TauKahAnda

TaukahAnda bertujuan untuk menjangkau informasi yang anda butuhkan dalam segala aspek pengetahuan

Sponsor

Thursday, December 6, 2018

Manajemen Aset dalam Islam ( Faktor Apa Saja yang Menghambat Perkembangan Zakat)



Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Jelaskan proses manajemen investasi untuk memperoleh keuntungan maksimal!

Harta dalam Islam dipandang sebagai sesuatu yang baik (al-khayr). Jelaskan mengapa demikian? Jelaskan pula dimensi-dimensi manajemen harta Islami dari proses penciptaan (wealth creation) sampai proses pensucian (wealth purification)!

Potensi zakat di Aceh menurut sebuah penelitian mencapai Rp. 1,3 Triliun. Namun zakat yang terkumpul hanya Rp. 237 Miliar. Jelaskan mengapa gap antara potensi zakat dan actual zakat yang terkumpul berbeda? Dalam pandangan Anda bagaimana seharusnya Baitul Mal mengoptimalkan potensi pengumpulan zakat!

Wakaf mempunyai potensi besar untuk kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, wakaf masih tidak begitu berkembang di duniia Muslim. Menurut Anda factor-faktor apa saja yang menghalangi pengembangan wakaf untuk kesejahteraan ummat?

Jawaban:

proses manajemen investasi untuk memperoleh keuntungan maksimal;
Proses investasi akan memberikan gambaran pada setiap tahap yang akan ditempuh oleh perusahaann. Secara umum proses manajemen investasi meliputi lima langkah berikut.
Menetapkan sasaran investasi, Penetapan sasaran berarti melakukan keputusan yang bersifat fokus atau menempatkan target sasaran terhadap yang akan diinvestasikan.

Membuat kebijakan investasi, Berkaitan dengan bagaimana perusahaan mengelola dana yang berasal dari saham, obligasi, dan lainnya untuk kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang dibutuhkan.

Memilih strategi portofolio, Pinvestasi aktif akan selalu mencari informasi yang tersedia dan kemudian selanjutnya mencari kombinasi portofolio yang paling tepat dilaksanakan.
Memilih asset, Pihak perusahaan berusaha memilih asset investasi yang nantinya akan memberi imbal hasil yang tertinggi.

Mengukur dan mengevaluasi kinerja, Tahap ini merupakan tahap reevaluasi bagi perusahaan untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah tindakan yang telah dilakukan selama ini telah benar-benar maksimum atau engga.


Harta dalam Islam dipandang sebagai sesuatu yang baik (al-khayr) karena;

Berikut ini ayat dan hadits tentang harta yang berkah sekaligus mengandung pengertian harta yang berkah –yaitu bertambahnya kebaikan.

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui” (Al Baqarah : 261)

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-baqarah ; 245).
180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS. Al-baqarah ; 180).

272. Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-baqarah ; 272).

dimensi-dimensi manajemen harta Islami dan proses penciptaan (wealth creation) sampai proses pensucian (wealth purification)

Islamic Wealth Management (IWM)

Islamic wealth management atau IWM bisa berarti banyak hal bagi setiap orang, namun yang penting adalah bagaimana kita bertindak sesuai dengan posisi dan tugas yang diemban bahwa harta merupakan amanah yang Allah titipkan pada orang-orang yang ia kehendaki. Karenanya penting untuk menerapkan nilai-nilai dan ajaran islam yang meliputi lima dimensi dalam harta yaitu wealth generation, accumulation, protection, purification dan distribution.

Wealth generation

Langkah awal dalam merencanakan keuangan tentunya adalah menghasilkan uang atau harta itu sendiri, tanpa adanya proses ini maka proses yang lain sudah pasti tidak dapat dilakukan, karenanya wealth generation menjadi sumber utama dalam IWM. Hal ini tidak lain dikarenakan kepemilikan Allah terhadap segala sesuatu dan merupakan haknyalah memudahkan dan menyempitkan rezeki seorang hamba sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-baqarah ayat 245.

