TauKahAnda

TaukahAnda bertujuan untuk menjangkau informasi yang anda butuhkan dalam segala aspek pengetahuan

Sponsor

Sunday, November 4, 2018

Teori Produksi, Distribusi dan Konsumsi


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Islam bukan hanya aqidah, juga bukan hanya agama, tapi islam ialah aqidatan wa syari’atan, dinan wa daulatan. Islam telah menjadi rahmat bagi setiap manusia secara global, terlebih para pemeluknya.Yang diajarkan islam bukan hanya ibadah dan sunnah, bukan hanya berkutat pada shalat, wudlu, berdzikir dan ibadah lainnya, akan tetapi  cakupan islam begitu menyeluruh; politik, sosial, budaya, sejarah, dan termasuk juga ekonomi.

Membincang ekonomi berarti membicarakan sistem, berbicara sistem tentu mengupas teori. Telah kita ketahui bersama dalam ekonomi memiliki tiga teori pokok yaitu Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Ketiganya merupakan mata rantai yang tak terpisah dan berkaitan satu sama lain. Tiga kegiatan diatas merupakan wajah sebuah perekonomian, cantik dan tidak, maju dan mundurnya suatu ekonomi bisa tergambar dengan tiga kegiatan tersebut.

Produksi sebagai batu pertama dalam ekonomi, tentunya menjelma sebagai hal terpenting dari ketiga teori tersebut. Berjalannya Distribusi dan Konsumsi akan mustahil tanpa adanya barang dan jasa, sedangkan terbentuknya barang dan jasa ialah hasil dari Produksi.

Akan tetapi jika hanya berhenti dalam produksi, hasil dari produksi itu tidak memiliki nilai dan manfaat sedikitpun, maka dari itu, menjadi penting keseimbangan didalam ketiga alur ekonomi tersebut. Untuk itu , para penyusun mencoba mengupas ketiga teori tersebut, meski dengan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman.

2.      Rumusan Masalah
1.      Apa definis produksi, distribusi dan konsumsi?
2.      Apa tujuan dari produksi, distribusi dan konsumsi?
3.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, distribusi dan konsumsi?
4.      Ada berapa macam-macam produksi, distribusi dan konsumsi?
5.      Bagaimana perbandingan ketiga sistem ekonomi (Islam, kapitalis dan sosialis) dalam produksi, distribusi dan konsumsi?

3.      Maksud dan tujuan penulisan
1.      Pemenuhan tugas dari kajian PAKEIS 2015
2.      Peserta kajian mampu menganalisa definisi produksi, distribusi dan konsumsi.
3.      Peserta kajian mampu mengenali faktor-faktor penunjang dan penghambat ekonomi.
4.      Peserta kajian bisa menggolong-golongkan produksi dengan cara membedakan macam-macam produksi, distribusi dan konsumsi.
5.      Peserta kajian dapat membandingkan produksi, distribusi dan konsumsi dalam ketiga sistem ekonomi (Islam, kapitalis dan Sosialis).

4.      Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan cara mengumpulakn bahan/data/materi, baik itu dari studi pustaka, kemudian disusun dan disajikan dalam bentuk penulisan kembali secara sistematis. Namun acap kali dibarengi dengan hasil kesimpulan penulis dan gagasan penulis semi obyektif. Adapun metode pencarian bahan sebagai berikut:
1.      Mengumpulkan data dengan membaca buku, makalah dan artikel yang berkaitan dengan pembahasan.
2.      Berdiskusi dengan pembingbing ataupun pihak yang berkompeten lainya.
3.      Pengalaman dan pandangan alam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  TEORI PRODUKSI

1.    Definisi Produksi
Produksi dalam bahasa arab adalah الإنْتاجُ, merupakan bentuk masdar dari أنتجَ  يُنتج, yang dalam Mu’jam Alma’ani[1] memiliki arti menciptakan sesuatu dari sesuatu yang lain atau seseuatu yang dibuat pekerja dari berbagai bahan dasar.

Agar lebih mencerna definisi produksi, coba amati tabel berikut dan contreng yang termasuk dalam kegiatan produksi:

01
Membuat makalah

02
Menulis makalah

03
Membaca makalah

04
Mempresentasikan makalah

05
Merevisi makalah­


Banyak yang memahami jika produksi merupakan kegiatan menghasilakan barang dan jasa saja, apa hal demikian dikatakan benar?, tentunya benar, hanya saja perlu adanya penyempurnaan, karena “Menurut ekonom konvensional, produksi ialah menciptakan dan menambahkan kemanfaatan (barang dan jasa)”[2].

Menurut para pakar ekonom menyebutkan, “(Produksi adalah) kegiatan untuk menghasilakan hal-hal yang bermanfaat”)[3]. Sedangkan menurut Dr. Asyraf Muhammad Dawabah. “Produksi ialah menciptakan atau menambah nilai guna yang dapat memenuhi kebutuhan manusia yang bermacam-macam atas barang dan jasa pada waktu tertentu”[4].

Dari defnisi diatas, kita dapat memunculan dua poin dalam definisi kegiatan produksi, yaitu: Menciptakan atau mengahsilkan barang dan jasa, dan Penambahan guna barang dan jasa.

2.    Tujuan Produksi
Dalam kehidupan, yang namanya tujuan merupakan hal yang sangat penting. Lagi-lagi kita harus menyadari betapa islam peduli dengan hal ini (tujuan) atau dalam bahasa sederhana disebut dengan “Niat”, ini bisa dibuktikan dalam sabda nabi yang berarti: “Segala pekerjaan (harus) dengan niat”.
Adapun kegiatan produksi memiliki tujuan “Untuk memberikan banyak kecukupan dalam barang dan jasa, agar terealisasinya “Hayat At-tayyibah” yang dianjurkan oleh islam untuk semua manusia”[5].

Mengacu dari tujuan diatas, ada  beberapa hal yang bisa diperinci dalam tujuan produksi, yaitu sebagai berikut:
1.    Memenuhi kebutuhan manusia
2.    Menjamin kehidupan yang layak
3.    Mencari laba atau keuntungan
 Ditambah:
4.    Menunjukan karya
5.    Menjaga kesetabilan rantai kehidupan
6.    Menambah kemanfaatan barang dan jasa

3.    Faktor-faktor Produksi
Yang dimaksud dengan faktor produksi di sini ialah faktor-faktor yang mempengaruhi  terciptanya usaha produksi dan tidak akan bisa berproduksi sebelum faktor-faktornya terpenuhi.

