Manusia sebagai makhluk yang
diciptakan Allah SWT dengan penuh kesempurnaan tentunya penciptaan tersebut
akan dimaksimalkan sebaik mungkin, sebagai bentuk rasa syukur manusia atas
segala pemberian ini, diantara ciptaan Allah SWT yang menunjukkan kesempurnaan
manusia ialah Akal.
Akal inilah yang menjadi potensi dasar manusia yang dianugrahkan Allah SWT, supaya dengan akalnya manusia bisa membedakan yang hak dan yang bathil, walaupun pada fitrahnya manusia mampu membedakan dengan instingnya atau nalurinya namun insting ataupun naluri tidak bisa menguatkannya untuk tetap konsekwensi terhadap kebenaran, seperti halnya binatang ternak, binantang mampu dengan instingnya membedakan yang baik dan yang benar.
Makanya kita lihat gajah yang badannya besar tidak akan menginjak anaknya, harimau yang begitu ganas dalam memangsa tetapi ketika dia lapar anaknya tidak akan dimakan juga, namun insting kebenaran yang ada pada binatang akan berubah apabila berada pada tempat, waktu dan masa yang lain, itu semua insting yang diberikan Allah SWT kepada binatang.
Namun manusia bukan hanya insting yang diberikan Allah tetapi anugerah yang luar biasa, yang dengan anugrah tersebut walaupun bentuknya kecil tetapi mampu menembus alam realita dengan daya pikirnya yang efisiensi dan tetap konsisten kepada apa yang dicapai dari hasil daya pikirnya yang tidak akan berubah pada tempat tertetntu ataupun pada waktu tertentu, kecuali akalnya dikalahkan oleh hawa nafsu birahi.
Beranjak dari penciptaan tersebutlah manusia di tuntun untuk lebih bijaksana dalam mengefesiensikan akal untuk berpikir.
Akal inilah yang menjadi potensi dasar manusia yang dianugrahkan Allah SWT, supaya dengan akalnya manusia bisa membedakan yang hak dan yang bathil, walaupun pada fitrahnya manusia mampu membedakan dengan instingnya atau nalurinya namun insting ataupun naluri tidak bisa menguatkannya untuk tetap konsekwensi terhadap kebenaran, seperti halnya binatang ternak, binantang mampu dengan instingnya membedakan yang baik dan yang benar.
Makanya kita lihat gajah yang badannya besar tidak akan menginjak anaknya, harimau yang begitu ganas dalam memangsa tetapi ketika dia lapar anaknya tidak akan dimakan juga, namun insting kebenaran yang ada pada binatang akan berubah apabila berada pada tempat, waktu dan masa yang lain, itu semua insting yang diberikan Allah SWT kepada binatang.
Namun manusia bukan hanya insting yang diberikan Allah tetapi anugerah yang luar biasa, yang dengan anugrah tersebut walaupun bentuknya kecil tetapi mampu menembus alam realita dengan daya pikirnya yang efisiensi dan tetap konsisten kepada apa yang dicapai dari hasil daya pikirnya yang tidak akan berubah pada tempat tertetntu ataupun pada waktu tertentu, kecuali akalnya dikalahkan oleh hawa nafsu birahi.
Beranjak dari penciptaan tersebutlah manusia di tuntun untuk lebih bijaksana dalam mengefesiensikan akal untuk berpikir.
Salah satu tujuan keberadaan
manusia dipermukaan bumi ini ialah untuk menyembah Allah SWT, untuk menyembah
sang pencipta manusia tentunya akan dibebankan pikirannya memikirkan tentang
kewujudan manusia itu sendiri dan alam ini sehingga dengan keberadaan alam
semesta ini dia akan naik kepada tingkat berpikir yang lebih tinggi untuk
memikirkan sang penciptanya, ketika dia sudah sampai kepada tahap ini maka daya
pikirnya akan sampai kepada apa yang dia inginkan lalu baru kepada tahap
penyembahan.
Disini manusia sudah sampai kepada tahap pikir fitrah yaitu dia
berpikir untuk mengembalikan dirinya kepada asal penciptaan. Dalam hal ini
jelas, secara fitrah manusia sudah dituntun untuk berpikir.
Dalam Al Quran pun permasalahan
tuntutan agar manusia berpikir sangat jelas di sebutkan bahkan penguatannyapun
berulang kali disebutkan, diantara kalimat-kalimat yang menunjukkan kepada
keharusan manusia untuk berpikir yang ada dalam al Quran ialah :
Masih banyak intonasi lain yang
digunakan dalam al Quran yang menunjukkan kewajiban manusia untuk berpikir.
Dalam Hadis Syarifpun Rasulullah
SAW menegaskan pentingnya berpikir, diantara hadis yang menjelaskannya :
إِنَّ تَفَكُّرَ
سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سَنَةٍ
“
sesungguhnya berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah setahun”
Walaupun Hadis
ini ada yang mengatakan maudhu’ namun keutamaan berpikir nampak jelas dari
perkataan ini.
“sesungguhnya
berpikir sesaat lebih baik dari 60 tahun dalam riwayat lain 70 tahun”
[1] Al
Baqarah : 44, 73, 76, 242, Ali Imran : 65, 118, Al An’am’: 32, 151, Al Isra’ :
169, Yunus: 16, Hud :51 Yusuf : 2, 109,
al Anbiya’ : 10, 67, al Mukminun : 80, An Nur : 61, Asy Syuara’ : 68, Al Qasas:
60 Yasin : 62, As Saffat : 138, Ghafir: 67, az Zukhruf ; 3, Al Hadid : 17.
[2] Al
baqarah : 219 dll.
[3] Al
Baqarah : 629 dll.
[4] An
Nisa’ : 82, Muhammad : 24
No comments:
Post a Comment