BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Islam bukan hanya aqidah, juga bukan hanya agama, tapi islam ialah aqidatan
wa syari’atan, dinan wa daulatan. Islam telah menjadi rahmat bagi setiap
manusia secara global, terlebih para pemeluknya.Yang diajarkan islam bukan
hanya ibadah dan sunnah, bukan hanya berkutat pada shalat, wudlu, berdzikir dan
ibadah lainnya, akan tetapi cakupan
islam begitu menyeluruh; politik, sosial, budaya, sejarah, dan termasuk juga
ekonomi.
Membincang ekonomi berarti membicarakan sistem, berbicara sistem
tentu mengupas teori. Telah kita ketahui bersama dalam ekonomi memiliki tiga
teori pokok yaitu Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Ketiganya merupakan mata
rantai yang tak terpisah dan berkaitan satu sama lain. Tiga kegiatan diatas
merupakan wajah sebuah perekonomian, cantik dan tidak, maju dan mundurnya suatu
ekonomi bisa tergambar dengan tiga kegiatan tersebut.
Produksi sebagai batu pertama dalam ekonomi, tentunya menjelma
sebagai hal terpenting dari ketiga teori tersebut. Berjalannya Distribusi dan
Konsumsi akan mustahil tanpa adanya barang dan jasa, sedangkan terbentuknya
barang dan jasa ialah hasil dari Produksi.
Akan tetapi jika hanya berhenti dalam produksi, hasil dari produksi
itu tidak memiliki nilai dan manfaat sedikitpun, maka dari itu, menjadi penting
keseimbangan didalam ketiga alur ekonomi tersebut. Untuk itu , para penyusun mencoba
mengupas ketiga teori tersebut, meski dengan terbatasnya pengetahuan dan
pengalaman.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa definis produksi, distribusi dan konsumsi?
2.
Apa tujuan dari produksi, distribusi dan konsumsi?
3.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, distribusi dan
konsumsi?
4.
Ada berapa macam-macam produksi, distribusi dan konsumsi?
5.
Bagaimana perbandingan ketiga sistem ekonomi (Islam, kapitalis dan
sosialis) dalam produksi, distribusi dan konsumsi?
3.
Maksud dan tujuan penulisan
1.
Pemenuhan tugas dari kajian PAKEIS 2015
2.
Peserta kajian mampu menganalisa definisi produksi, distribusi dan
konsumsi.
3.
Peserta kajian mampu mengenali faktor-faktor penunjang dan
penghambat ekonomi.
4.
Peserta kajian bisa menggolong-golongkan produksi dengan cara
membedakan macam-macam produksi, distribusi dan konsumsi.
5.
Peserta kajian dapat membandingkan produksi, distribusi dan
konsumsi dalam ketiga sistem ekonomi (Islam, kapitalis dan Sosialis).
4.
Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan cara mengumpulakn bahan/data/materi,
baik itu dari studi pustaka, kemudian disusun dan disajikan dalam bentuk
penulisan kembali secara sistematis. Namun acap kali dibarengi dengan hasil
kesimpulan penulis dan gagasan penulis semi obyektif. Adapun metode pencarian
bahan sebagai berikut:
1.
Mengumpulkan data dengan membaca buku, makalah dan artikel yang
berkaitan dengan pembahasan.
2.
Berdiskusi dengan pembingbing ataupun pihak yang berkompeten
lainya.
3.
Pengalaman dan pandangan alam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEORI PRODUKSI
1.
Definisi Produksi
Produksi dalam bahasa arab adalah الإنْتاجُ, merupakan bentuk masdar
dari أنتجَ يُنتج, yang dalam Mu’jam
Alma’ani[1]
memiliki arti menciptakan sesuatu dari sesuatu yang lain atau seseuatu yang
dibuat pekerja dari berbagai bahan dasar.
Agar lebih mencerna definisi produksi, coba amati tabel berikut dan
contreng yang termasuk dalam kegiatan produksi:
01
|
Membuat makalah
|
|
02
|
Menulis makalah
|
|
03
|
Membaca makalah
|
|
04
|
Mempresentasikan makalah
|
|
05
|
Merevisi makalah
|
|
Banyak yang memahami jika produksi merupakan kegiatan menghasilakan
barang dan jasa saja, apa hal demikian dikatakan benar?, tentunya benar, hanya
saja perlu adanya penyempurnaan, karena “Menurut ekonom konvensional, produksi
ialah menciptakan dan menambahkan kemanfaatan (barang dan jasa)”[2].
Menurut para pakar ekonom menyebutkan, “(Produksi adalah) kegiatan
untuk menghasilakan hal-hal yang bermanfaat”)[3].
Sedangkan menurut Dr. Asyraf Muhammad Dawabah. “Produksi ialah menciptakan atau
menambah nilai guna yang dapat memenuhi kebutuhan manusia yang bermacam-macam
atas barang dan jasa pada waktu tertentu”[4].
Dari defnisi diatas, kita dapat memunculan dua poin dalam definisi
kegiatan produksi, yaitu: Menciptakan atau mengahsilkan barang dan jasa, dan Penambahan
guna barang dan jasa.
2.
Tujuan Produksi
Dalam
kehidupan, yang namanya tujuan merupakan hal yang sangat penting. Lagi-lagi
kita harus menyadari betapa islam peduli dengan hal ini (tujuan) atau dalam
bahasa sederhana disebut dengan “Niat”, ini bisa dibuktikan dalam sabda nabi
yang berarti: “Segala pekerjaan (harus) dengan niat”.
Adapun kegiatan
produksi memiliki tujuan “Untuk memberikan banyak kecukupan dalam barang dan
jasa, agar terealisasinya “Hayat At-tayyibah” yang dianjurkan oleh islam
untuk semua manusia”[5].
Mengacu dari tujuan
diatas, ada beberapa hal yang bisa
diperinci dalam tujuan produksi, yaitu sebagai berikut:
1.
Memenuhi kebutuhan manusia
2.
Menjamin kehidupan yang layak
3.
Mencari laba atau keuntungan
Ditambah:
4.
Menunjukan karya
5.
Menjaga kesetabilan rantai kehidupan
6.
Menambah kemanfaatan barang dan jasa
3.
Faktor-faktor Produksi
Yang dimaksud dengan faktor produksi di sini ialah faktor-faktor
yang mempengaruhi terciptanya usaha
produksi dan tidak akan bisa berproduksi sebelum faktor-faktornya terpenuhi.
Dalam teori konvensional, faktor-faktor produksi terdiri dari dua
macam yaitu ekstraktif berupa sumber daya alam (SDA), dan agraris (tanah).
Sedangkan menurut Dr. Rafiq Yunus
Al-Mishry faktor produksi di kelompokkan menjadi dua yaitu[6]:
1.
Faktor Mustaqillah (Ada dengan sendirinya)
Faktor Mustaqillah terdiri dari tiga faktor:
a.