Dalam teori konvensional, faktor-faktor produksi terdiri dari dua macam yaitu ekstraktif berupa sumber daya alam (SDA), dan agraris (tanah). Sedangkan menurut  Dr. Rafiq Yunus Al-Mishry faktor produksi di kelompokkan menjadi dua yaitu[6]:

1.    Faktor Mustaqillah (Ada dengan sendirinya)
Faktor Mustaqillah terdiri dari tiga faktor:
a.    Tanah
b.    Kerja
c.    Harta

2.    Faktor Ta’biah (Mengikut pada yang lain/Kondisional)
Faktor Ta’biah terdiri dari dua faktor:
a.    Resiko/Bahaya
b.    Timing

Dari Faktor-faktor diatas, dapat kita analisa bahwa faktor Mustaqillah merupakan faktor dasar yang pemenuhannya berpengaruh besar dalam produksi, seperti:

a.    Tanah
Perintah untuk memanfaatkan tanah dan menghidupkan tanah yang mati, merupakan wujud islam dalam mengenalkan tanah sebagai faktor produksi, dalam firman Allah SWT. berbunyi:
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيها

“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS. Hud: 61)

Dan sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi:

 من أحيى أرضا ميتة فهي له

“Barang siapa yang menghidupkan lahan yang mati maka (tanah)itu miliknya” (HR. Bukhari)

b.   Kerja
Untuk menghasilakan barang dan jasa, tentu membutuhkan kerja, baik itu mengolah sumber daya alam, mengoalah barang setengah matang, memafaatkan barang yang tak berguna dll.

Menurut Yusuf Al-Qardlawi kerja merupakan faktor paling penting dalam kegiatan produksi. Karena dengan adanya modal yang besar, sumber daya alam, dan teknologi, ketiganya tidak dapat meralisasikan produksi tanpa dibarengi etos kerja yang maksimal.[7]

Macam-macam tenaga kerja[8]:
1.    Berdasarkan sifat kerja
a.       Ternaga kerja jasmaniah : tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan fisik (otot), seperti tukang becak, tukang batu, sopir dan penjaga malam.
b.    Tenaga kerja rohaniah : tenaga kerja yang didasarkan perasaan atau pikiran : guru, peneliti, pengacara, penceramah dan lain lain.

2.  Berdasarkan kualitas kerja
a. Tenaga kerja terdidik : Tenaga yang memerlukan pendidikan sebelum berperan dalam kegiatan produksi. Contoh, dokter, guru, dokter.
b. Tenaga kerja terlatih : Tenaga kerja yang sebelumnya harus mengkuti latihan terlebih dahulu sebelum mengikuti proses produksi. Contoh : sopir, penjahit, montir, dan lain sebagainya.
c. Tenaga kerja kasar atau tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih : Tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan atau pelatihan terlebih dahulu, seperti kuli bangunan, pesuruh, tukang parkir, tukang sapu dan lain sebagainya.

Sedangkan faktor Tabi’ah ialah faktor yang tanpa perlu disediakan, ada dengan sendirinya. Resiko contontohnya, dalam usaha produksi sudah menjadi hal lumrah bangkrut, gagal produksi, bencana alam, dll., yang ini  semua menjadi faktor penghambat produksi.

Begitu dengan halnya dengan waktu, tanpa disediakan, waktu akan mengikuti faktor-faktor diatas, sama halnya kapan menyediakan harta (modal), kapan dimualai kerja, kapan tanah siap produksi dan lain sebagainya.

Dan tidak kalah pentingnya, “sebagian ekonom islam menyebutkan bahwa Takwa menjadi salah satu faktor penting, selain kerja dan kekayaan”.[9]
c.    Harta
Ibarat berjualan bakso keliling, harta adalah roda gerobak, kita sudah meiliki tanah berupa gerobak, dan memiliki kerja dengan adanya tukang bakso, tapi penjual bakso tak mampu berjualan keliling tanpa adanya roda dalam gerobaknya. Begitupun produksi tak akan terpenuhi dengan adanya harta.

Menurut mayoritas ulama, harta ialah semuayang mengandung nilai materi di mata manusia, dan diperbolehkan oleh syariat untuk memanfaatkannya dalam kondisi normal[10].Islam mengajarkan umatnya untuk ‘memutar’ harta. Islam juga melarang untuk membiarkan harta, seperti halnya membiarkan tanah yang tidak diolah, menimbun barang-barang untuk tidak dikonsumsi, dan mendiamkan uang untuk tidak dipergunakan[11]

Dalam Ekonomi, harta memilik dua fungsi pokok, sebagian masuk pada akomodasi dalam distribusi dan sebagi modal dalam produksi.

4.    Kendala dalam Produksi dan Solusinya
Dari faktor-faktor produksi diatas bisa kita amati salah satu faktor produksi yaitu resiko atau kendala. Dalam produksi terdapat kendala-kendala, yang biasanya ini muncul karena salah satu faktor mustaqillah  yang tidak terpenuhui, baik itu tanah, SDM ataupun harta, dan sebenarnya solusi kongkritnya ialah melengkapi faktor produksi itu sendiri.

Bisa kita ambil sampel kendala produksi dan solusinya dari UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia. Kebanyakan dari mereka terkendala oleh tiga hal, Tiga hal yang menjadi kendala UKM dalam menjalankan usahanya antara lain[12]:

a.     Modal
Sebagian UKM masih sulit mendapatkan modal dari perbankan karena likuiditas usaha yang notabene masih sangat kecil. Namun kini sudah mulai dapat teratasi dengan adanya program KUR dan support dari pnpm Mandiri.

b.   Sumberdaya
Pemilik UKM yang masih tradisional sehingga produk yang dihasilkan kurang inovatif. Namun hal ini juga sudah mulai teratasi dengan adanya support dari pemerintah dengan pelatihan-pelatihan untuk ukm serta bantuan mesin-mesin produksi.
c.    Pemasaran
Pemasaran ini termasuk pada kendala  Distribusi.

