TauKahAnda

TaukahAnda bertujuan untuk menjangkau informasi yang anda butuhkan dalam segala aspek pengetahuan

Sponsor

Saturday, December 1, 2018

Fungsi Dan Hubungan Antara Akal, Wahyu Dan Nafsu




Sebelum kita membahas tentang hubungan antara akal, wahyu dan nafsu, ada baiknya mengetahui pengertian daripada akal, wahyu dan nafsu.

Akal secara bahasa merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, ‘Aqala yang berarti mengikat dan menahan. Namun, kata akal sebagai kata benda (mashdar) dari “aqala tidak terdapat dalam al-Quran, akan tetapi kata akal sendiri terdapat dalam bentuk lain yaitu kata kerja.

Dalam kamus Arab kata Aqaladiartikan menigkat dan menahan. Maka tali pengikat serban yang dipakai di Arab Saudi memiliki warna beragam yakni hitam dan terkadang emas, disebut ‘iqal. Dan menahan orang di dalam penjara disebut ‘itaqala dan tahanan mu’taqal.[1]

Adapun secara istilah akal memiliki arti daya berpikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daa dari jiwa serta mengandung arti berpikir. Bagi al ghazali akal memiliki beberapa pengetian : pertama, sebagai potensi yang membedakan manusia dari binatang dan menjadikan manusia mampu menerima berbagai pengetahuan teoritis. Kedua, pengetahuan yang diperoleh seseorang berdasarkan  pengalaman yang dilaluinya dan akan memperhalus budinya. Ketiga, akal merupakan kekuatan instink yang menjadikan seseorang mengetahui dampak semua persoalan yang dihadapinya sehingga dapat mengendalikan hawa nafsunya.[2]

Sedangkan pengertian wahyu, wahyu berasal dari bahasa Arab yaitu al Wahy yang berarti suara, api dan kecepatan, serta dapat juga berarti bisikan isyarat, tulisan dan kitab. Tetapi wahyu disini berarti sesuatu yang disampaikan Allah kepada para utusan-Nya[3]

Sedangkan pengertian Nafsu, penggunaan kata nafsu dalam al Quran ialah Nafs jamak dari kata anfus, yang berarti jiwa, pribadi, diri, hidup, pikiran. Dalam al Quran disebutkan dalam surat Yusuf :

(53. dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.)

Jadi pengertian nafsu bisa dikatakan jiwa, jadi antara nafsu dan jiwa mempunyai arti yang sama. Dimana jiwa memiliki jaminan bahwa yang diusahakan seseorang akan memberi pengaruh terhadap jiwa seseorang.

Al Ghazali berpendapat dalam hal ini, jiwa adalah suatu zat (jauhar) dan bukan keadaan atau aksiden (‘ardh) sehingga ia ada pada diri sendiri. Jasadlah yang adanya bergantung pada jiwa dan bukan sebaliknya. Jiwa berada dengan jasad dalam hal yang lain, jiwa berada di alam sepiritual sedang jasad dialam materi.[4]

Jadi dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : akal berfungsi untuk berpikir, wahyu untuk mengarahkan, nafsu merupakan bentuk keinginan dari jiwa. Dari ketiga fungsi ini mempunyai keterikatan masing-masing, manusia dengan daya pikir yang dihasilkan dari akalnya serta dorongan nafsu yang ia miliki kadang malah menjadikan manusia semakin ekstrim dalam kehidupan dunia ini, susah terkendali, brutal dalam perbuatan, inginnya menang sendiri, namun wahyu sebagai media yang diberikan Allah kepada manusia mampu mengantarkannya kepada sikap hanif, bijaksana, damai dalam mengekpresikan buah pikirnya serta mampu mengendalikan nafsu kepada jalan yang di ridhai.



[1] Mahmud Yunus, kamus Bahasa Arab (Jakarta: serambi, 1992) h 25
[2] Quraish Shihab, Logika agama, (Jakarta: Lentera Hati, 2001)h 87.
[3] Harun Nasution, Akal dan wahyu dalam Islam, (Jakarta : UI Press, 1986) h. 15
[4] M Abdul Quasem, Etika al Ghazali Etika Majemuk di dalam Islam, Pustaka, bandung, 1988. Hal  

No comments:

Sponsor