SIRAH NABAWIYAH ( 11 )
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
DELEGASI TERAKHIR QURAISY YANG
MENGUNJUNGI ABU THALIB
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam keluar dari
Syi’b (kediaman pamannya, Abu Thâlib) dan melakukan aktivitasnya seperti biasa,
sementara kaum Quraisy masih tetap melakukan
intimidasi terhadap kaum
muslimin dan menghadang jalan Allah meskipun sudah tidak lagi
melakukan pemboikotan.
Di sisi yang lain, Abu Thâlib masih
tetap melindungi keponakannya, akan tetapi usianya sudah melebihi 80 tahun.
Penderitaan-penderitaan dan peristiwa-peristiwa yang
begitu besar dan silih
berganti sejak beberapa tahun, khususnya pada saat terjadinya pengepungan dan pemboikotan terhadap
kediamannya, telah membuat persendiannya lemah dan tulang rusuknyapun patah.
Baru beberapa bulan
setelah keluar dari
syi’bnya, Abu Thâlib
dirundung sakit yang
agak payah dan kondisi
ini membuat kaum
musyrikun cemas kalau-kalau nama besar mereka cacat di mata bangsa
Arab andai mereka
hanya datang saat
kematiannya karena tidak menyukai keponakannya. Untuk itulah
mereka sekali lagi mengadakan perundingan dengan Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam di sisi Abu Thâlib dan berani memberikan sebagian dari hal yang sebelumnya tidak sudi mereka
berikan. Mereka melakukan wifâdah (kunjungan) kepada Abu Thâlib, yang
merupakan untuk terakhir
kalinya.
Menurut Ibnu Ishaq
dan dan sejarawan lainnya, “manakala Abu Thâlib sakit
parah dan hal itu
sampai kepada kaum
Quraisy, sebagian mereka
berkata kepada sebagian yang lainnya: ‘sesungguhnya Hamzah dan ‘Umar telah masuk Islam
sedangkan perihal Muhammad ini telah tersiar
di kalangan seluruh
kabilah-kabilah ‘Arab, oleh
karena itu lebih baik kalian pergi
menjenguk Abu Thâlib
agar dia mencegah keponakannya dan
menitipkan pemberian kita kepadanya. Demi Allah! kita
tidak akan merasa
aman bila kelak dia mengalahkan kita”.
Dalam lafazh riwayat
yang lain disebutkan (kaum Quraisy berkata): “sesungguhnya kita
khawatir bilamana orang
tua ini (Abu
Thâlib-red) meninggal nantinya, lalu ada sesuatu yang diserahkannya kepada Muhammad sehingga lantaran
hal itu, bangsa Arab mencerca kita
dengan mengatakan:’mereka telah menelantarkannya, tapi ketika pamannya
meninggal barulah mereka memperebutkannya’.
Mereka, yang terdiri
dari para pemuka
kaumnya, akhirnya menemui
Abu Thâlib dan berbicara dengannya. Diantara sosok-sosok tersebut
adalah: ‘Utbah bin Rabî’ah, Syaibah bin Rabî’ah, Abu Jahl bin Hisyam, Umayyah
bin Khalaf, Abu Sufyan bin Harb.
Pertemuan ini dilakukan dihadapan para tokoh
selain mereka yang
berjumlah sekitar 25 orang. Mereka berkata:
“wahai Abu Thâlib! Sesungguhnya engkau, seperti yang
engkau ketahui, adalah
bagian dari kami dan saat ini,
sebagaimana yang engkau
saksikan sendiri, telah
terjadi sesuatu pada dirimu. Kami
cemas terhadap dirimu
padahal engkau juga
sudah tahu apa
yang terjadi antara kami dan keponakanmu. Untuk itu, desaklah
dia agar mau
menerima (sesuatu) dari kami dan
kami juga akan
menerima (sesuatu) darinya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi saling mencampuri urusan masing-masing; dia
tidak mencampuri urusan kami, demikian juga dengan kami. Desaklah dia agar
membiarkan kami menjalankan agama kami sepertihalnya kami juga akan
membiarkannya menjalankan agamanya”.