5.    Macam-macam Produksi

A.  Berdasarkan Hukum Islam

     Perubahan perkembangan zaman, tentunya memberikan efek terhadap berbagi aspek, termasuk didalamnya prodak hukum. Sebagai orang islam yang meyakini Al-Qur’an, mengetahui dan mempercayai, bahwa Al-Qur’an tak akan lekang oleh hujan dan tak usang dibawa panas, relevansi ini juga mencakup bidang ekonomi dan sistemnya, yang salah satunya bentuk produksi. Hukum islam itu sendiri mengacu pada Maqosudu as-Syari’ah, kemanfaatan dan bahayanya untuk masyarakat luas, berikut hukum-hukum produksi dalam pandangan islam:


1.    Wajib
     Melihat dari bagitu banyaknya manfaat dan urgensitas produksi, menjadikan salah satu hukum produksi menjadi wajib, tentunya dengan landasan sumber-sumber hukum islam, seperti ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik..” (Al-Baqarah: 267)


     Dari Kata an-Fiqu tersebut, memiliki kandungan wajibnya berinfak, (sedangkan) berinfak tidak akan terwujud terkecuali setelahnya usaha dan produksi[13].

2.    Sunnah
     Hukum sunnah ini timbul karena tidak begitu urgensinya dalam produksi, akan tetapi hasil produksi itu memberikan banyak kehidupan

3.    Haram
     Produksi bisa dikatakan haram apabila dari produksi tersebut mengakibatkan suatu bahaya dalam berkehidupan, seperti halnya arak yang dapat memabukan. Dalam Al-Qur’an disebutkan pengharaman terhadap hal buruk, surat Al-A’raf ayat  157:
 وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” (Al-A’raf: 157)

4.    Makruh
     Produksi seperti ini ialah produksi yang didalamnya terdapat bahaya sekaligus manfaat, seperti produksi kotoran hewan.

5.    Mubah
     Hukum semacam ini ketika hasil produksi itu menghasilkan barang tersier, yang sifatnya tidak mendesak dalam praktik kehidupan, halnya produksi emas dll.

B.  Berdasarkan hasil produksi

Dengan adanya produksi, tentu menjadikan adanya hasil, dari hasil ini kita dapat mengelompokan produksi menjadi dua macam:


1. Barang: Hasil akhir dari proses produksi disini, demi menghasilkan sebuah benda yang bermanfaat tentunya, seperti: gula, mobil, motor, kertas, dll.
2. Jasa: Akan tetapi, selain menghasilkan barang, produksi juga mengahsilkan sebuah kemanfaatan kerja (Jasa), contohnya: Guru, penjahit, penulis, dll.

 

C.   Berdasarkan Bidang Produksi[14]

1.    Ekstraktif : adalah kegiatan produksi yang kegiatannya mengumpulkan barang yang telah disediakan oleh alam. Contoh : pertambangan dan perburuan.
2.    Agraris : adalah produksi yang kegiatan utamanya mengolah tanah. Contoh : pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
3.    Industri : adalah kegiatan produksi yang kegiatannya berusaha mengolah bahan mentah menjadi barang jadi. Contohnya : industri mobil, industri rokok dan lain sebagainya.
4.    Perdangan : adalah kegiatan produksi yang bertujuan untuk memindahkan hak milik dari produsen ke tangan keonsumen dengan cara memperjualbelikan. Misalnya, toko, swalayan, importir dan eksportir.
5.    Jasa : adalah produksi yang bertujuan memberikan pelayanan kepada konsumen. Misalnya, rumah sakit, potong rambut, rumah makan, transportasi dan lain sebagainya.

 

D.   Berdasarkan sektor produksi

Landasan dari sektor pruduksi ini tergambar pada tingkat kebutuhan masyarakat terhadap barang tersebut dan urgensitasnya dalam typologi sosial, macam produksi dari sektor produksi ialah sebagai berikut:

1.    Produksi sektor primer : Kegiatan produksi yang menghasilkan bahan dasar dan bahan baku dan kebuthan masyarakat terhadap barang sektor ini, bisa dikatakan sebuah kebutuhan pokok dan bersifat mendesak.
2.    Produksi sektor sekunder : Kegiatan produksi yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, juga dalam tatanan masyarakat barang ini fungsinya bisa diganti dengan barang lain yang kegunaannya sama akan tetapi lebih menguntungkan dalam faktor lain.
3.    Produksi sektor tersier : Kegiatan produksi yang mendukung kegiatan bidang lain dengan cara menyalurkan hasil produksi atau menghubungkan dengan pihak lain. Biasanya produksi ini berupa jasa dan perdagangan.

6.    Pandangan Produksi dari Berbagai Sistem Ekonomi
Dalam ekonomi islam produksi bertitik berat pada bagaimana menciptakan barang yang bermanfaat atau menambang manfaat suatu barang, yang itu semua dapat memenuhi kebutuhan manusia, dengan catatan tidak keluar dari nilai dan norma Islam, yang berorientasi pada Maqashid syariah.

Sedangkan menurut ekonomi kapitalis, produksi ialah mengoalh sumber daya menjadi barang, dalam artian fokus tembaknya bagaimana agar bahan menjadi berguna tinggi, dan dapat meraup untung sebanyak-banyaknya dari modal sedikit, tanpa memperhatikan sekala panjang.

Adapun ekonomi sosialis memandang produksi merupakan proses menghasilkan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan khalayak umum, memperhatikan pemerataan, dan kegiatan ini diatur langsung oleh pemerintah, bagi kaum sosialis sumber daya alam adalah miliki negara dan dikuasai penuh oleh pemerintah.




B.     TEORI DISTRIBUSI
1. Definisi Distribusi
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu factor penting yang tidak boleh diabaikan adalah memilih secara tepat saluran distrbusi (chael of distribution) yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang atau jasa dari produsen ke konsumen.

Distribusi secara bahasa artinya penyaluran (pembagian atau pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat.[15] Adapun secara istilah adalah kegiatan ekonomi yang menjembatani kegiatan produksi dan konsumsi.Berkat distribusi barang dan jasa dapat sampai ke tangan kosumen. Dengan demikian kegunaan barang dan jasa akan lebih meningkat setelah dapat dikonsumsi, sehingga penggunaanya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Kegiatan distribusi akan berjalan dengan lancar jika ditunjang oleh saluran distribusi yag tepat.

Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga atau badan yang memasarkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen.Lebaga-lembaga atau badan tersebut antara pedagang distributor, agen makelar, pengecer dan lain-lain.Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu.Dengan demikian pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan saluran.Saluran distribusi melaksanakan dua kegiatan untuk mecapai tujuan, yaitu mengadakan penggolongan dan mendistribusikannya.Prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi adalah upaya menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat dengan biaya tertentu.

2. Faktor-faktor Distribusi
Produsen harus memperhatikan berbagai macam faktor yang sangat berpengaruh dalam pemilihan saluran distribusi.

Faktor-faktor tersebut antara lain :
(1) pertimbangan pasar,
(2) pertimbangan barang,
(3) pertimbangan perusahaan, dan
(4) pertimbangan perantara.[16]
 1. Pertimbangan Pasar
Karena saluran distribusi sangat dipengaruhi oleh pola pembelian konsumen, maka keadaan pasar ini merupakan faktor penentu dalam pemilihan saluran.
Beberapa faktor pasar yang harus diperhatikan adalah :
(a) konsumen atau pasar industri,
(b) jumlah pembeli potensial,
(c) konsentrasi pasar secara geografis,
(d) jumlah pesanan, dan
(e) kebiasaan dalam pembelian.
2. Pertimbangan Barang
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dari segi barang ini antara lain:
(a) nilai unit,
(b) besar dan berat barang,
(c) mudah rusaknya barang,
(d) sifat teknis,
 (e) barang standar dan pesanan,
(f) luasnya prodct line.
3. Pertimbangan Perusahaan
Pada segi perusahaan, beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:
(a) sumber pembelanjaan,
(b) pengalaman dan kemampuan manajemen,
(c) pengawasan saluran, dan
(d) pelayanan yang diberikan oleh penjual.
4. Pertimbangan Perantara Pada segi perantara, beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:
(a) pelayanan yang diberikan oleh perantara,
(b) kegunaan perantara,
(c) sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen,
(d) volume penjualan, dan
(e) ongkos. [17]
Unsur penting distribusi ada 3,yaitu:
-Penyedia jasa
-Perantara/Interdiary
-Konsumen
Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi adalah sebagai berikukt :
a. Menyalurkan barang dengan tepat waktu.
c. Memilih lokasi perusahaan diantara produsen dan konsumen.
b. Menggunakan sarana distribusi yang murah.
d. Meningkatkan mutu pelayanan.
e. Membeli barang pada produsen yang tepat.

3. Tujuan dan Fungsi Distribusi
Tujuan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh individu atau lembaga ialah sebagai berikut:
a. Menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Barang atau jasa produksi tidak akan ada artinya bila tetap berada di tempat produsen. Barang atau jasa tersebut akan bermanfaat bagi konsumen yang membutuhkan setelah ada kegiatan distribusi.
b. Memercepat sampainya hasil produsen ke konsumen. Tidak semua barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dapat dibeli secara langsung dari produsen.Aada barag-barang ayau jasa tertentu yang memerluka kegiatan penyaluran atau distribusi dari produsen ke konsumen agar konsumen mudah untuk mendapatkanya.[18]
c. Tercapainya pemerataan produksi.
d. Menjaga kesinambungan produksi. Produsen atau perusahaan membuat barang dengan tujuan dijual untuk memperoleh keuntungan. Dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk melakukan proses produksi kembali sehigga kelangsungan hidup perusahaa tetap terjamin.
e. Memperbesar dan meningkatkan kualitas dan kuantitas ptoduksi.
f. Meningkatkan nilai guna barang atau jasa.
Adapun fungsi utama distribusi adalah:
a. Pengangkutan (Transportasi).
b. Penjualan (selling).
c. Pembelian (Buying).
d. Penyimpanan (Stooring).
e. Pembakuan standar Kualitas Barang.
f. Penanggungan Risiko.

4. Macam-macam Distribusi
Distribusi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a.     Distribusi laangsung (jangka panjang)
Sistem distribusi atau kegiatan menyalurkan barang yang tidak menggunakan saluran distribusi.Jadi, produsen langsung berhunubungan dengan pembeli atau konsumen. Contohnya: Penyaluran hasil pertanian oleh pertanian ke pasar langsung.
b.    Distribusi semi lagsung
Penyaluran barang dari produsen kepada konsumen melalui perantaraan tetapi perantaraan masih milik produsen sendiri.Menjual barang hasil produksiya melalui toko milik produsen sendiri.
c.     Distribusi tidak langsung
Kegiatan menyalurkan barang dan jasa melalui pihak-pihak lain atau badan perantara seperti agen, makelar, took, atau pedagang eceran. Berikut adalah cara-cara menyalurkan barang atau jasa.[19]
a. Penyaluran barang atau jasa melalui pedagang.
b. Penyaluran barang atau jasa melalui koperasi.
c. Penyaluran barang atau jasa melalui took milik produsen sendiri.
d. Penyaluran barag atau jasa melalui penjualan di tempat tertentu yag ditetapkan pemerintah
Faktor yang mempengaruhi produsen memilih dan menentukan saluran distribusi, yaitu:
a. Sifat barang dan jasa yang diperjualkan.
b. Daerah penjualan.
c. Modal yang disediakan, yang terkait dengan hak dan kewajiban dalam penjualan barang.
d. Alat komunikasi
e. Biaya angkutan.
f. Keuntungan.

4. Distribusi dalam Islam
Diakui bahwa distribusi merupakan bagian terpentig dalam ekonomi. Sebab itu menurut Qardawi4, diantara penulisan ekonomiislam berpendapat bahwa distribusi merupakan hal pokok yang harus diperhatikan. Sistem ekonomi yang berbasis islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi berkebebasan dan keadilan kepemilikan.
Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai oleh nilai-lai agama dan keadilan tidak seperti penahanan kaum kapitalisyang menyatakanya sebagai tindakan membbaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya.Keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat lainya.Keberadilan dalam pendistribusian ini tercamin dari larangan dalam Al-Qur’an agar harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Menurut Yusuf Qardhawi ada empat aspek terkait keadilan distribusi, yaitu:
a. Gaji yag setara bagi para pekerja.
b. Profit atau keuntugan untuk pihak yang menjalankan usaha atau yang melakukan perdagangan melalui mekanisme mudharabah maupun musyarakah.
c. Biaya sewa tanah serta alat produksi lainya.
d. Tanggung jawab pemerintah terkait peraturan dan kebijakanya.