Dalam islam proses pencarian kekayaan ini telah diatur sedemikian rupa sehingga manusia benar-benar terhindar dari hal-hal yang dapat merusak esensi dari kekayaan tersebut. Sebagai contoh perintah Allah dalam ayat hutang-piutang untuk mencatat dan mendatangkan saksi, serta perintah untuk memberikan barang gadai. Ini dimaksudkan untuk memudahkan kita dalam bermuamalah dan terhindar dari keburukan-keburukan yang tak diinginkan datang dikemudian hari. Begitu juga dengan larangan riba, gharar ataupun maysir, sejatinya dimaksudkan untuk saling memberikan kebaikan (maslahah) dalam muamalah yang merupakan tujuan (maqashid) dari syariah terangkum dalam lima hal utama yang disebut al-kuliyyatul khomsah yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Dengan menghindari larangan agama dan mengacu pada etika berbisnis dalam islam, seseorang justru akan lebih diuntungkan. Pasalnya ia hanya dibolehkan berinvestasi atau menghasilkan kekayaan melalui jalan yang benar sehingga dipastikan ia akan memilih media mencari keuntungan yang baik. Lebih jauh ini akan menciptakan lingkungan bisnis yang beretika sehingga kerugian-kerugian karena kesalahan informasi ataupun penyimpangan moral dapat diminimalisir. Ini merupakan modal utama ekonomi yang berkeadilan.

Wealth protection

Setelah menghasilkan kekayaan yang kita cari, melindungi harta kita tak kalah pentingnya. Ini dikarenakan banyak hal dan resiko yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Dalam literatur konvensional hal ini harus dilakukan karena kekhawatiran akan berkurangnya nilai kekayaan itu dimasa yang akan datang disebabkan sakit, kecelakaan atau hal tak terduga lainnya sehingga mereka harus membayar premi asuransi yang justru sangat tidak adil karna merugikan salah satu pihak dan mengandung gharar.
Dalam IWM ada cara serupa yang digunakan untuk melindungi harta namun hasilnya akan sangat berbeda. Dalam islam digunakan takaful yang berbasis tabarru’ (tolong menolong) dan tidak akan merugikan satu pihakpun karena anggota yang tergabung dalam takaful telah berkomitmen dari awal untuk saling membantu jika ada salah satu saudaranya yang dilanda kesulitan atau musibah. Dengan begitu justru akan menambah nilai tersendiri yaitu rasa saling peduli dan persaudaraan terpupuk dan kehidupan akan menjadi lebih damai.

Wealth accumulation

Hakikat harta adalah bergerak. Ia tak boleh berlama-lama didiamkan karena tidak akan menghasilkan apa-apa atau bahkan akan membawa dampak buruk. Aset yang kita miliki harus diinvestasikan dan tidak dibiarkan idle dengan menoleransi resiko untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik namun juga menghindari resiko yang lebih besar lagi. Perhatian terbesar dalam tahap ini adalah manajemen yang pada akhirnya berhubungan dengan perencanaan itu sendiri.

Sebagai seorang muslim, kita hendaknya merencanakan segala sesuatu dengan baik sehingga kita tidak menjadi orang yang merugi dengan menjadi lebih buruk dari hari-hari sebelumnya dan tidak belajar dari kesalahan. Muslim juga dianjurkan untuk mengumpulkan kekayaan agar mampu memberi nafkah kepada keluarganya, membiayai pendidikan keturunannya dan berbuat lebih untuk agamanya.

Wealth purification

Bagian yang sangat membedakan IWM dengan konvensional adalah tahap purifikasi atau penyucian harta. Islam memandang bahwa sebagaimana badan yang acapkali kotor harta juga perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran tersebut. Kotoran yang dimaksud bukanlah harta yang didapat melalui jalan haram dapat disucikan dalam islam, namun mengeluarkan bagian-bagian dari harta yang mungkin merupakan rezeki orang lain yang dititipkan melalui upaya kita. Sarana yang dapat digunakan untuk melaksanakannya bermacam-macam, bisa dalam bentuk zakat, sedekah, infak ataupun sumbangan-sumbangan sosial lainnya. Secara tidak langsung hal ini akan menjadi salah satu sarana pendistribusian pendapatan dari surplus unit ke deficit unit.

