Perbedaan/perselisihan paham dalam
sejarah perjalanan umat Islam puncaknya dimulai ketika Ali bin abi Thalib
memegang tampuk kekhalifahan, konflik internal yang menuntut balas akan
kematian Usman bin Affan yang terjadi di masa kekuasaan Ali sangat menyebabkan
perpecahan umat Islam, sampai akhirnya terjadinya perang saudara antara Ali
dengan Zubair, Thalhah dan Aisyah pada perang Jamal, yang kemenangan diperoleh
oleh kelompok Ali sehingga Ali menyuruh kepada pasukannya untuk membawa pulang
Aisyah ke kota Madinah. Dan perang antara Ali dan Muawiyah yang berakhir dengan
Tahkim (Arbitrase).
Disinilah puncak perpecahan umat Islam terjadi, disebabkan
keputusan yang ditimbulkan dari Tahkim dipandang oleh sekelompok pengikut Ali
bin Abi Thalib suatu hal yang salah karena keputusan Ali yang kurang bijak
dengan melepaskan tampuk kekuasaannya, sehingga sebagian kelompok Ali yang
tidak setuju dengan Tahkim tersebut keluar dari barisan Ali serta membuat
kelompok sendiri yang kontra terhadap muawiyah beserta kelompok Ali yang
ujungnya menyebabkan munculnya sudut pandang dalam aliran-aliran teologi.
Sedangkan perbedaan dalam fiqh,
penulis memandangnya bukanlah suatu bentuk perpecahan dalam Umat Islam karena
perbedaan inilah yang membawa umat kepada rahmah, dan perbedaan dalam ranah
hukum fiqh ini sudah terjadi berulang kali dikalangan sahabat di saat
Rasulullah SAW masih hidup, seperti halnya kisah yang terjadi dikalangan
sahabat di Bani Quraizah, saat itu terjadi perbedaan pendapat dalam memahami
makna dari pesan Rasulullah SAW “Barangsiapa mendengar dan taat, jangan
sekali-kali mengaerjakan shalat ashar kecuali di Bani Quraizah”.
Sebagian
sahabat memahami perkataan Rasulullah SAW seperti yang beliau katakan bahwa
mereka tidak boleh shalat sampai mereka selesai, sedangkan sebahagian sahabat
lagi memahaminya bahwa perkataan Rasululullah tersebut bermakna kita harus
menyegerakan langkah untuk sampai di Bani Quraizah sehingga tidak terlambat
dalam perjalanan sehingga mereka juga melakukan shalat.
Kemudian kabar ini
sampai kepada Rasulullah SAW, dan Beliau tidak menyalahkan antara kelompok yang
satu dan yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa sikap Rasulullah SAW dalam
mengatasi perbedaan dalam ranah fiqh bukanlah suatu perpecahan walaupun nampak
dari bentuknya sesuatu yang berbeda.
Sedangkan realitanya umat Muslim terjadi
perpecahan dalam ranah Fiqh, penulis memandangnya karena umat Muslim
sebahagiannya masih terlalu kaku dengan hukum yang dipegang seolah-olah mazhab
yang dia ikutilah yang benar. Yang ujungnya berakhir kepada komplik takfir
disebabkan permasalahan fiqh yang disana masih terbuka celah bagi ummat untuk
mentadabburi terhadap ayat yang masih Dhanniyud Dalalah.
No comments:
Post a Comment