengan
mengikuti adat zaman jahiliah yaitu Tahkim. Maka barangsiapa yang tidak
mengikuti kelompok Khawarij dia dianggap kafir dan murtad.
Maka dari sinilah muncul kelompok Murjiah
yang berlandaskan bahwa urusan pertikaian ini ditangguhkan kepada Allah saja. Ini
cocok seperti penamaan nama kelompok ini, yaitu kaum Murji’ah yang berarti tangguhan.
Kalau ditanya bagaimana pendapat mereka
tentang Muawiyah dan anaknya Yazid, mereka menjawab : kita tangguhkan
persoalannya sampai dihadapan Tuhan dan di situ kita lihat mana yang benar.
Kalau ditanya bagaimana pendapatnya tentang sikap kaum Khawarij yang lancing
dan kaum Syiah, maka mereka menjawab : baik kita tangguhkan saja sampai
dihadapan Tuhan dan kita lihat nanti bagaimana Tuhan menghukum atau memberi
pahala pada mereka. Kalau ditanya mana yang benar antara Sayyidina Usman bin
Affan dan penentang-penentangnya, maka mereka menjawab : lihat saja nanti di
muka Tuhan.[6]
Para sahabat yang berpendirian seperti ini
mereka berpegang teguh kepada nasehat Rasulullah SAW :
“ Diriwayatkan Abu Bakrah, bahwasanya
Rasuluah Bersabda : aka nada fitnah (kekacauan), maka orang yang duduk lebih
baik dari pada orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik dari orang
yang ikut berusaha enghidupkan fitnah itu. Ketahuilah (kata Nabi) apabila
terjadi fitnah itu maka yang punya onta kembalilah kepada onta-ontanya, orang
yang punya kambing kembalilah kepada kambingnya, orang yang punya tanah
kembalilah kepada tanahnya, seseorang bertanya : Ya Rasulullah, kalau ia tak
punya onta, kambing dan tanah bagaimana ? nabi menjawab : ambillah pedangnya
pecahkan dengan batu mata pedangnya itu dan kemudian carilah jalan lepas
mungkin.
4- Mu’tazilah
Untuk mengetahu asal usul nama Mu’tazilah itu
dengan sebenarnya memang sulit, berbagai pendapat yang diajukan ahli-ahli
tetapi belum ada kata kesepakatan antara mereka, yang jelas ialah bahwa nama
Mu’tazilah sebagai designatie bagi aliran teologi rasional dan liberal dalam Islam timbul sesudah peristiwa Wasil
dengan Hasan Al Bashri di Basrah dan lama sebelum kejadian tersebut telah
terdapat kata I’tazala, al Mu’tzilah. Tetapi apa hubungan yang terdapat antara
mu’tazilah pertama dan kedua, fakta-fakta yang ada belum dapat memberi
kepastian selanjutnya siapa yang sebenarnya memberi nama mu’tazilah kepada
Wasil[7]
dan pengikut-pengikutnya tidak pula jelas, ada yang mengatakan golongan lawanan
yang memberi nama itu kepada mereka, tetapi kalau kita kembali ke ucapan-ucapan
mu’tazilah itu sendiri akan kita jumpa di sana keterangan-keterangan yang dapat
memberi kesimpulan bahwa mereka sendirilah yang memberi nama itu kepada
golongan mereka atau mereka setuju dengan nama itu.[8]
Mu’tazilah adalah satu macam lagi diantara
gerakan-gerakan yang timbul pada masa kekuasaan Daulah Umaiyah. Gerakan ini
mempunyai watak yang berbeda dari gerakan-gerakan yang telah kita bicarakan
sebelumnya. Dia adalah gerakan keagamaan semata-mata, tidak pernah membentuk
pasukan dan tidak pernah menghunus pedang. Riwayat-riwayat yang menyebutkan
tentang ikut-serta beberapa orang pemimpin kaum Mu’tazilah, seperti Amru Ibnu
Ubaid daam serangan yang dilancarkan oleh Yazid, Ibn Walid dan yang menyebabkan
gugurnya al Walid Ibn Yazid, tidaklah menyebakan Mu’tazilah ini menjadi suatu
golongan yang mempunyai dasar-dasar kemiliteran, sebab pemberontakan terhadap
al Walid itu bukanlah pemberontakan yang berakar panjang yang berhubungan
dengan kepribadian dan moral khalifah.
