TauKahAnda

TaukahAnda bertujuan untuk menjangkau informasi yang anda butuhkan dalam segala aspek pengetahuan

Sponsor

Monday, December 31, 2018

Minoritas Di Atas Lahan Mayoritas



Dalam agama Islam, bila Muslim jadi mayoritas maka yang non-muslim menjadi ahlu dhimmah artinya mereka berada dalam jaminan perjanjian Allah dan Rasul-Nya serta semua kaum Muslim untuk hidup dengan aman dan tentram di bawah perlindungan Islam. 

Islam tidak mengenal kata minoritas, akan tetapi sesuai dengan perputaran zaman, sekira abad 15-an Masehi masyarakat barat lebih mengenal kata-kata minoritas bahkan penglafaan kata ini menyeluruh di semua negara. Sehingga kata minoritas lebih condong terhadap kelompok kecil yang tinggal dalam suatu kelompok besar (mayoritas). 

Pemaksaan penerapan kata minoritas ini memantik permasalahan baru dalam dunia Islam, sekaligus membuka peluang besar bagi nonmuslim dalam upaya penerapan HAM ala barat yang seringkali ambigu.  

Kehidupan yang  dilalui dengan konsep “siapa yang kuat jadi raja, siapa yang banyak dia jadi ahli negara”, selalu berakir dengan perlakuan diskrimatif yang akut, mulai dari penindasan fisik, ekonomi, politik bahkan peniadaan identitas diri sebagai ahli negara yang sah. 

Kekejaman yang terjadi terhadap pemeluk agama minoritas terus berkepanjangan, berbagai fitnah yang dilontarkan terus berdampak, akibatnya minoritas menjadi sasaran empuk  dari tirani yang ada. 

Berbagai upaya kadang telah dilakukan oleh kelompok mayoritas untuk membumihanguskan minoritas, mulai dari kemunafikan media, pembunuhan secara nyata, menghapus jejak peradaban, bahkan penduduk pribumi diusir secara paksa dari tanah mereka sendiri, Lagi-lagi disebabkan minoritas di atas lahan mayoritas.

Perlakuan seperti ini sudah dilalui oleh komunitas Muslim Mekkah di awal periode lahirnya Islam, penindasan ini mengharuskan kaum Muslimin berhijrah ke Madinah untuk bertahan hidup serta menyebarkan dakwah Islam, akhirnya komunitas Muslim yang tadinya minoritas kemudian menjadi mayoritas di Madinah tanpa menjadikan minoritas (ahlu dhimmah) tertindas sebagaimana yang mereka alami ketika di Mekkah.

Kekajaman ini sering terjadi kepada minoritas bila minoritasnya adalah Muslim, akan tetapi bila muslim jadi mayoritas maka agama minoritas jadi raja, artinya perlakuan umat Muslim terhadap nonMuslim sejalan atas pedoman “lahum ma lana wa ‘alaihim ma ‘alaina ” apa yang menguntungkan kita maka mereka pun berhak dan hukum yang kita panggul pun mereka harus panggul, keselamatan jiwa dan harta nonMuslim benar-benar terjaga. 

Miris memang, di saat nonMuslim mengagung-agungkan sikap toleransi kepada dunia, disaat itu pula mereka mencabik komunitas Muslimin dengan memamfaatkan ketoleransian yang ada. Sebaliknya, disaat komunitas Islam berteriak akan pemenuhan hak toleransi hidup, mereka nonMuslim membisu bahkan media pun ikut menutupinya. Kalau ini yang terjadi, lalu mana hak hidup bertoleransi yang mereka agung-agungkan..?

Masih ingatkah kita terhadap etnis Muslim Rohingya..? insiden pembantaian Muslim besar-besaran yang terjadi di provinsi Rokhine menjadi tragedi yang sangat memilukan, dunia International seakan membiarkan Muslim Rohingya mati ditangan penguasa biadab, lebih dari 6000 jiwa dibantai di negeri ini, bahkan yang masih hidup harus melarikan diri ke negara tetangga untuk mendapatkan simpati atas kejadian yang menimpa mereka. 

Penderitaan mereka terus berkelanjutan, negara tetangga seperti Malaysia, Thailand bahkan Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar menolak menerima etnis Muslim Rohingya dengan berdalih “masyarakat negara sendiri belum bisa dimakmurkan bagaimana mampu menanggung beban negara lain”. Hilang rasa kemanusiaan, hilang rasa persaudaraan, senang melihat mereka tenggelam dalam lautan ombak, namun pada akhirnya al anshar sejati lahir dari tangan-tangan mulia dari provinsi Aceh walaupun negara menolak kehadiran mereka.

