Dalam agama
Islam, bila Muslim jadi mayoritas maka yang non-muslim menjadi ahlu dhimmah
artinya mereka berada dalam jaminan perjanjian Allah dan Rasul-Nya serta semua
kaum Muslim untuk hidup dengan aman dan tentram di bawah perlindungan Islam.
Islam
tidak mengenal kata minoritas, akan tetapi sesuai dengan perputaran zaman,
sekira abad 15-an Masehi masyarakat barat lebih mengenal kata-kata minoritas
bahkan penglafaan kata ini menyeluruh di semua negara. Sehingga kata minoritas
lebih condong terhadap kelompok kecil yang tinggal dalam suatu kelompok besar
(mayoritas).
Pemaksaan penerapan kata minoritas ini memantik permasalahan baru
dalam dunia Islam, sekaligus membuka peluang besar bagi nonmuslim dalam upaya
penerapan HAM ala barat yang seringkali ambigu.
Kehidupan
yang dilalui dengan konsep “siapa
yang kuat jadi raja, siapa yang banyak dia jadi ahli negara”, selalu
berakir dengan perlakuan diskrimatif yang akut, mulai dari penindasan fisik,
ekonomi, politik bahkan peniadaan identitas diri sebagai ahli negara yang sah.
Kekejaman yang
terjadi terhadap pemeluk agama minoritas terus berkepanjangan, berbagai fitnah
yang dilontarkan terus berdampak, akibatnya minoritas menjadi sasaran empuk dari tirani yang ada.
Berbagai upaya kadang
telah dilakukan oleh kelompok mayoritas untuk membumihanguskan minoritas, mulai
dari kemunafikan media, pembunuhan secara nyata, menghapus jejak peradaban,
bahkan penduduk pribumi diusir secara paksa dari tanah mereka sendiri,
Lagi-lagi disebabkan minoritas di atas lahan mayoritas.
Perlakuan
seperti ini sudah dilalui oleh komunitas Muslim Mekkah di awal periode lahirnya
Islam, penindasan ini mengharuskan kaum Muslimin berhijrah ke Madinah untuk
bertahan hidup serta menyebarkan dakwah Islam, akhirnya komunitas Muslim yang tadinya
minoritas kemudian menjadi mayoritas di Madinah tanpa menjadikan minoritas (ahlu
dhimmah) tertindas sebagaimana yang mereka alami ketika di Mekkah.
Kekajaman ini
sering terjadi kepada minoritas bila minoritasnya adalah Muslim, akan tetapi
bila muslim jadi mayoritas maka agama minoritas jadi raja, artinya perlakuan
umat Muslim terhadap nonMuslim sejalan atas pedoman “lahum ma lana wa
‘alaihim ma ‘alaina ” apa yang menguntungkan kita maka mereka pun berhak
dan hukum yang kita panggul pun mereka harus panggul, keselamatan jiwa dan
harta nonMuslim benar-benar terjaga.
Miris memang, di saat nonMuslim
mengagung-agungkan sikap toleransi kepada dunia, disaat itu pula mereka
mencabik komunitas Muslimin dengan memamfaatkan ketoleransian yang ada.
Sebaliknya, disaat komunitas Islam berteriak akan pemenuhan hak toleransi
hidup, mereka nonMuslim membisu bahkan media pun ikut menutupinya. Kalau ini
yang terjadi, lalu mana hak hidup bertoleransi yang mereka agung-agungkan..?
Masih ingatkah
kita terhadap etnis Muslim Rohingya..? insiden pembantaian Muslim besar-besaran
yang terjadi di provinsi Rokhine menjadi tragedi yang sangat memilukan, dunia International
seakan membiarkan Muslim Rohingya mati ditangan penguasa biadab, lebih dari
6000 jiwa dibantai di negeri ini, bahkan yang masih hidup harus melarikan diri
ke negara tetangga untuk mendapatkan simpati atas kejadian yang menimpa mereka.
Penderitaan mereka terus berkelanjutan, negara tetangga seperti Malaysia,
Thailand bahkan Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar menolak
menerima etnis Muslim Rohingya dengan berdalih “masyarakat negara sendiri
belum bisa dimakmurkan bagaimana mampu menanggung beban negara lain”.
Hilang rasa kemanusiaan, hilang rasa persaudaraan, senang melihat mereka
tenggelam dalam lautan ombak, namun pada akhirnya al anshar sejati lahir
dari tangan-tangan mulia dari provinsi Aceh walaupun negara menolak kehadiran
mereka.