Wealth distribution

Dimensi terakhir dalam IWM adalah proses pendistribusian kekayaan ketika orang tersebut meninggal dunia. Dalam metode konvensional proses ini juga diperkenalkan, namun lagi-lagi selalu ada perbedaan antara keduanya.

Proses pendistribusian kekayaan dalam konsep konvensional diprioritaskan untuk membayar hutang dan pajak dari pemilik baru kemudian didistribusikan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pengadilan berdasarkan wasiat yang telah dibuat atau diputuskan hukum jika tidak ada. Namun dalam islam, setelah dikurangi hutang, pajak dan zakat pendistribusian harus disesuaikan dengan faraid.

Penerapan islamic wealth management bagi muslim diperintahkan karena merupakan suatu bentuk kesalahan (dosa) meninggalkan keturunan dalam keadaan lemah dan papa. Dengan estimasi total jumlah muslim diseluruh dunia sebanyak 1.8 milyar jiwa atau 28% dari total populasi dunia dan trend keuangan islam yang positif dengan rata-rata pertumbuhan 15%-20% pertahunnya maka tentunya distribusi pertumbuhan ekonomi yang merata dan adil diseluruh dunia bukanlah hanya sebuah impian jika IWM benar-benar diterapkan. Selain itu, penerapan IWM akan menstimulus dunia keuangan islam yang pada akhirnya akan menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi pelaku ekonomi dengan lahan yang lebih aman dan menjanjikan.

Gap antara potensi zakat dan actual zakat yang terkumpul berbeda, karena;
Meskipun Indonesia memiliki potensi zakat hingga 217 trilun pertahunnya, namun faktanya pada tahun 2010 BAZNAS hanya mampu mengumpulkan sekitar 1,5 triliun saja dan meningkat pada tahun 2012 hingga 1,7 triliun meskipun telah diprediksikan mencapai 2 triliun, namun hasil itu belum mencapai target. Perolehan hasil zakat yang diperoleh 1,7 triliun itu jika benar-benar dikelola dengan baik dan tepat sasaran pasti akan mampu mengentaskan kemiskinan, paling tidak mengurangi. Sejumlah riset telah membuktikan pengaruh zakat dalam perekonomian, terutama terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan

Apakah lembaga amil zakat yang dikelola oleh pemerintah benar-benar memiliki program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran? Apakah zakat yang diberikan hanya dalam bentuk mata uang ataukah dikelola lebih produktifSocial Insurance, zakat memberi ruang harapan bagi masa depan terutama kelompok faqir miskin akan kesejahteraannya di hari tuanya. Kalau kelompok kaya bisa merencanakan masa depan karena adanya kekayaan yang ada ditangannya, bagaimana dengan  kaum miskin akan harapan masa depannya.

·Social Safety, dana zakat juga dipergunakan untuk membantu korban bencana alam, kebakaran, banjir dan lain-lain.

·Social Guarantee: masyarakat miskin diberikan jaminan kesehatan untuk berobat atau mendapatkan pelayanan pendidikan.