Tanah
b.
Kerja
c.
Harta
2.
Faktor Ta’biah (Mengikut pada yang lain/Kondisional)
Faktor Ta’biah terdiri dari dua faktor:
a.
Resiko/Bahaya
b.
Timing
Dari Faktor-faktor diatas, dapat kita analisa bahwa faktor Mustaqillah
merupakan faktor dasar yang pemenuhannya berpengaruh besar dalam produksi, seperti:
a.
Tanah
Perintah untuk memanfaatkan tanah dan menghidupkan tanah yang mati,
merupakan wujud islam dalam mengenalkan tanah sebagai faktor produksi, dalam
firman Allah SWT. berbunyi:
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيها
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya” (QS. Hud: 61)
Dan sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi:
من أحيى أرضا ميتة فهي له
“Barang siapa yang menghidupkan lahan yang mati maka (tanah)itu
miliknya” (HR. Bukhari)
b. Kerja
Untuk menghasilakan barang dan jasa, tentu membutuhkan kerja, baik itu mengolah sumber daya alam,
mengoalah barang setengah matang, memafaatkan barang yang tak berguna dll.
Menurut Yusuf Al-Qardlawi kerja merupakan faktor paling penting dalam kegiatan produksi. Karena dengan adanya modal
yang besar, sumber daya alam, dan teknologi, ketiganya
tidak dapat meralisasikan produksi tanpa dibarengi etos kerja yang maksimal.[7]
Macam-macam tenaga kerja[8]:
1. Berdasarkan sifat
kerja
a. Ternaga kerja jasmaniah
: tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan fisik (otot), seperti tukang becak,
tukang batu, sopir dan penjaga malam.
b. Tenaga kerja rohaniah :
tenaga kerja yang didasarkan perasaan atau pikiran : guru, peneliti, pengacara,
penceramah dan lain lain.
2. Berdasarkan kualitas kerja
a. Tenaga kerja terdidik : Tenaga yang memerlukan pendidikan sebelum
berperan dalam kegiatan produksi. Contoh, dokter, guru, dokter.
b. Tenaga kerja terlatih : Tenaga kerja yang sebelumnya harus mengkuti
latihan terlebih dahulu sebelum mengikuti proses produksi. Contoh : sopir,
penjahit, montir, dan lain sebagainya.
c. Tenaga kerja kasar atau tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih :
Tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan atau pelatihan terlebih dahulu,
seperti kuli bangunan, pesuruh, tukang parkir, tukang sapu dan lain sebagainya.
Sedangkan faktor Tabi’ah ialah faktor yang tanpa perlu disediakan,
ada dengan sendirinya. Resiko contontohnya, dalam usaha produksi sudah menjadi
hal lumrah bangkrut, gagal produksi, bencana alam, dll., yang ini semua menjadi faktor penghambat produksi.
Begitu dengan halnya dengan waktu, tanpa disediakan, waktu akan
mengikuti faktor-faktor diatas, sama halnya kapan menyediakan harta (modal),
kapan dimualai kerja, kapan tanah siap produksi dan lain sebagainya.
Dan tidak kalah pentingnya, “sebagian ekonom islam menyebutkan
bahwa Takwa menjadi salah satu faktor penting, selain kerja dan kekayaan”.[9]
c.
Harta
Ibarat berjualan bakso keliling, harta adalah roda gerobak, kita
sudah meiliki tanah berupa gerobak, dan memiliki kerja dengan adanya tukang
bakso, tapi penjual bakso tak mampu berjualan keliling tanpa adanya roda dalam
gerobaknya. Begitupun produksi tak akan terpenuhi dengan adanya harta.
Menurut mayoritas ulama, harta ialah semuayang mengandung nilai
materi di mata manusia, dan diperbolehkan oleh syariat untuk memanfaatkannya
dalam kondisi normal[10].Islam
mengajarkan umatnya untuk ‘memutar’ harta. Islam juga melarang untuk membiarkan
harta, seperti halnya membiarkan tanah yang tidak diolah, menimbun
barang-barang untuk tidak dikonsumsi, dan mendiamkan uang untuk tidak
dipergunakan[11].
Dalam Ekonomi, harta memilik dua fungsi pokok, sebagian masuk pada
akomodasi dalam distribusi dan sebagi modal dalam produksi.
4.
Kendala dalam Produksi dan Solusinya
Dari
faktor-faktor produksi diatas bisa kita amati salah satu faktor produksi yaitu
resiko atau kendala. Dalam produksi terdapat kendala-kendala, yang biasanya ini
muncul karena salah satu faktor mustaqillah yang tidak terpenuhui, baik itu tanah, SDM
ataupun harta, dan sebenarnya solusi kongkritnya ialah melengkapi faktor
produksi itu sendiri.
Bisa kita ambil sampel kendala produksi dan solusinya dari UKM
(Usaha Kecil Menengah) di Indonesia. Kebanyakan dari mereka terkendala oleh tiga hal, Tiga hal yang
menjadi kendala UKM dalam menjalankan usahanya antara lain[12]:
a. Modal
Sebagian UKM masih sulit mendapatkan modal dari perbankan karena likuiditas usaha yang notabene masih sangat kecil. Namun kini sudah mulai dapat teratasi dengan adanya program KUR dan support dari pnpm Mandiri.
Sebagian UKM masih sulit mendapatkan modal dari perbankan karena likuiditas usaha yang notabene masih sangat kecil. Namun kini sudah mulai dapat teratasi dengan adanya program KUR dan support dari pnpm Mandiri.
b. Sumberdaya
Pemilik UKM yang masih tradisional sehingga produk yang dihasilkan kurang inovatif. Namun hal ini juga sudah mulai teratasi dengan adanya support dari pemerintah dengan pelatihan-pelatihan untuk ukm serta bantuan mesin-mesin produksi.
Pemilik UKM yang masih tradisional sehingga produk yang dihasilkan kurang inovatif. Namun hal ini juga sudah mulai teratasi dengan adanya support dari pemerintah dengan pelatihan-pelatihan untuk ukm serta bantuan mesin-mesin produksi.
c. Pemasaran
Pemasaran ini termasuk pada kendala Distribusi.
Pemasaran ini termasuk pada kendala Distribusi.
5.
Macam-macam Produksi
A. Berdasarkan Hukum Islam
Perubahan perkembangan
zaman, tentunya memberikan efek terhadap berbagi aspek, termasuk didalamnya
prodak hukum. Sebagai orang islam yang meyakini Al-Qur’an, mengetahui dan
mempercayai, bahwa Al-Qur’an tak akan lekang oleh hujan dan tak usang dibawa
panas, relevansi ini juga mencakup bidang ekonomi dan sistemnya, yang salah
satunya bentuk produksi. Hukum islam itu sendiri mengacu pada Maqosudu as-Syari’ah, kemanfaatan dan bahayanya untuk masyarakat luas, berikut hukum-hukum
produksi dalam pandangan islam:
1.