Kekejaman yang terjadi di kawasan Asia juga terjadi pada Muslim Uighur di Xinjiang Cina yang berjumlah 8,5 juta jiwa, penderitaan yang mereka alami terus berkelanjutan, ketika bulan Ramadhan tiba mereka dilarang berpuasa, tidak dibolehkan masuk ayat-ayat suci al Quran atau sesuatu yang berbau agama Islam ke negara ini, jadi para pendakwah di Uighur harus menghafal al Quran untuk mewujudkan dakwah mereka, Muslim di Xinjiang selalu dicap sebagai pelopor teroris, berbagai asumsi yang tidak relevan menjadi hidangan Muslim Uighur setiap hari.

Begitu pula dengan keadaan Muslim Pattani di Thailand bagian selatan, penindasan yang mereka alami kian meraja lela, ditambah lagi perkembangan wilayah Muslim yang sangat memprihatinkan kalau dibandingkan dengan wilayah yang mayoritasnya ber agama  Budha, bahkan kebebasan mereka dibelenggu secara eksplisit, keadaan ini membuat mereka ingin memisahkan diri dari kerajaan Thailand, akan tetapi masyarakat biasa selalu kalah bila pemerintah menghadapinya dengan moncong senapan. 

Beginilah fakta lapangan bila minoritasnya adalah agama Islam, tindak diskriminasi dari kelompok yang berhati dengki selalu terjadi, bahkan pemimpin suatu bangsa bila tidak memiliki moral manusiawi mereka akan bertindak seperti binatang buas untuk melampiaskan nafsu mereka.

Propaganda yang dimainkan nonMuslim akan ketidak intolerannya umat Islam sangat tidak adil dan bersifat parsial, mereka memojokkan Islam karena Islam tidak toleran terhadap LGBT (lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), mereka memojokkan Islam karena Islam tidak membolehkan makan babi, minum minuman arak, namun ketika mereka mencabik harkat martabat umat Islam dengan melarang memakai jilbab, membunuh umat Islam, mengusir mereka dari kediaman, merampas harta umat Islam, mereka luput akan toleransi bahkan ini sudah merusak hak asasi manusia yang wajib dipertanggung jawabkan.

Berbagai fakta sudah diliputi, berbagai pertemuan di PBB juga sering dilakukan, tuntutan serta kutukan juga sering terjadi, namun tidak ada hasil yang kongkrit dalam menyelasaikan konflik secara langsung. Akirnya penderitaan Muslim minoritas selalu jadi mangsa empuk para kelompok-kelompok dengki.

Harapan yang selama ini kita harapkan dari PBB untuk menyelesaikan konflik memang sulit untuk di wujudkan, namun apa kita sebagai Muslim harus berdiam diri melihat saudara-saudara kita yang minoritas selalu ditindas..? lalu sampai kapan penduduk Rohingya, Xinjiang, Pattani, bahkan Palestina, Kashmir, Chechnya dan penduduk Muslim lainnya terbebas dari penindasan ini..? mereka datang ke negara kita untuk mendapatkan hak hidup, kita menolak kehadiran mereka disebabkan rasa takut akan penolakan perintah negara, kalaulah pemerintah lupa dan lalai, apakah kita selaku masyarakat biasa juga ikut lupa akan perintah Allah SWT و إن تنصروكم في الدين فعليكم النصر  jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama , maka kalian wajib memberikan pertolongan. 

Perintah Allah tentunya kita harus dahulukan ketika  peminpin suatu bangsa sudah jelas-jelas dhalim akan agama kita. Semoga kesatuan umat Islam yang tidak terhalang oleh sekat-sekat suku, ras dan kebangsaan bisa terwujud sehingga kita umat Islam bisa bersatu dalam satu suara, di saat muslim minoritas ditindas maka kita mayoritas dibelahan negara lain bukan hanya bersedih tanpa ada bantuan tapi juga ikut merasakan kesakitan dengan memberikan mereka apa yang mampu kita beri, karena ikatan agama lebih kuat dari ikatan nasab, bila saudara kita muslim sakit maka kita muslim lain juga merasakan kesakitan, inilah tubuh Islam yang kita harapkan.

No comments:

Sponsor