Abu Thâlib mengirimkan utusan untuk meminta
beliau Shallallâhu 'alaihi
wasallam datang.
Beliaupun datang, lalu pamannya tersebut berkata: “wahai keponakanku! Mereka itu adalah pemuka-pemuka kaummu. Mereka berkumpul karenamu untuk memberimu sesuatu dan mengambil
sesuatu pula darimu”.
Kemudian Abu Thâlib
memberitahukan kepadanya apa
yang telah diucapkan dan disodorkan oleh
mereka kepadanya, yakni
bahwa masing-masing pihak
tidak boleh saling mencampuri urusan.
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam berkata kepada mereka:
“bagaimana pendapat
kalian bila aku katakan kepada
kalian satu kalimat
yang bila kalian
ucapk an niscaya kalian akan
dapat menguasai bangsa Arab dan
orang-orang asing akan tunduk kepada kalian?”.
Dalam lafazh riwayat
yang lain disebutkan bahwa beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam
berbicara kepada Abu Thâlib: “aku menginginkan mereka untuk mengucapkan satu kalimat yang dapat
membuat bangsa Arab tunduk dan orang-orang asing
akan mempersembahkan upeti kepada mereka”.
Dalam lafazh riwayat yang lainnya lagi disebutkan bahwa beliau berkata:
“wahai pamanku! Kenapa tidak engkau
ajak saja mereka
kepada hal yang lebih baik buat mereka?”.
Dia bertanya:”mengajak kepada apa?”.
“ajak mereka agar mengucapkan satu
kalimat yang dapat
membuat bangsa Arab tunduk
kepada dan orang-orang asing takluk”.
Sedangkan dalam lafazh yang diriwayat Ibnu Ishaq menyebutkan:
“satu kalimat
saja yang kalian berikan niscaya
kalian akan bisa
menguasai bangsa Arab dan
orang -orang asing
akan tunduk kepada kalian”.
Tatkala beliau mengucapkan kalimat tersebut, mereka
berdiri tertegun, linglung dan tidak tahu bagaimana dapat menolak satu kalimat
yang penuh manfa’at sampai sedemikian ini?. Kemudian Abu Jahal menanggapi: ”apa itu? (Bila kamu sebutkan) sungguh aku
akan memberikanmu sepuluh kali lipatnya”.
Beliau berkata: “kalian katakan: ‘Lâ ilâha illallâh’ dan
kalian cabut sesembahan selai nNya’ “.
Mendengar kalimat tersebut, mereka kebingungan lantas berseru:
”wahai Muhammad! apakah kamu
ingin menjadikan ilâh-ilâh (tuhan-tuhan) yang banyak
menjadi satu saja?
Sungguh aneh polahmu ini “.
Kemudian, masing-masing berkata kepada yang lainnya:
“demi Allah! sesungguhnya orang ini tidak
memberikan apa yang kalian inginkan, pergilah dan teruslah dalam agama nenek moyang
kalian hingga Allah
memutuskan antara kalian
dan dirinya”. Setelah
itu, merekapun bubar.
Allah Ta’ala menurunkan ayat berkenaan dengan
itu, yaitu firmanNya:
“Shaad, demi
al- Qur'an yang
mempunyai keagungan.[1]. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan
permusuhan yang sengit.[2]. Betapa banyaknya ummat sebelum mereka yang telah kami binasakan,
lau mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan
diri.[3]. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata :"ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta".[4]. Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu Ilah
Yang Satu sajaSesungguhnya ini benar-benar
suatu hal yang sangat mengherankan.[5]. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka
(seraya berkata):"Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) ilah-ilahmu,
sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.[6]. Kami tidak pernah
mendengar hal ini dalam agama
yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah(dusta) yang
diada-adakan”.[7] . (Q.S. Shâd: 1-7).
LIHAT SAMBUNGAN SIRAH NABAWIYAH DI LINK DI BAWAH INI :
No comments:
Post a Comment