Wajib
Melihat dari bagitu banyaknya
manfaat dan urgensitas produksi, menjadikan salah satu hukum produksi menjadi
wajib, tentunya dengan landasan sumber-sumber hukum islam, seperti ayat
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik..” (Al-Baqarah: 267)
Dari Kata an-Fiqu
tersebut, memiliki kandungan wajibnya berinfak, (sedangkan) berinfak tidak akan
terwujud terkecuali setelahnya usaha dan produksi[13].
2.
Sunnah
Hukum sunnah ini timbul karena tidak
begitu urgensinya dalam produksi, akan tetapi hasil produksi itu memberikan
banyak kehidupan
3.
Haram
Produksi bisa dikatakan haram apabila dari
produksi tersebut mengakibatkan suatu bahaya dalam berkehidupan, seperti halnya
arak yang dapat memabukan. Dalam Al-Qur’an disebutkan pengharaman terhadap hal
buruk, surat Al-A’raf ayat 157:
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” (Al-A’raf: 157)
4.
Makruh
Produksi seperti ini ialah produksi yang didalamnya
terdapat bahaya sekaligus manfaat, seperti produksi kotoran hewan.
5.
Mubah
Hukum semacam ini ketika hasil produksi
itu menghasilkan barang tersier, yang sifatnya tidak mendesak dalam praktik
kehidupan, halnya produksi emas dll.
B. Berdasarkan hasil produksi
Dengan adanya produksi, tentu menjadikan adanya hasil, dari hasil ini
kita dapat mengelompokan produksi menjadi dua macam:
1. Barang:
Hasil akhir dari proses produksi disini, demi menghasilkan sebuah benda yang
bermanfaat tentunya, seperti: gula, mobil, motor, kertas, dll.
2. Jasa: Akan
tetapi, selain menghasilkan barang, produksi juga mengahsilkan sebuah
kemanfaatan kerja (Jasa), contohnya: Guru, penjahit, penulis, dll.
C. Berdasarkan Bidang Produksi[14]
1.
Ekstraktif : adalah kegiatan produksi yang kegiatannya mengumpulkan
barang yang telah disediakan oleh alam. Contoh : pertambangan dan perburuan.
2.
Agraris : adalah produksi yang kegiatan utamanya mengolah tanah.
Contoh : pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
3.
Industri : adalah kegiatan produksi yang kegiatannya berusaha
mengolah bahan mentah menjadi barang jadi. Contohnya : industri mobil, industri
rokok dan lain sebagainya.
4.
Perdangan : adalah kegiatan produksi yang bertujuan untuk
memindahkan hak milik dari produsen ke tangan keonsumen dengan cara
memperjualbelikan. Misalnya, toko, swalayan, importir dan eksportir.
5.
Jasa : adalah produksi yang bertujuan memberikan pelayanan kepada
konsumen. Misalnya, rumah sakit, potong rambut, rumah makan, transportasi dan
lain sebagainya.
D. Berdasarkan sektor produksi
Landasan dari sektor pruduksi ini tergambar pada tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap barang tersebut dan urgensitasnya dalam typologi sosial,
macam produksi dari sektor produksi ialah sebagai berikut:
1.
Produksi sektor primer : Kegiatan produksi yang menghasilkan bahan
dasar dan bahan baku dan kebuthan masyarakat terhadap barang sektor ini, bisa
dikatakan sebuah kebutuhan pokok dan bersifat mendesak.
2.
Produksi sektor sekunder : Kegiatan produksi yang mengolah bahan
mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, juga dalam tatanan
masyarakat barang ini fungsinya bisa diganti dengan barang lain yang
kegunaannya sama akan tetapi lebih menguntungkan dalam faktor lain.
3.
Produksi sektor tersier :
Kegiatan produksi yang mendukung kegiatan bidang lain dengan cara menyalurkan
hasil produksi atau menghubungkan dengan pihak lain. Biasanya produksi ini
berupa jasa dan perdagangan.
6.
Pandangan Produksi dari Berbagai Sistem Ekonomi
Dalam
ekonomi islam produksi bertitik berat pada bagaimana menciptakan barang yang
bermanfaat atau menambang manfaat suatu barang, yang itu semua dapat memenuhi
kebutuhan manusia, dengan catatan tidak keluar dari nilai dan norma Islam, yang
berorientasi pada Maqashid syariah.
Sedangkan
menurut ekonomi kapitalis, produksi ialah mengoalh sumber daya menjadi barang,
dalam artian fokus tembaknya bagaimana agar bahan menjadi berguna tinggi, dan
dapat meraup untung sebanyak-banyaknya dari modal sedikit, tanpa memperhatikan
sekala panjang.
Adapun
ekonomi sosialis memandang produksi merupakan proses menghasilkan suatu barang
untuk memenuhi kebutuhan khalayak umum, memperhatikan pemerataan, dan kegiatan
ini diatur langsung oleh pemerintah, bagi kaum sosialis sumber daya alam adalah
miliki negara dan dikuasai penuh oleh pemerintah.
B.
TEORI DISTRIBUSI
1. Definisi Distribusi
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen
ke konsumen, maka salah satu factor penting yang tidak boleh diabaikan adalah
memilih secara tepat saluran distrbusi (chael of distribution) yang akan
digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang atau jasa dari produsen
ke konsumen.
Distribusi secara bahasa artinya penyaluran (pembagian atau
pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat.[15]
Adapun secara istilah adalah kegiatan ekonomi yang menjembatani kegiatan
produksi dan konsumsi.Berkat distribusi barang dan jasa dapat sampai ke tangan
kosumen. Dengan demikian kegunaan barang dan jasa akan lebih meningkat setelah
dapat dikonsumsi, sehingga penggunaanya sesuai dengan yang diperlukan (jenis,
jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Kegiatan distribusi akan berjalan
dengan lancar jika ditunjang oleh saluran distribusi yag tepat.
Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga atau badan yang
memasarkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen.Lebaga-lembaga atau
badan tersebut antara pedagang distributor, agen makelar, pengecer dan
lain-lain.Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar
tertentu.Dengan demikian pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan
saluran.Saluran distribusi melaksanakan dua kegiatan untuk mecapai tujuan,
yaitu mengadakan penggolongan dan mendistribusikannya.Prinsip ekonomi dalam
kegiatan distribusi adalah upaya menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke
konsumen dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat dengan biaya tertentu.
2. Faktor-faktor Distribusi
Produsen harus memperhatikan berbagai macam faktor yang sangat
berpengaruh dalam pemilihan saluran distribusi.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
(1) pertimbangan pasar,
(2) pertimbangan barang,
(3) pertimbangan perusahaan, dan
(4) pertimbangan perantara.[16]
1. Pertimbangan Pasar
Karena saluran distribusi sangat dipengaruhi oleh pola pembelian
konsumen, maka keadaan pasar ini merupakan faktor penentu dalam pemilihan
saluran.