Kekejaman yang
terjadi di kawasan Asia juga terjadi pada Muslim Uighur di Xinjiang Cina yang berjumlah
8,5 juta jiwa, penderitaan yang mereka alami terus berkelanjutan, ketika bulan
Ramadhan tiba mereka dilarang berpuasa, tidak dibolehkan masuk ayat-ayat suci al
Quran atau sesuatu yang berbau agama Islam ke negara ini, jadi para pendakwah
di Uighur harus menghafal al Quran untuk mewujudkan dakwah mereka, Muslim di
Xinjiang selalu dicap sebagai pelopor teroris, berbagai asumsi yang tidak
relevan menjadi hidangan Muslim Uighur setiap hari.
Begitu pula
dengan keadaan Muslim Pattani di Thailand bagian selatan, penindasan yang
mereka alami kian meraja lela, ditambah lagi perkembangan wilayah Muslim yang
sangat memprihatinkan kalau dibandingkan dengan wilayah yang mayoritasnya ber
agama Budha, bahkan kebebasan mereka
dibelenggu secara eksplisit, keadaan ini membuat mereka ingin memisahkan diri
dari kerajaan Thailand, akan tetapi masyarakat biasa selalu kalah bila
pemerintah menghadapinya dengan moncong senapan.
Beginilah fakta lapangan bila
minoritasnya adalah agama Islam, tindak diskriminasi dari kelompok yang berhati
dengki selalu terjadi, bahkan pemimpin suatu bangsa bila tidak memiliki moral
manusiawi mereka akan bertindak seperti binatang buas untuk melampiaskan nafsu
mereka.
Propaganda yang
dimainkan nonMuslim akan ketidak intolerannya umat Islam sangat tidak adil dan
bersifat parsial, mereka memojokkan Islam karena Islam tidak toleran terhadap
LGBT (lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), mereka memojokkan Islam karena
Islam tidak membolehkan makan babi, minum minuman arak, namun ketika mereka
mencabik harkat martabat umat Islam dengan melarang memakai jilbab, membunuh
umat Islam, mengusir mereka dari kediaman, merampas harta umat Islam, mereka
luput akan toleransi bahkan ini sudah merusak hak asasi manusia yang wajib
dipertanggung jawabkan.
Berbagai fakta
sudah diliputi, berbagai pertemuan di PBB juga sering dilakukan, tuntutan serta
kutukan juga sering terjadi, namun tidak ada hasil yang kongkrit dalam
menyelasaikan konflik secara langsung. Akirnya penderitaan Muslim minoritas selalu
jadi mangsa empuk para kelompok-kelompok dengki.
Harapan yang
selama ini kita harapkan dari PBB untuk menyelesaikan konflik memang sulit
untuk di wujudkan, namun apa kita sebagai Muslim harus berdiam diri melihat
saudara-saudara kita yang minoritas selalu ditindas..? lalu sampai kapan
penduduk Rohingya, Xinjiang, Pattani, bahkan Palestina, Kashmir, Chechnya dan
penduduk Muslim lainnya terbebas dari penindasan ini..? mereka datang ke negara
kita untuk mendapatkan hak hidup, kita menolak kehadiran mereka disebabkan rasa
takut akan penolakan perintah negara, kalaulah pemerintah lupa dan lalai,
apakah kita selaku masyarakat biasa juga ikut lupa akan perintah Allah SWT و إن تنصروكم في الدين فعليكم النصر jika mereka meminta pertolongan kepadamu
dalam (urusan pembelaan) agama , maka kalian wajib memberikan pertolongan.
Perintah Allah tentunya kita harus dahulukan ketika peminpin suatu bangsa sudah jelas-jelas
dhalim akan agama kita. Semoga kesatuan umat Islam yang tidak terhalang oleh
sekat-sekat suku, ras dan kebangsaan bisa terwujud sehingga kita umat Islam
bisa bersatu dalam satu suara, di saat muslim minoritas ditindas maka kita
mayoritas dibelahan negara lain bukan hanya bersedih tanpa ada bantuan tapi
juga ikut merasakan kesakitan dengan memberikan mereka apa yang mampu kita
beri, karena ikatan agama lebih kuat dari ikatan nasab, bila saudara kita
muslim sakit maka kita muslim lain juga merasakan kesakitan, inilah tubuh Islam
yang kita harapkan.
No comments:
Post a Comment