·alangkah lebih efektifnya sekiranya dana zakat itu dipergunakan sebagai: Kembali kepada muzakki yang berkewajiban mengeluarkan zakat. Faktanya, ternyata masyarakat kita lebih senang membagikan zakatnya sendiri secara personal dan langsung ke mustahiq-nya. Tentu hal ini tidak keliru. Namun, jika zakat diserahkan tanpa pengelolaan dan manajemen yang tepat, maka hasilnya dana umat tidak efektif, tidak terkumpul secara kolektif, sehingga tidak memiliki kekuatan power untuk mengentaskan kemiskinan secara riil. Lebih-lebih pembagian zakat secara langsung justru seringkali menimbulkan korban. Seperti beberapa kasus pembagian zakat di Jawa yang menyebabkan beberapa korban terjepit, pingsan, bahkan meninggal dunia lantaran berdesak-desakan. Padahal jika kembali ke masa Rasulullah Saw. Nabi Saw sendiri menunjukkan para pengumpul zakat yang bertugas untuk mengelola zakat secara kolektif, seperti Muadz bin Jabal sebagai qadhi di Yaman. Begitupula pada masa Khulafaur Rasyidin, pengelolaan zakat dikelola langsung oleh para khalifah. Bahkan Abu Bakar yang langsung memerangi orang yang enggan membayar zakat. Walhasil, jika pada saat ini pengelolaan dikelola oleh lembaga resmi negara seperti BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) atau BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) maupun lembaga zakat swasta seperti Rumah Zakat benar-benar disalurkan pada program pengentasan kemiskinan dan kebodohan secara konsisten, kita akan melihat perubahan yang sigfinikan 5 hingga 10 tahun mendatang. Tinggal lagi seberapa profesional dan produktifkah pengelolaan dana umat itu 

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/miftahelbanjary/ternyata-indonesia-memiliki-potensi-zakat-terbesar-di-dunia_552919cc6ea8340c4d8b458f

Baitul Mal mengoptimalkan potensi pengumpulan zakat, seharusnya;


factor-faktor yang menghalangi pengembangan wakaf untuk kesejahteraan ummat;

Kalau dilihat dari regulasinya, sepertinya sudah cukup mendukung. Ada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia  pada tanggal 11 Mei 2002 tentang Wakaf Uang, Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maupun Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga independen yang bertanggungjawab mengembangkan perwakafan di Indonesia juga telah berdiri tahun 2004 dan sudah mulai menjalankan aktivitas, diantaranya membekali para nazhir se-Indonesia dengan berbagai pengetahuan terkait dengan pemberdayaan wakaf. Hal tersebut dilakukan dengan harapan nazhir dapat mengembangkan wakaf di daerahnya yang menjadi amanah dari wakif.
Nazhir sebagai pengelola utama wakaf, memang memikul tanggungjawab yang tidak ringan. Mulai dari mendatakan wakaf ke BWI, mengelola wakaf hingga menghasilkan, mengalokasikan manfaatnya, membuat laporan sampai mempublikasikan perkembangan wakaf. Mulia benar ya peran nazhir..

Namun, satu hal yang mungkin masih membingungkan para nazhir, apalagi yang belum berpengalaman, yaitu bagaimana memberdayakan harta benda wakaf sehingga bisa menghasilkan atau memberikan nilai ekonomi sebagaimana yang diciri-khaskan dalam wakaf, yaitu “tahanlah pokoknya, sedekahkan hasilnya.”

Berdasar hadis di atas, hal yang pasti dari wakaf adalah bahwa wakaf harus diproduktifkan dulu, hingga menghasilkan keuntungan. Barulah dari  hasil keuntungan tersebut dialokasikan kepada yang berhak menerima. Dengan demikian yang diambil dari wakaf adalah manfaatnya, sementara pokok harta benda wakaf tetap utuh.
O iya, untuk dapat memproduktifkan wakaf, memang bukan hal sederhana. Membutuhkan keahlian atau kemampuan tertentu, diantaranya kemampuan manajemen, sense of entrepreneurship, informasi tentang kemungkinan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat, komunikasi dengan pemerintah atau dengan perwakilan BWI di daerah tersebut, pendekatan dengan masyarakat dan tokoh setempat.
Kemampuan tersebut ada kalanya belum dimiliki oleh para nazhir, sehingga wajar kalau harta benda wakaf yang tersebar di Indonesia ini belum mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Menjadi tugas berat BWI untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Em, tapi akademisi bisa juga membantu lho, misalnya dengan mengenalkan kepada mahasiswa sejak dini tentang sepak terjang pernazhiran ini, atau dengan menyediakan modul atau semacam buku panduan praktis yang menggambarkan sejak awal bagaimana terjun di dunia bisnis khusus untuk pengembangan harta benda wakaf di Indonesia, mengingat tidak semua bisnis boleh dikembangkan bagi harta benda wakaf.

No comments:

Sponsor