Beberapa faktor pasar yang harus diperhatikan adalah :
(a) konsumen atau pasar industri,
(b) jumlah pembeli potensial,
(c) konsentrasi pasar secara geografis,
(d) jumlah pesanan, dan
(e) kebiasaan dalam pembelian.
2. Pertimbangan Barang
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dari segi barang ini
antara lain:
(a) nilai unit,
(b) besar dan berat barang,
(c) mudah rusaknya barang,
(d) sifat teknis,
(e) barang standar dan
pesanan,
(f) luasnya prodct line.
3. Pertimbangan Perusahaan
Pada segi perusahaan, beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
adalah:
(a) sumber pembelanjaan,
(b) pengalaman dan kemampuan manajemen,
(c) pengawasan saluran, dan
(d) pelayanan yang diberikan oleh penjual.
4. Pertimbangan Perantara Pada segi perantara, beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah:
(a) pelayanan yang diberikan oleh perantara,
(b) kegunaan perantara,
(c) sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen,
(d) volume penjualan, dan
(e) ongkos. [17]
Unsur penting distribusi ada 3,yaitu:
-Penyedia jasa
-Perantara/Interdiary
-Konsumen
Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi adalah sebagai
berikukt :
a. Menyalurkan barang dengan tepat waktu.
c. Memilih lokasi perusahaan diantara produsen dan konsumen.
b. Menggunakan sarana distribusi yang murah.
d. Meningkatkan mutu pelayanan.
e. Membeli barang pada produsen yang tepat.
3. Tujuan dan Fungsi Distribusi
Tujuan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh individu atau
lembaga ialah sebagai berikut:
a. Menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Barang
atau jasa produksi tidak akan ada artinya bila tetap berada di tempat produsen.
Barang atau jasa tersebut akan bermanfaat bagi konsumen yang membutuhkan
setelah ada kegiatan distribusi.
b. Memercepat sampainya hasil produsen ke konsumen. Tidak semua
barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dapat dibeli secara langsung dari
produsen.Aada barag-barang ayau jasa tertentu yang memerluka kegiatan
penyaluran atau distribusi dari produsen ke konsumen agar konsumen mudah untuk
mendapatkanya.[18]
c. Tercapainya pemerataan produksi.
d. Menjaga kesinambungan produksi. Produsen atau perusahaan membuat
barang dengan tujuan dijual untuk memperoleh keuntungan. Dari hasil penjualan
tersebut dapat digunakan untuk melakukan proses produksi kembali sehigga
kelangsungan hidup perusahaa tetap terjamin.
e. Memperbesar dan meningkatkan kualitas dan kuantitas ptoduksi.
f. Meningkatkan nilai guna barang atau jasa.
Adapun fungsi utama distribusi adalah:
a. Pengangkutan (Transportasi).
b. Penjualan (selling).
c. Pembelian (Buying).
d. Penyimpanan (Stooring).
e. Pembakuan standar Kualitas Barang.
f. Penanggungan Risiko.
4. Macam-macam Distribusi
Distribusi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a.
Distribusi laangsung (jangka panjang)
Sistem
distribusi atau kegiatan menyalurkan barang yang tidak menggunakan saluran
distribusi.Jadi, produsen langsung berhunubungan dengan pembeli atau konsumen.
Contohnya: Penyaluran hasil pertanian oleh pertanian ke pasar langsung.
b.
Distribusi semi lagsung
Penyaluran
barang dari produsen kepada konsumen melalui perantaraan tetapi perantaraan
masih milik produsen sendiri.Menjual barang hasil produksiya melalui toko milik
produsen sendiri.
c.
Distribusi tidak langsung
Kegiatan
menyalurkan barang dan jasa melalui pihak-pihak lain atau badan perantara
seperti agen, makelar, took, atau pedagang eceran. Berikut adalah cara-cara
menyalurkan barang atau jasa.[19]
a. Penyaluran barang atau jasa melalui pedagang.
b. Penyaluran barang atau jasa melalui koperasi.
c. Penyaluran barang atau jasa melalui took milik produsen sendiri.
d. Penyaluran barag atau jasa melalui penjualan di tempat tertentu
yag ditetapkan pemerintah
Faktor yang mempengaruhi produsen memilih dan menentukan saluran
distribusi, yaitu:
a. Sifat barang dan jasa yang diperjualkan.
b. Daerah penjualan.
c. Modal yang disediakan, yang terkait dengan hak dan kewajiban
dalam penjualan barang.
d. Alat komunikasi
e. Biaya angkutan.
f. Keuntungan.
4. Distribusi dalam Islam
Diakui bahwa distribusi merupakan bagian terpentig dalam ekonomi.
Sebab itu menurut Qardawi4, diantara penulisan ekonomiislam
berpendapat bahwa distribusi merupakan hal pokok yang harus diperhatikan.
Sistem ekonomi yang berbasis islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian
harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi berkebebasan dan keadilan kepemilikan.
Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai
oleh nilai-lai agama dan keadilan tidak seperti penahanan kaum kapitalisyang
menyatakanya sebagai tindakan membbaskan manusia untuk berbuat dan bertindak
tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu
dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya.Keseimbangan antara individu
dan masyarakat serta antara suatu masyarakat lainya.Keberadilan dalam
pendistribusian ini tercamin dari larangan dalam Al-Qur’an agar harta kekayaan
tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara
orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada
kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Menurut Yusuf Qardhawi ada
empat aspek terkait keadilan distribusi, yaitu:
a. Gaji yag setara bagi para pekerja.
b. Profit atau keuntugan untuk pihak yang menjalankan usaha atau
yang melakukan perdagangan melalui mekanisme mudharabah maupun musyarakah.
c. Biaya sewa tanah serta alat produksi lainya.
d. Tanggung jawab pemerintah terkait peraturan dan kebijakanya.
Prinsip dan Tujuan dalam Islam
Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya
produktif dan mendukung para pedagang yang berjualan di mukabumi mencari
sebagan dari karunia Allah Swt, dan membolehkan orang memiliki modal untuk
berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas
prinsip-prnsip sebagai berikut:
a. Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat.
b. Antara dua peyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus
tetap ada kebebasan ijab Kabul dalam akad-akad.
c. Tetap berpengaruhya rasa cinta dan lemah lembut.
d. Jelas dan Jauh dari perselisihan.
Adapun tujuan distribusi dalam ekonomi Islam adalah[20]:
a. Tujua dakwah Dalam hal ini dakwah kepada Islam dan meyatukan
hati kepadanya.
b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan dalam distribusi adalah
seperti surat At-Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak
karimah.
c. Tujuan social Memenuhi kebutuha masyarakat serta keadila dalam
distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.[21]
d. Tujuan ekonomi Pengembangan harta dan persembelihanya,
memberdayakan SDM, kesejahtraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam
menempatkan sesuatu.