Prinsip dan Tujuan dalam Islam
Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para pedagang yang berjualan di mukabumi mencari sebagan dari karunia Allah Swt, dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas prinsip-prnsip sebagai berikut:
a. Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
b. Antara dua peyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijab Kabul dalam akad-akad.
c. Tetap berpengaruhya rasa cinta dan lemah lembut.
d. Jelas dan Jauh dari perselisihan.

Adapun tujuan distribusi dalam ekonomi Islam adalah[20]:
a. Tujua dakwah Dalam hal ini dakwah kepada Islam dan meyatukan hati kepadanya.
b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti surat At-Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karimah.
c. Tujuan social Memenuhi kebutuha masyarakat serta keadila dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.[21]
d. Tujuan ekonomi Pengembangan harta dan persembelihanya, memberdayakan SDM, kesejahtraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.

Etika Distribusi dalam Islam
a. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b. Transfaran dan kondisi barangnya halal serta tidak membahayakan.
c. Adil dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang Islam.
d. Tolong-menlong, toleransi dan sedekah.
e. Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f. Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
g. Larangan ihktikar, intikar karena akan menyebabkan kenaikan harga.
h. Mecari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang semaksimal mungkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.
i. Distribusi kekayaan yang meluas. Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.



C.  TEORI KONSUMSI
Aktivitas ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah adanya konsumsi dan konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti produksi/produsen, distribusi/ditributor dan lain-lain. Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melakukan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam
1. Arti dan Tujuan Konsumsi
Nilai ekonomi tertinggi dalam Islam adalah falah atau kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat yang meliputi material, spritual, individual dan sosial. Kesejahteraan itu menurut Al Ghazali adalah mashlaha (kebaikan). Karena itu, falah adalah manfaat yang diperoleh dalam memenuhi kebutuhan ditambah dengan berkah (falah = manfaat + berkah). Jadi yang menjadi tujuan dari ekonomi Islam adalah tercapainya atau didapatkannya falah oleh setiap individu dalam suatu masyarakat. Ini artinya dalam suatu masyarakat seharusnya tidak ada seorangpun yang hidupnya dalam keadaan miskin.
Dalam upaya mencapai atau mendapatkan falah tersebut, manusia menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan atau upaya mencapai falah menjadi masalah dasar dalam ekonomi Islam. Mendapatkan falah dapat dilakukan melalui konsumsi, produksi dan distribusi berdasarkan syariat Islam. Hal itu berarti bahwa setiap aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi, produksi dan distribusi harus selalu mengacu pada fiqih Islam, mana yang boleh, mana yang diharamkan dan mana yang dihalalkan. Eksistensi keimanan dalam prilaku ekonomi Islam manusia menjadi titik krusial termasuk dalam konsumsi, produksi maupun distribusi.
Pengertian konsumsi dalam ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Dasar prilaku konsumsi itu antara lain :
ْ





Berdasarkan ayat Al Qur’an dan Hadist di atas dapat dijelaskan bahwa yang dikonsumsi itu adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan (secukupnya). Tujuan mengkonsumsi dalam Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan memaksimalkan kepuasan (maximum utility) seperti di dalam ekonomi konvensional. Utility merupakan kepuasan yang dirasakan seseorang yang bisa jadi kontradiktif dengan kepentingan orang lain. Sedang-kan maslahah adalah kebaikan yang dirasakan seseorang bersama pihak lain.
Dalam memenuhi kebutuhan, baik itu berupa barang maupun dalam bentuk jasa  atau konsumsi, dalam ekonomi Islam harus menurut syariat Islam. Konsumsi dalam Islam bukan berarti “memenuhi” keinginan saja, tetapi harus disertai dengan “niat” supaya bernilai ibadah. Dalam Islam, manusia bukan homo economicus tapi homo Islamicus. Homo Islamicus yaitu manusia ciptaan Allah SWT yang harus melakukan segala sesuatu sesuai dengan syariat Islam, termasuk prilaku konsum-sinya.
Dalam ekonomi Islam semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan merupakan ibadah, termasuk konsumsi. Karena itu menurut Yusuf Qardhawi (1997), dalam melakukan konsumsi, maka konsumsi tersebut harus dilakukan pada barang yang halal dan baik dengan cara berhemat (saving), berinfak (mashlahat) serta men-jauhi judi, khamar,gharar dan spekulasi. Ini berarti bahwa prilaku konsumsi yang dilakukan manusia (terutama Muslim) harus menjauhi kemegahan, kemewahan, kemubadziran dan menghindari hutang. Konsumsi yang halal itu adalah konsumsi terhadap barang yang halal, dengan proses yang halal dan cara yang halal, sehingga akan diperoleh man-faat dan berkah.
Parameter kepuasan seseorang (terutama Muslim) dalam hal konsumsi tentu saja parameter dari definisi manusia terbaik yang mempunyai keimanan yang tinggi, yaitu memberikan kemanfaatan bagi lingkungan. Manfaat lingkungan ini merupakan amal shaleh. Artinya dengan mengkonsumsi barang dan jasa selain mendapat manfaat dan berkah untuk pribadi juga lingkungan tetap terjaga dengan baik bukan sebaliknya. Lingkungan disini menyangkut masyarakat dan alam. Menyangkut masya-rakat, maka setiap Muslim dalam mengkonsumsi tidak hanya memperhatikan kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan orang lain tetangga, anak yatim dan lain sebagainya.
Mengkonsumsi barang dan jasa merupakan asumsi yang given karena sekedar ditujukan untuk dapat hidup dan beraktifitas. Maksudnya bahwa konsumsi dilakukan agar manusia tetap hidup, bukan hidup untuk meng-konsumsi. Dalam memenuhi tuntutan konsumsi, setiap orang diminta untuk tetap menjaga adab-adab Islam dan melihat pengaruhnya terhadap kesejahteraan masa depan.