5- Qadariyah
Qadariah lahir pada akhir masa sahabat,
ketika muncul pembimcaraan tentang takdir yang mengarah kepada terbentuknya dua
kelompok utama. Pertama, Qadariah Nufat, mereka yang mengingkari takdir dan
terkenal di kemudian hari dengan sebutan Qadariah atau Mu’tazilah. Kedua,
Qadariah Mujbirah, yang mengingkari adanya kudrat manusia, kemudian lebih
dikenal dengan nama Jahmiyah.[9]
Kemudian masing-masing kelompok itu
menisbatkan paham yang bid’ah sekalipun kedua kelompok ini telah sepakat
terhadap prinsip prinsip penolakan sifat-sifat Allah, sebagian atau seluruhnya.
Pada akhir masa sahabat muncullah Qadariah. Akar Qadariah bersumber dari
ketidakmampuan akal mereka dalam mengimani Qadar Allah, perintah dan
larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, serta mereka mengira bahwa hal-hal seperti
itu dilarang untuk dipikirkan. Mereka telah beriman kepada agama Allah,
perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, maka jika demikian, menurut
mereka tidaklah dapat diketahui siapa diantara manusia yang taat dan yang
menentang sebelum datangnya perintah.
Kemudian timbul Qadariah di akhir masa sahabat.
Pada saat itu khawarij berbicara soal hukum Allah (hukum syar’i) seperti
perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, dan hukum bagi yang setuju
serta yang menentangnya. Juga persoalan siapa yang pantas menjadi mukmin dan
kafir. Hal ini merupakan masalah peristilahan dan hukum, sehingga mereka
dinamakan Muhakkimah karena melibatkan diri dalam pembicaraan hukum secara
batil.
6- Jabariyah
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata
jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al Munjid, dijelaskan bahwa nama
jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu.
Paham jabariyah pertama sekali diperkenalkan
oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari khurasan.
Dalam perkembangan selanjutnya pafam al jabar juga dikembangkan oleh tokoh
lainnya al Husain bin Muhammad an Najjar dan Ja’d bin Dirrar.
Munculnya aliran ini juga disebabkan oleh
teologi yang membahas tentang perbuatan manusia, sehingga kelompok ini pun
mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan sedikitpun, semuanya
bersumber dari Allah SWT, manusia bagaikan kapas yang diterbangkan angin,
kemana angin mengarahkan, kesanalah kapas akan pergi.
7- Aliran-Aliran Pemikiran di
Indonesia :
a. Aliran Ingkar Sunnah[10]
Paham sesat ini muncul diIndonesia sekitar
tahun 1980-an. Mereka menamakan pengajian yang mereka adakan dengan sebutan
keolompok Qur’ani. Pengajian mereka cukup ramai dimana-mana di Jakarta. Di
manapun pengajian itu mereka adakan, jamaahnya tinggal naik mobil antar-jemput.
Beberapa masjid di Jakarta mereka kuasai. Di antaranya masjid asy Syifa di
rumah sakit pusat CIpto Mangunkusumo, Jakarta (rumah sakit pusat di Indonesia).
Rumah sakit tersebut menyatu dengan Universitas Indonesia serta sempat praktik
Fakultas Kefokteran Uiversitas Indonesia. Pengajian tersebut dipinpin oleh
Hajid Abdurrahman Pedurenan Kuningan Jakarta.
b. Aliran Pembaru Isa Bugis[11]
Isa BUgis lahir tahun 1926, di kota Bhakti
Aceh Pidie. Sekarang ia tinggal di daerah Kayu Manis Jakarta TImur.