Etika Distribusi dalam Islam
a. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b. Transfaran dan kondisi barangnya halal serta tidak membahayakan.
c. Adil dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang Islam.
d. Tolong-menlong, toleransi dan sedekah.
e. Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f. Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
g. Larangan ihktikar, intikar karena akan menyebabkan kenaikan
harga.
h. Mecari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari
keuntungan yang semaksimal mungkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi
sendiri tanpa memikirkan orang lain.
i. Distribusi kekayaan yang meluas. Islam mencegah penumpukan
kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada
seluruh lapisan masyarakat.
C.
TEORI KONSUMSI
Aktivitas
ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah adanya konsumsi dan konsumen
baru ada kegiatan lainnya seperti produksi/produsen, distribusi/ditributor dan
lain-lain. Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik
jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya
sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di
dunia dan akhirat (falah). Dalam melakukan konsumsi maka prilaku konsumen
terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam
1. Arti dan
Tujuan Konsumsi
Nilai ekonomi
tertinggi dalam Islam adalah falah atau kebahagiaan umat di
dunia dan di akhirat yang meliputi material, spritual, individual dan
sosial. Kesejahteraan itu menurut Al Ghazali adalah
mashlaha (kebaikan). Karena itu, falah adalah manfaat yang
diperoleh dalam memenuhi kebutuhan ditambah dengan berkah (falah =
manfaat + berkah). Jadi yang menjadi tujuan dari ekonomi Islam adalah
tercapainya atau didapatkannya falah oleh setiap individu dalam suatu
masyarakat. Ini artinya dalam suatu masyarakat seharusnya tidak ada seorangpun
yang hidupnya dalam keadaan miskin.
Dalam upaya
mencapai atau mendapatkan falah tersebut, manusia menghadapi banyak
permasalahan. Permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan atau upaya
mencapai falah menjadi masalah dasar dalam ekonomi Islam.
Mendapatkan falah dapat dilakukan melalui konsumsi, produksi dan
distribusi berdasarkan syariat Islam. Hal itu berarti bahwa setiap aktivitas
yang berhubungan dengan konsumsi, produksi dan distribusi harus selalu mengacu
pada fiqih Islam, mana yang boleh, mana yang diharamkan dan mana yang
dihalalkan. Eksistensi keimanan dalam prilaku ekonomi Islam manusia menjadi
titik krusial termasuk dalam konsumsi, produksi maupun distribusi.
Pengertian konsumsi dalam
ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani
sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT
untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat
(falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim
selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Dasar prilaku konsumsi itu
antara lain :
ْ
Berdasarkan
ayat Al Qur’an dan Hadist di atas dapat dijelaskan bahwa yang dikonsumsi itu
adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak
berlebih-lebihan (secukupnya). Tujuan mengkonsumsi dalam Islam adalah untuk
memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan memaksimalkan kepuasan
(maximum utility) seperti di dalam ekonomi konvensional. Utility merupakan
kepuasan yang dirasakan seseorang yang bisa jadi kontradiktif dengan
kepentingan orang lain. Sedang-kan maslahah adalah kebaikan yang
dirasakan seseorang bersama pihak lain.
Dalam memenuhi
kebutuhan, baik itu berupa barang maupun dalam bentuk jasa atau konsumsi,
dalam ekonomi Islam harus menurut syariat Islam. Konsumsi dalam Islam bukan
berarti “memenuhi” keinginan saja, tetapi harus disertai dengan “niat” supaya
bernilai ibadah. Dalam Islam, manusia
bukan homo economicus tapi homo Islamicus. Homo Islamicus
yaitu manusia ciptaan Allah SWT yang harus melakukan segala sesuatu sesuai
dengan syariat Islam, termasuk prilaku konsum-sinya.
Dalam ekonomi
Islam semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan merupakan ibadah,
termasuk konsumsi. Karena itu menurut Yusuf Qardhawi (1997), dalam melakukan
konsumsi, maka konsumsi tersebut harus dilakukan pada barang yang halal dan
baik dengan cara berhemat (saving), berinfak (mashlahat) serta
men-jauhi judi, khamar,gharar dan spekulasi. Ini berarti
bahwa prilaku konsumsi yang dilakukan manusia (terutama Muslim) harus menjauhi
kemegahan, kemewahan, kemubadziran dan menghindari hutang. Konsumsi yang halal
itu adalah konsumsi terhadap barang yang halal, dengan proses yang halal dan
cara yang halal, sehingga akan diperoleh man-faat dan berkah.
Parameter
kepuasan seseorang (terutama Muslim) dalam hal konsumsi tentu saja parameter
dari definisi manusia terbaik yang mempunyai keimanan yang tinggi, yaitu
memberikan kemanfaatan bagi lingkungan. Manfaat lingkungan ini merupakan amal
shaleh. Artinya dengan mengkonsumsi barang dan jasa selain mendapat manfaat dan
berkah untuk pribadi juga lingkungan tetap terjaga dengan baik bukan
sebaliknya. Lingkungan disini menyangkut masyarakat dan alam. Menyangkut
masya-rakat, maka setiap Muslim dalam mengkonsumsi tidak hanya memperhatikan
kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan orang lain tetangga, anak yatim dan
lain sebagainya.
Mengkonsumsi
barang dan jasa merupakan asumsi yang given karena sekedar ditujukan
untuk dapat hidup dan beraktifitas. Maksudnya bahwa konsumsi dilakukan agar
manusia tetap hidup, bukan hidup untuk meng-konsumsi. Dalam memenuhi tuntutan
konsumsi, setiap orang diminta untuk tetap menjaga adab-adab Islam dan melihat
pengaruhnya terhadap kesejahteraan masa depan.
2. Fungsi
Konsumsi
Dalam ekonomi
Islam, setiap aktivitas konsumsi, bagi semua orang akan selalu menghadapi
kendala. Kendala utama yang dihadapi dalam melakukan konsumsi adalah:
1) anggaran
2) berkah
minimum,
3) Israf dan
moral Islam.
Denga kendala
tersebut, maka setiap orang akan selalu berusaha untuk memaksimalkan maslahah
dari kegiatan konsumsinya. Dengan kendala tersebut, maka fungsi konsumsi Islami
adalah fungsi maslahah yang secara umum (Ikhwan A. Basri. 2009) adalah sebagai
berikut:
Fungsi konsumsi
= fungsi maslahah:
M = m + (Mf,
B)Yd
M = m + Mf Yd +
B Yd
M = maslahah dalam berkonsumsi
m = konsumsi rata-rata = kebutuhan dasar
Mf
= manfaat
B = berkah atau amal saleh
Yd
= pendapatan halal personal (pendapatan halal yang siap dibelanjakan)
Berdasarkan
fungsi konsumsi di atas, maka seseorang atau suatu rumahtangga akan berupaya
memaksimalkan maslahanya dalam setiap melakukan aktivitas konsumsi.