2. Fungsi Konsumsi
Dalam ekonomi Islam, setiap aktivitas konsumsi, bagi semua orang akan selalu menghadapi kendala. Kendala utama yang dihadapi dalam melakukan konsumsi adalah:
1) anggaran
2) berkah minimum,
3) Israf dan moral Islam.
Denga kendala tersebut, maka setiap orang akan selalu berusaha untuk memaksimalkan maslahah dari kegiatan konsumsinya. Dengan kendala tersebut, maka fungsi konsumsi Islami adalah fungsi maslahah yang secara umum (Ikhwan A. Basri. 2009) adalah sebagai berikut:
Fungsi konsumsi = fungsi maslahah:
M = m + (Mf, B)Yd
M = m + Mf Yd + B Yd
    M  = maslahah dalam berkonsumsi
    m  = konsumsi rata-rata = kebutuhan dasar
   Mf = manfaat
    B   = berkah atau amal saleh
   Yd = pendapatan halal personal (pendapatan halal yang siap dibelanjakan)
Berdasarkan fungsi konsumsi di atas, maka seseorang atau suatu rumahtangga akan berupaya memaksimalkan maslahanya dalam setiap melakukan aktivitas konsumsi. Memaksimalkan maslaha dalam arti dapat memenuhi kebutuhan dasar dan sekaligus meningkatkan manfaat dan berkah. Dengan makin tingginya manfaat dan berkah akan semakin tinggi amal saleh yang didapatkan oleh seseorang atau suatu rumahtangga.
Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan adalah ibadah, maka konsumsi merupakan aktivitas ibadah. Menyangkut ibadah ini, maka setiap orang atau rumah tangga secara umum dapat dibedakan dalam 2 (dua) katergori, yaitu:
1). Orang atau rumah tangga yang ber-Iman tinggi
2). Orang atau rumah tangga yang ber-Iman rendah
3. Prilaku Konsumsi Islami
Dalam melakukan kegiatan konsumsi, Islam telah mengaturnya secara baik. Prilaku konsumsi Islami membedakan konsumsi yang dibutuhkan (needs) yang dalam Islam disebut kebutuhan hajat dengan konsumsi yang dinginkan (wants) atau disebut syahwat. Konsumsi yang sesuai kebutuhan atau hajat adalah konsumsi terhadap barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan untuk hidup secara wajar. Sedangkan konsumsi yang disesuai dengan keinginan atau syahwat merupakan konsumsi yang cenderung berlebihan, mubazir dan boros.
Dalam melakukan konsumsi yang bersifat me-menuhi keinginan (wants) atau syahwat adalah konsumsi yang kurang bahkan tidak mempertimbangkan;
1) Apakah yang dikonsumsi tersebut ada maslahanya atau tidak
2) Tidak mempertimbangkan norma-norma yang disyariat-kan dalam Islam.
3) Kurang atau tidak mempertimbangkan akal sehat.
Konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan atau konsumsi yang disebut hajat merupakan konsumsi yang betul-betul dibutuhkan untuk hidup secara wajar dan memperhatikan maslahatnya. Artinya konsumsi tersebut dilakukan karena barang dan jasa yang dikonsumsi mempunyai maslahat dan dibutuhkan secara riil serta memperhatiakan normanya. Mempunyai mashlahat itu artinya bahwa barang dan jasa yang dikonsumsi mem-berikan manfaat untuk kehidupan dan berkah untuk hari akhirat.
Konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan atau konsumsi yaang bersifat hajat ini dapat pula dibagi dalam 3 (tiga) sifat (Mustafa Edwin dkk. 2006) yaitu:
1)      Kebutuhan (hajat) yang bersifat dhoruriyat yaitu kebutuhan dasar dimana apabila tidak dipenuhi maka kehidupan termasuk dalam kelompok fakir seperti sandang, pangan, papan, nikah, kendaraan dan lain lain.
2)      Kebutuhan (hajat) yang bersifat hajiyaat yaitu pemenuhan kebutuhan (konsumsi) hanya untuk mempermudah atau menambah kenikmatan seperti makan dengan sendok. Kebutuhan ini bukan merupakan kebutuhan primer.
3)      Kebutuhan (hajat) yang bersifat tahsiniyat yaitu kebutuhan di atas hajiyat dan di bawah tabzir atau kemewahan
Selain hal-hal di atas yang harus diperhatikan oleh konsumen dalam aktivitas konsumsi, ada hal-hal lain yang juga perlu menjadi perhatian. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalm konsumsi yaitu;
1) Memenuhi kebutuhan diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat baru orang yang memerlukan bantuan.
2)   Penuhi dulu dhoruriyat, hajiyat kemudian baru tahsi-niyat.
3) Pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga dan mereka yang memerlukan bantuan sebatas kemampuan finansialnya.
4)  Tidak boleh mengkonsumsi yang haram.
5) Melakukan konsumsi yang ideal yaitu antara bathil dan mengumbar (berlebih-lebihan).

4.    Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Islam  
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah. Menurut Imam Shatibi  istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara yang paling utama.
Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia dimuka bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992).  Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni: AGAMA, kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan unsur-unsur keberkahan.
Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islam, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.  Adapun sifat- sifat maslahah sebagai berikut :Maslahah bersifat subjektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu.Maslahah orang per orang akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal dimana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi.

Formulasi Maslahah:
•M= F(1+βip)ᵟᵞ
F = Manfaat Fisik
βi = frekuensi kegiatan
p  = pahala per unit kegiatan
•ᵞ = 0 < ᵞ < 2 ; jk konsumen menyukai mashlahah nilai ᵞ = 1 atau lebih, jika tdk suka mashlahah ᵞ kurang dari 1
•Preferensi terhadap mashlahah mampu memperpanjang horizon preferensi/ memperpanjang rentang kegiatan
•Pada ᵞ = 0 = tidak ada preferensi terhadap maslahah = besarnya Marginal Maslahah semakin menurun dengan cepat
•Penurunan Marginal Maslahah semakin lamban saat preferensi terhadap mashlahah semakin meningkat. Makna lain adalah semakin konsumen peduli terhadap berkah (yakin dengan imbalan pahala), maka ia tidak  mudah jenuh/bosan dengan apa yang dikonsumsinya, meski secara fisik tidak lagi melihat adanya manfaat.
•Keberadaan berkah akan memperpanjang rentang dari suatu kegiatan konsumsi
•Konsumen yang merasakan adanya mashlahah dan menyukainya akan tetap rela melakukan suatu kegiatan meski manfaat fisik dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak ada

Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang yang cenderung mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual, yang kemudian membentuk kecenderungan prilaku konsumsi di pasar. Tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi yaitu:
•Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.
•Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinganan yang bersifat individualistis.
•Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi oleh nilai-nilai individualistis (selfishness), ego, keinginan dan rasionalisme.
Batasan Konsumsi
•Batasan konsumsi dalam islam tidak hanya memperhatikan aspek halal-haram saja tetapi termasuk pula yang diperhatikan adalah yang baik, cocok, bersih, sehat, tidak menjijikan. Larangan israf dan larangan bermegah-megahan.
•Begitu pula batasan konsumsi dalam syariah tidak hanya berlaku pada makanan dan minuman saja, tetapi juga mencakup jenis-jenis komoditi lainya. Pelarangan atau pengharaman konsumsi untuk suatu komoditi bukan tanpa sebab. Pengharaman untuk komoditi karena zatnya memiliki kaitan langsung dalam membahayakan moral dan spiritual.
Konsumsi sosial
•Konsumsi dalam islam tidak hanya untuk materi saja tetapi juga termasuk konsumsi sosial yang terbentuk dalam zakat dan sedekah. Dalam al-Qur’an dan hadits disebutkan bahwa pengeluaran zakat sedekah mendapat kedudukan penting dalam islam. Sebab hal ini dapat memperkuat sendi-sendi social masyarakat.

•Dalam Islam, asumsi dan aksioma yang sama (komplementer, substitusi, tidak ada keterikatan), akan tetapi titik tekannya terletak pada halal, haram, serta berkah tidaknya barang yang akan dikonsumsi sehingga jika individu dihadapkan pada dua pilihan A dan B maka seorang muslim (orang yang mempunyai prinsip keislaman) akan memilih barang yang mempunyai tingkat kehalalan dan keberkahan yang lebih tinggi, walaupun barang yang lainnya secara fisik lebih disukai

Perilaku konsumsi Islam berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis perlu didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan yang mengintegrasikan keyakinan kepada kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini. Bekerjanya invisible hand yang didasari oleh asumsi rasionalitas yang bebas nilai tidak memadai untuk mencapai tujuan ekonomi Islam.

5.    Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Konvensional
Teori Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih diantara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang dimilikinya.
Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh penguasa, adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya. Oleh pengikutnya, John Stuart Mill dalam buku On Liberty yang terbit pada 1859, paham ini dipertajam dengan mengungkapkan konsep ’freedom of action’ sebagai pernyataan dari kebebasan- kebebasan dasar manusia. Menurut Mill, campur tangan negara didalam masyarakat manapun harus diusahakan seminimum mungkin dan campur tangan yang merintangi kemajuan manusia merupakan campur tangan terhadap kebebasan-kebebasan dasar manusia, dan karena itu harus dihentikan. Lebih jauh Mill berpendapat bahwa setiap orang didalam masyarakat harus bebas untuk mengejar kepentingannya dengan cara yang dipilihnya sendiri, namun kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan orang lain; artinya kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian bagi orang lain.

Dasar filosofis tersebut melatarbelakangi analisis mengenai perilaku konsumen dalam teori ekonomi konvensional:
–Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan.
–Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat.
–Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan.
–Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
–Konsumen tunduk kepada hukum Berkurangnya Tambahan Kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil  tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut (P), maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar  dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi yang optimal  adalah jumlah dimana MU = P
Kepuasan dan prilaku konsumen konvensional dipengaruhi oleh hal-hak sebagai berikut :
•Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi. Kemampuan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
•Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Daya beli dari income konsumen dan ketersediaan barang dipasar.
•Kecenderungan Konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama, adat istiadat.
Fungsi utility
•Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif (gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan meningkat atau menurunnya utilitas, dan kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam koridor dari usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang.
•Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve). Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara dua barang (atau jasa) yang keduanya memang disukai konsumen.
•Tujuan aktifitas konsumsi adalah memaksimalkan kepuasan (utility) dari mengkonsumsi sekumpulan barang/jasa yang disebut ’consumption bundle’ dengan memanfaatkan seluruh anggaran/ pendapatan yang dimiliki. Secara matematis hal itu ditunjukan dengan persoalan optimalisasi:
Max U = U1 + U2 + U3 + … + Un
Dengan kendala : I = P1X1 + P2X2 + P3X3 + …….. + PnXn
dimana :

U      =    total kepuasan
Un,    =    kepuasan dari mengkonsumsi barang n
Pn    =    harga barang n
Xn,   =    banyaknya barang n yang dikonsumsi
I       =    total pendapatan
Komposisi barang-barang yang dikonsumsi oleh konsumen akan stabil atau berada pada keseimbangan manakala tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap jenis barang per satuan harga adalah sama. Jika ada suatu barang yang memberi tambahan kepuasan lebih tinggi per satuan harganya, maka konsumen akan memperbanyak konsumsi barang tersebut dan otomatis mengurangi konsumsi barang lain. Dengan demikian belum tercapainya komposisi konsumsi yang stabil. Kestabilan atau keseimbangan konsumen tercapai manakala :

MUx = MUx = …… = MUi
——-    ——-             ——
Px          Py                  Pi

Asumsi sentral dalam teori ekonomi mikro neoklasik adalah manusia berperilaku secara rasional. Sistem kapitalisme tidak dapat hidup tanpanya. Dalam banyak hal, rasionalitas seringkali memaksa adanya penyederhanaan-penyederhanaan masalah, yang kemudian direkayasa menjadi suatu model.
Model adalah penyederhanaan masalah-masalah ekonomi dengan tujuan agar kita dapat memahami, melakukan prediksi, merancang kebijakan. Begitu banyak asumsi yang tidak realistis didalam sebuah model, sehingga sebuah tingkat kesalahan tertentu merupakan suatu yang tidak terelakkan. Adanya rasa maklum atas kesalahan yang berada diluar jangkauan rasionalitas menunjukkan bahwa masyarakat ilmiah modern menyakini keterbatasan rasionalitas.
Hal itulah yang dikenal dengan ”beyond rationality”. Beyond rationality tidak sama dan tidak identik dengan irrationality.

Perilaku konsumsi Islam berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan, mengintegrasikan keyakinan kepada kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini. Bekerjanya invisible hand yang didasari oleh asumsi rasionalitas yang bebas nilai tidak memadai untuk mencapai tujuan ekonomi Islam.