Isa bugis ingin mnerjemahkan dan menganalisa
agama Islam berdasarkan teori pertentangan antara dua hal. Seperti ideology
komunis dengan kapitalis, antara nur dan zhulumat.
Ia berusaha untuk mengilmiahkan agama dan
kekuasaan Tuhan dan akan menolak semua hal-hal yang tidak bisa diilmiahkan atau
tidak bisa diterima oleh akal. Oleh karena itu ajaran Isa Bugis ini banyak
diikuti oleh para intelek yang cenderung lebih menggunakan akal dan pikiran.
Diantara ajaran pokok mereka :
1. Air zam zam di Makkah adalah air
bekas bangkai orang Arab.
2. Nabi Ibrahim menyembelih Ismail
adalah dongeng
3. Ka’bah adalah kubus berhala yang
dikunjungi oleh turis setiap tahun
4. Al quran bukan bahasa Arab,
sehingga untuk memahami al Quran tidak mesti harus belajar bahasa Arab dan
mengerti bahasa Arab.
5. Dll.
c. Darul Arqam[12]
Gerakan Darul Arqam yang berasal dari
Malaysia dan pernah menghebohkan negeri itu serta telarang disana sejak tanggal
15 Agustus 1994, dan di Indonesia juga sempat heboh namun di Indonesia aliran
ini berganti nama dengan (Hawariyun)
Gerakan sesat Darul Arqam ini mempunyai dana
yang kuat. Mereka sebelum dilarang sudah mampu membikin beberapa pabrik di
Malaysia.
d. Lembaga Kerasulan[13]
Gerakan lembaga kerasulan ini banyak juga
berkembang di Indonesia terutama di kota-kota besar. Anggota gerakan lembaga
kerasulan ini mempunyai disiplin yang tinggi. Mereka mengaji biasanya tengah
malam. Paling cepat pengajiannya dimulai jam 11 malam, dikala orang lain sudah
tidur.
Gerakan ini ingin mendirikan Negara Islam
Indonesia versi mereka, tokohnya : Aceng Syaifuddin
e. Aliran Ahmadiyah[14]
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam
(1835-1906 M) Ahmad di India.
Ahmadiyah masuk di Indonesia tahun 1935
mempunyai sekitar 200 cabang, terutama Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah dll.
[1]
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pngantar Ilmu Tauhid/ Ilmu Kalam,
bulan Bintang, Jakarta, 1992. H 169
[2]
Harun Nasution, Theologi Islam, Sejarah Analisa dan Perbandingan, UI
Press, Jakarta, 1991, H, 23
[3]
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Logos,
Jakarta, 1996, H. 34
[4] M. Qurai Shihab, Sunnah-Sunnah
Bergandengan Tangan! Mungkinkah : Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, Lentera
Hati, Tangerang, 2007,H. 65
[5]
Namun penulis belum mendapatkan sumber yang konkrit terhadap hadis ini.
[6]
Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah,
Jakarta, Cet ke 10, 1984, H 166-167
[7]
Namun secara global, pemberian nama Mu’tazilah ini lebih masyhur dalam ahli
sejarah diberikan oleh Wasil IBn Ata’ dan ada pula yang mengatakan yang
memberikan nama tersebut ialah Al Masu’di.
[8]
Harun Nasution, teologi Rasional Mu’tazilah, UI-Press, Bambang Bioso,
Jakarta, 1987, H. 13
[9]
Muhammad Abdul Hadi, Manhaj dan
Aqidah Ahlussunnah wal Jamaa, Gema Insani Press, Jakarta, 1994, H. 183
[10]
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka al
Kautsar,Jakarta, 2002, H.29
[11] Ibid,
H. 38
[12] Ibid.H.
41
[13] Ibid.H.
43
[14] Ibid.H.
56
No comments:
Post a Comment