Memaksimalkan maslaha dalam arti dapat memenuhi kebutuhan dasar dan sekaligus
meningkatkan manfaat dan berkah. Dengan makin tingginya manfaat dan berkah akan
semakin tinggi amal saleh yang didapatkan oleh seseorang atau suatu
rumahtangga.
Seperti yang
telah diungkapkan di atas bahwa semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk
kebaikan adalah ibadah, maka konsumsi merupakan aktivitas ibadah. Menyangkut
ibadah ini, maka setiap orang atau rumah tangga secara umum dapat dibedakan
dalam 2 (dua) katergori, yaitu:
1). Orang atau
rumah tangga yang ber-Iman tinggi
2). Orang atau
rumah tangga yang ber-Iman rendah
3. Prilaku
Konsumsi Islami
Dalam melakukan
kegiatan konsumsi, Islam telah mengaturnya secara baik. Prilaku konsumsi Islami
membedakan konsumsi yang dibutuhkan (needs) yang dalam Islam disebut
kebutuhan hajat dengan konsumsi yang dinginkan (wants) atau
disebut syahwat. Konsumsi yang sesuai kebutuhan
atau hajat adalah konsumsi terhadap barang dan jasa yang benar-benar
dibutuhkan untuk hidup secara wajar. Sedangkan konsumsi yang disesuai dengan
keinginan atau syahwat merupakan konsumsi yang cenderung berlebihan,
mubazir dan boros.
Dalam melakukan konsumsi yang bersifat me-menuhi keinginan (wants)
atau syahwat adalah konsumsi yang kurang bahkan tidak mempertimbangkan;
1) Apakah yang
dikonsumsi tersebut ada maslahanya atau tidak
2) Tidak
mempertimbangkan norma-norma yang disyariat-kan dalam Islam.
3) Kurang atau
tidak mempertimbangkan akal sehat.
Konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan atau konsumsi yang disebut hajat merupakan
konsumsi yang betul-betul dibutuhkan untuk hidup secara wajar dan memperhatikan
maslahatnya. Artinya konsumsi tersebut dilakukan karena barang dan jasa yang
dikonsumsi mempunyai maslahat dan dibutuhkan secara riil serta memperhatiakan
normanya. Mempunyai mashlahat itu artinya bahwa barang dan jasa yang dikonsumsi
mem-berikan manfaat untuk kehidupan dan berkah untuk hari akhirat.
Konsumsi yang
sesuai dengan kebutuhan atau konsumsi yaang bersifat hajat ini dapat pula
dibagi dalam 3 (tiga) sifat (Mustafa Edwin dkk. 2006) yaitu:
1)
Kebutuhan (hajat) yang bersifat dhoruriyat yaitu kebutuhan dasar
dimana apabila tidak dipenuhi maka kehidupan termasuk dalam kelompok fakir
seperti sandang, pangan, papan, nikah, kendaraan dan lain lain.
2)
Kebutuhan (hajat) yang bersifat hajiyaat yaitu pemenuhan kebutuhan
(konsumsi) hanya untuk mempermudah atau menambah kenikmatan seperti makan
dengan sendok. Kebutuhan ini bukan merupakan kebutuhan primer.
3)
Kebutuhan (hajat) yang bersifat tahsiniyat yaitu kebutuhan di atas
hajiyat dan di bawah tabzir atau kemewahan
Selain hal-hal
di atas yang harus diperhatikan oleh konsumen dalam aktivitas konsumsi, ada
hal-hal lain yang juga perlu menjadi perhatian. Hal-hal lain yang perlu
diperhatikan dalm konsumsi yaitu;
1) Memenuhi
kebutuhan diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat baru orang yang memerlukan
bantuan.
2)
Penuhi dulu dhoruriyat, hajiyat kemudian baru tahsi-niyat.
3) Pengeluaran
untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga dan mereka yang memerlukan bantuan
sebatas kemampuan finansialnya.
4) Tidak
boleh mengkonsumsi yang haram.
5) Melakukan
konsumsi yang ideal yaitu antara bathil dan mengumbar (berlebih-lebihan).
4.
Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Islam
Dalam ekonomi
Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah. Menurut Imam
Shatibi istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility atau
kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan
hukum syara yang paling utama.
Maslahah adalah
sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan
dasar dari kehidupan manusia dimuka bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992).
Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni: AGAMA, kehidupan atau jiwa
(al-nafs), properti atau harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual
(al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Dengan kata lain, maslahah
meliputi integrasi manfaat fisik dan unsur-unsur keberkahan.
Mencukupi
kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan adalah tujuan dari aktivitas
ekonomi Islam, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban
dalam beragama. Adapun sifat- sifat maslahah sebagai berikut :Maslahah
bersifat subjektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim bagi
masing-masing dalam menentukan apakah suatu maslahah atau bukan bagi dirinya.
Namun, berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah telah ditetapkan oleh
syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu.Maslahah orang per orang akan
konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep
Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal dimana seseorang tidak dapat meningkatkan
tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan
atau kesejahteraan orang lain.Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi
dalam masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan
distribusi.
Formulasi
Maslahah:
•M= F(1+βip)ᵟᵞ
F = Manfaat
Fisik
βi = frekuensi
kegiatan
p =
pahala per unit kegiatan
•ᵞ = 0 < ᵞ
< 2 ; jk konsumen menyukai mashlahah nilai ᵞ = 1 atau lebih, jika tdk suka
mashlahah ᵞ kurang dari 1
•Preferensi
terhadap mashlahah mampu memperpanjang horizon preferensi/ memperpanjang
rentang kegiatan
•Pada ᵞ = 0 =
tidak ada preferensi terhadap maslahah = besarnya Marginal Maslahah semakin
menurun dengan cepat
•Penurunan
Marginal Maslahah semakin lamban saat preferensi terhadap mashlahah semakin
meningkat. Makna lain adalah semakin konsumen peduli terhadap berkah (yakin
dengan imbalan pahala), maka ia tidak mudah jenuh/bosan dengan apa yang
dikonsumsinya, meski secara fisik tidak lagi melihat adanya manfaat.
•Keberadaan
berkah akan memperpanjang rentang dari suatu kegiatan konsumsi
•Konsumen yang
merasakan adanya mashlahah dan menyukainya akan tetap rela melakukan suatu
kegiatan meski manfaat fisik dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak
ada
Dalam Islam,
konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi
tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang yang cenderung
mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun
spiritual, yang kemudian membentuk kecenderungan prilaku konsumsi di pasar.
Tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai
asumsi yaitu:
•Ketika
keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau
berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan
dan kewajiban.
•Ketika
keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi
hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan
oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinganan yang bersifat
individualistis.
•Ketika
keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan
didominasi oleh nilai-nilai individualistis (selfishness), ego, keinginan dan
rasionalisme.
Batasan Konsumsi
•Batasan
konsumsi dalam islam tidak hanya memperhatikan aspek halal-haram saja tetapi
termasuk pula yang diperhatikan adalah yang baik, cocok, bersih, sehat, tidak
menjijikan. Larangan israf dan larangan bermegah-megahan.
•Begitu pula
batasan konsumsi dalam syariah tidak hanya berlaku pada makanan dan minuman
saja, tetapi juga mencakup jenis-jenis komoditi lainya. Pelarangan atau
pengharaman konsumsi untuk suatu komoditi bukan tanpa sebab. Pengharaman untuk
komoditi karena zatnya memiliki kaitan langsung dalam membahayakan moral dan
spiritual.
Konsumsi sosial
•Konsumsi dalam
islam tidak hanya untuk materi saja tetapi juga termasuk konsumsi sosial yang
terbentuk dalam zakat dan sedekah. Dalam al-Qur’an dan hadits disebutkan bahwa
pengeluaran zakat sedekah mendapat kedudukan penting dalam islam. Sebab hal ini
dapat memperkuat sendi-sendi social masyarakat.
•Dalam Islam,
asumsi dan aksioma yang sama (komplementer, substitusi, tidak ada keterikatan),
akan tetapi titik tekannya terletak pada halal, haram, serta berkah tidaknya
barang yang akan dikonsumsi sehingga jika individu dihadapkan pada dua pilihan
A dan B maka seorang muslim (orang yang mempunyai prinsip keislaman) akan
memilih barang yang mempunyai tingkat kehalalan dan keberkahan yang lebih
tinggi, walaupun barang yang lainnya secara fisik lebih disukai
Perilaku
konsumsi Islam berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis perlu didasarkan atas
rasionalitas yang disempurnakan yang mengintegrasikan keyakinan kepada
kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini.
Bekerjanya invisible hand yang didasari oleh asumsi rasionalitas yang
bebas nilai tidak memadai untuk mencapai tujuan ekonomi Islam.
5.
Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Konvensional
Teori Perilaku
konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih diantara
berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources)
yang dimilikinya.
Teori perilaku
konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional didasari pada
prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang mengatakan
bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang baik untuk
kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian pembatasan
terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh penguasa,
adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya. Oleh
pengikutnya, John Stuart Mill dalam buku On Liberty yang terbit pada 1859,
paham ini dipertajam dengan mengungkapkan konsep ’freedom of action’ sebagai
pernyataan dari kebebasan- kebebasan dasar manusia. Menurut Mill, campur tangan
negara didalam masyarakat manapun harus diusahakan seminimum mungkin dan campur
tangan yang merintangi kemajuan manusia merupakan campur tangan terhadap
kebebasan-kebebasan dasar manusia, dan karena itu harus dihentikan. Lebih jauh
Mill berpendapat bahwa setiap orang didalam masyarakat harus bebas untuk
mengejar kepentingannya dengan cara yang dipilihnya sendiri, namun kebebasan
seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan orang lain; artinya
kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian bagi orang
lain.
Dasar filosofis
tersebut melatarbelakangi analisis mengenai perilaku konsumen dalam teori
ekonomi konvensional:
–Kelangkaan dan
terbatasnya pendapatan.
–Konsumen mampu
membandingkan biaya dengan manfaat.
–Tidak
selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu
barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus
dibayarkan.
–Setiap barang
dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian konsumen dapat
memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
–Konsumen
tunduk kepada hukum Berkurangnya Tambahan Kepuasan (The Law of Diminishing
Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil
tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang diperlukan
biaya sebesar harga barang tersebut (P), maka konsumen akan berhenti membeli
barang tersebut manakala tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama
besar dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi
yang optimal adalah jumlah dimana MU = P
Kepuasan dan
prilaku konsumen konvensional dipengaruhi oleh hal-hak sebagai berikut :
•Nilai guna
(utility) barang dan jasa yang dikonsumsi. Kemampuan barang dan jasa untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
•Kemampuan
konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Daya beli dari income konsumen dan
ketersediaan barang dipasar.
•Kecenderungan
Konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut pengalaman masa lalu,
budaya, selera, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama, adat istiadat.
Fungsi utility
•Dalam
ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif
(gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan
meningkat atau menurunnya utilitas, dan kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis
dalam koridor dari usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang.
•Dalam ilmu
ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiferen
(indifference curve). Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara
dua barang (atau jasa) yang keduanya memang disukai konsumen.
•Tujuan aktifitas
konsumsi adalah memaksimalkan kepuasan (utility) dari mengkonsumsi sekumpulan
barang/jasa yang disebut ’consumption bundle’ dengan memanfaatkan seluruh
anggaran/ pendapatan yang dimiliki. Secara matematis hal itu ditunjukan dengan
persoalan optimalisasi:
Max U = U1 + U2
+ U3 + … + Un
Dengan kendala
: I = P1X1 + P2X2 + P3X3 + …….. + PnXn
dimana :
U
= total kepuasan
Un,
= kepuasan dari mengkonsumsi barang n
Pn
= harga barang n
Xn,
= banyaknya barang n yang dikonsumsi
I
= total pendapatan
Komposisi
barang-barang yang dikonsumsi oleh konsumen akan stabil atau berada pada
keseimbangan manakala tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap jenis barang
per satuan harga adalah sama. Jika ada suatu barang yang memberi tambahan
kepuasan lebih tinggi per satuan harganya, maka konsumen akan memperbanyak
konsumsi barang tersebut dan otomatis mengurangi konsumsi barang lain. Dengan
demikian belum tercapainya komposisi konsumsi yang stabil. Kestabilan atau
keseimbangan konsumen tercapai manakala :
MUx = MUx = ……
= MUi
——-
——- ——
Px
Py
Pi
Asumsi sentral
dalam teori ekonomi mikro neoklasik adalah manusia berperilaku secara rasional.
Sistem kapitalisme tidak dapat hidup tanpanya. Dalam banyak hal, rasionalitas
seringkali memaksa adanya penyederhanaan-penyederhanaan masalah, yang kemudian
direkayasa menjadi suatu model.
Model adalah
penyederhanaan masalah-masalah ekonomi dengan tujuan agar kita dapat memahami,
melakukan prediksi, merancang kebijakan. Begitu banyak asumsi yang tidak
realistis didalam sebuah model, sehingga sebuah tingkat kesalahan tertentu
merupakan suatu yang tidak terelakkan. Adanya rasa maklum atas kesalahan yang
berada diluar jangkauan rasionalitas menunjukkan bahwa masyarakat ilmiah modern
menyakini keterbatasan rasionalitas.