BAB III
PENUTUP
Islam sebagai agama sempurna telah mengatur lengkap proses-proses ekonomi itu berkembang, bahkan ekonomi islam digadang-gadang menjadi sistem ekonomi solutif dari problematika dari dua sistem ekonomi lainnya. Ekonomi islam yang diprimadonakan itu sebenarnya menitik beratkan pada Maqashid syariah, baik itu roda produksi, distribusi maupun konsumsi, selalu mengacu pada al-Maslahah al-‘ammah, dan ketiga teori diatas menjadi penting ketika semuanya seimabnag. “Seimbang dalam produksi, simbang dalam distribusi dan seimabang dalm konsumsi”, itulah kata kunci pertumbuhan ekonomi. Para penulis berharap Teori ini bukan sekedar teori, tapi ialah sebuah kemanfaatan teori.










DAFTAR PUSTAKA
Alquranul Karim
Dawabah, Asyraf Muhammad. Al-Iqtishad Al-Islami; Madkhal wa Manhaj, Kairo: Darussalam,2010
Al-Misry, Rafiq Yunus. Ushul Al-Iqtishad Al-Islamy, Damaskus: Darul Qalam 2012
Al-Qadhawi, Yusuf. Daurul Qiyam wal Akhlaq Fi Al-Iqtishad Al-Islamy, Kairo: Maktabah Wahbah, 2008
Mahmud, Ali Abdul Halim. At-Tarbyiah Al-Iqtishadiyah Al-Islamiyah, Kairo: Dar At-Tauzi’ wa An-Nasyr Al-Islamiyah, 2002
Al-Ali, Sholih Hamid. Ma’alim Al-Iqtishad Al-Islamy, Damaskus: Al-Yamamah, 2006
Hidayat,Rahmat. 2015. “Pengertian dan macam-macam faktor produksi”. http://www.kitapunya.net/2015/08/pegertian-macam-macam-faktor-produksi.html/
Cucuk Rustandi. 2013. “Solusi kendala Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Hal Pemasaran”. http://pendekarinternetmarketing.com/solusi-kendala-usaha-kecil-menengah-ukm-dalam-hal-pemasaran/










[1] http://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/الإنتاج/
[2] Asyraf Muhammad Dawabah, Al-Iqtishad Al-Islami; Madkhal wa Manhaj, (Kairo: Darussalam, 2010) Cet. Ke-1 hal.105
[3] Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyatul Al-Iqtishadiyah Al-Islamiyah, (Kairo: Dar At-Tauzi’ wa An-Nasyr Al-Islamiyah, 2002) Hal. 52
[4] Asyraf Muhammad Dawabah, Op. Cit., hal.105

[5] Ibid., hal. 169
[6] Rafiq Yunus Al-Mishry, Ushul Al-Iqtishad Al-islami (Damaskus: Dar Al-kalam, 2012) Cet.Ke-6, hal 102
[7] Yusuf Al-Qardlawi, Darul Qiyam wal Akhlak Fi Al-Iqtishad Al-Islami (Kairo, Maktabah Wabah, 2008) Cet. Ke-3, hal.139
[8] Rahmat Hidayat, Pengertian dan macam-macam faktor produksi. http://www.kitapunya.net/2015/08/pegertian-macam-macam-faktor-produksi.html/ diakses pada tanggal 25 september 2015
[9] Shalih Hamid Al-Ali, Ma’alim Al-Iqtishad Al-Islami (Damaskus: Al-Yamamah, 2006) Cet. Ke-1, hal 286
[10] Asyraf Muhammad Dawabah, op.cit., hal.134, dikutip dari Abdus Salam Dawud Al-Ibadi dalam bukunya, Al-Milkiyah Fi Al-Syari’ah AL-Islamiyah
[11] Rafiq Yunus Al-Misry, op.cit., hal.113
[12] Cucuk Rustandi. 2013, Solusi kendala Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Hal Pemasaran. http://pendekarinternetmarketing.com/solusi-kendala-usaha-kecil-menengah-ukm-dalam-hal-pemasaran/, diakses pada 25 September 2015
[13] Shalih Hamid Al-Ali, Op. Cit., hal. 287
[14] Rahmat Hidayat, Empat jenis kegiatan produksi, http://www.kitapunya.net/2015/08/empat-jenis-jenis-kegiatan-produksi.html/ diakses pada tanggal 24 September 2015.
[15]  Ahmad Jazili (2000), buku distribusi, h. 50.[15]
[16] yusuf Qardawi-ahklaq fil iqtisodil islamm h. 34
[17] Abd Ar-Rahman Ajaziri (2004), op.cit, j.II. h. 227
[18] Syafi’I Antonio (2005), prinsip-prinsip ekonomi, h. 97.
[19] Ahmad Hasan-Auroq naqdiyah fiqtisodil Islam 414
[20] Adiwarman karim (2009) Ekonomi Marko Islam, op.ct h. 36
[21] Kholil nafis (1994) teori ekonomi Islam , op.ct. h. 27





DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang........................................................................................................... 2
2.      Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
3.      Maksud dan Tujuan Penulisan................................................................................... 2
4.      Metode Penulisan.......................................................................................................            3
BAB II: PEMBAHASAN
A.    Teori  Produksi
1. Definisi Produks......................................................................................................... 3
2. Tujuan Produksi.......................................................................................................... 4
3. Faktor-faktor Produksi............................................................................................... 4
4. Kendala dalam Produksi dan Solusinya..................................................................... 6
5. Macam-macam Produksi............................................................................................  7
6. Pandangan Produksi dari Berbagai Sistem Ekonomi................................................. 9
B.     Teori Distribusi
1. Definisi Distribusi......................................................................................................  9
2. Faktor-faktor Distribusi.............................................................................................. 10
3. Tujuan dan Fungsi Distribusi.....................................................................................  11
4. Macam-macam Distribusi..........................................................................................  12
5. Distribusi dalam Islam...............................................................................................  13
C.     Teori Konsumsi
1.      Arti dan Tujuan Konsumsi......................................................................................   15
2.      Fungsi Konsumsi ....................................................................................................  16
3.      Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Islam....................................................   18
4.      Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Konvensional.......................................  20
BAB III: PENUTUP............................................................................................................  22
DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Sponsor