Hal itulah yang
dikenal dengan ”beyond rationality”. Beyond rationality tidak sama dan tidak
identik dengan irrationality.
Perilaku
konsumsi Islam berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis didasarkan atas
rasionalitas yang disempurnakan, mengintegrasikan keyakinan kepada kebenaran
yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini.
Bekerjanya invisible hand yang didasari oleh asumsi rasionalitas yang
bebas nilai tidak memadai untuk mencapai tujuan ekonomi Islam.
BAB III
PENUTUP
Islam sebagai
agama sempurna telah mengatur lengkap proses-proses ekonomi itu berkembang,
bahkan ekonomi islam digadang-gadang menjadi sistem ekonomi solutif dari
problematika dari dua sistem ekonomi lainnya. Ekonomi islam yang diprimadonakan
itu sebenarnya menitik beratkan pada Maqashid syariah, baik itu roda
produksi, distribusi maupun konsumsi, selalu mengacu pada al-Maslahah
al-‘ammah, dan ketiga teori diatas menjadi penting ketika semuanya
seimabnag. “Seimbang dalam produksi, simbang dalam distribusi dan seimabang
dalm konsumsi”, itulah kata kunci pertumbuhan ekonomi. Para penulis berharap
Teori ini bukan sekedar teori, tapi ialah sebuah kemanfaatan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Alquranul Karim
Dawabah, Asyraf Muhammad. Al-Iqtishad Al-Islami; Madkhal wa Manhaj, Kairo: Darussalam,2010
Al-Misry, Rafiq Yunus. Ushul Al-Iqtishad Al-Islamy, Damaskus: Darul Qalam 2012
Al-Qadhawi, Yusuf. Daurul Qiyam wal Akhlaq Fi Al-Iqtishad Al-Islamy, Kairo: Maktabah Wahbah, 2008
Mahmud, Ali Abdul Halim. At-Tarbyiah Al-Iqtishadiyah Al-Islamiyah, Kairo: Dar At-Tauzi’ wa An-Nasyr
Al-Islamiyah, 2002
Al-Ali, Sholih Hamid. Ma’alim Al-Iqtishad Al-Islamy, Damaskus: Al-Yamamah, 2006
Hidayat,Rahmat. 2015. “Pengertian dan macam-macam faktor produksi”.
http://www.kitapunya.net/2015/08/pegertian-macam-macam-faktor-produksi.html/
Cucuk Rustandi. 2013. “Solusi kendala Usaha Kecil Menengah (UKM)
dalam Hal Pemasaran”. http://pendekarinternetmarketing.com/solusi-kendala-usaha-kecil-menengah-ukm-dalam-hal-pemasaran/
[2] Asyraf
Muhammad Dawabah, Al-Iqtishad Al-Islami; Madkhal wa Manhaj, (Kairo:
Darussalam, 2010) Cet. Ke-1 hal.105
[3] Ali Abdul
Halim Mahmud, Tarbiyatul Al-Iqtishadiyah Al-Islamiyah, (Kairo: Dar
At-Tauzi’ wa An-Nasyr Al-Islamiyah, 2002) Hal. 52
[4] Asyraf
Muhammad Dawabah, Op. Cit., hal.105
[5] Ibid.,
hal. 169
[6] Rafiq Yunus
Al-Mishry, Ushul Al-Iqtishad Al-islami (Damaskus: Dar Al-kalam, 2012)
Cet.Ke-6, hal 102
[7] Yusuf
Al-Qardlawi, Darul Qiyam wal Akhlak Fi Al-Iqtishad Al-Islami (Kairo,
Maktabah Wabah, 2008) Cet. Ke-3, hal.139
[8] Rahmat
Hidayat, Pengertian dan macam-macam faktor produksi. http://www.kitapunya.net/2015/08/pegertian-macam-macam-faktor-produksi.html/ diakses pada
tanggal 25 september 2015
[9] Shalih Hamid
Al-Ali, Ma’alim Al-Iqtishad Al-Islami (Damaskus: Al-Yamamah, 2006) Cet.
Ke-1, hal 286
[10] Asyraf Muhammad Dawabah, op.cit., hal.134, dikutip dari Abdus
Salam Dawud Al-Ibadi dalam bukunya, Al-Milkiyah Fi Al-Syari’ah AL-Islamiyah
[11] Rafiq Yunus Al-Misry, op.cit., hal.113
[12] Cucuk
Rustandi. 2013, Solusi kendala Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Hal
Pemasaran. http://pendekarinternetmarketing.com/solusi-kendala-usaha-kecil-menengah-ukm-dalam-hal-pemasaran/, diakses pada
25 September 2015
[13] Shalih Hamid
Al-Ali, Op. Cit., hal. 287
[14] Rahmat
Hidayat, Empat jenis kegiatan produksi, http://www.kitapunya.net/2015/08/empat-jenis-jenis-kegiatan-produksi.html/ diakses pada
tanggal 24 September 2015.
[16] yusuf
Qardawi-ahklaq fil iqtisodil islamm h. 34
[17] Abd Ar-Rahman
Ajaziri (2004), op.cit, j.II. h. 227
[18] Syafi’I
Antonio (2005), prinsip-prinsip ekonomi, h. 97.
[19] Ahmad
Hasan-Auroq naqdiyah fiqtisodil Islam 414
[20] Adiwarman karim (2009) Ekonomi Marko Islam, op.ct h. 36
[21] Kholil nafis
(1994) teori ekonomi Islam , op.ct. h. 27
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang........................................................................................................... 2
2. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
3. Maksud dan Tujuan Penulisan................................................................................... 2
4. Metode Penulisan....................................................................................................... 3
BAB II: PEMBAHASAN
A. Teori Produksi
1. Definisi Produks......................................................................................................... 3
2. Tujuan Produksi.......................................................................................................... 4
3. Faktor-faktor Produksi............................................................................................... 4
4. Kendala dalam Produksi dan Solusinya..................................................................... 6
5. Macam-macam Produksi............................................................................................ 7
6. Pandangan Produksi dari Berbagai Sistem Ekonomi................................................. 9
B. Teori Distribusi
1. Definisi Distribusi...................................................................................................... 9
2. Faktor-faktor Distribusi.............................................................................................. 10
3. Tujuan dan Fungsi Distribusi..................................................................................... 11
4. Macam-macam Distribusi.......................................................................................... 12
5. Distribusi dalam Islam............................................................................................... 13
C. Teori Konsumsi
1. Arti dan Tujuan Konsumsi...................................................................................... 15
2. Fungsi Konsumsi .................................................................................................... 16
3. Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Islam.................................................... 18
4. Perilaku Konsumen dalam Teori Ekonomi Konvensional....................................... 20
BAB III: PENUTUP............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment