SIRAH NABAWIYAH ( 09 D )
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
BERDAKWAH SECARA TERANG -TERANGAN
(DAKWAH JAHRIYYAH)
Meningkatnya frekuensi siksaan dan upaya menghabisi
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam
Manakala kaum musyrikun gagal dalam tipu
muslihat mereka untuk
memulangkan kaum Muhajirin; mereka semakin bertambah geram.
Kedongkolan mereka bervariasi antara satu dan yang lainnya.
Semakin lama semakin
memuncak dan mereka
timpakan juga kepada kaum muslimin yang lainnya, bahkan
mereka sudah menjangkaukan tangan mereka kepada Rasulullah untuk menyakiti
beliau. Tampak dari gerak-gerik mereka hal yang menunjukkan adanya keinginan untuk menghabisi
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sehingga mereka dapat
menumpas habis fitnah
hingga ke akar-akarnya yang selama ini menggetarkan tempat tidur
mereka, sebagaimana yang
mereka kira.
Sedangkan kaum Muslimin sendiri, sebagian mereka
masih tinggal di Mekkah meskipun dalam jumlah yang sedikit. Mereka dapat melakukan hal itu baik lantaran ada diantara
mereka yang memang termasuk
orang-orang terpandang dan memiliki gigi atau mendapatkan suaka dari seseorang. Meskipun demikian,
mereka tetap menyembunyikan keislaman mereka
dan menjauh dari
pandangan para Thughat
sedapat mungkin. Akan tetapi, sekalipun kehati-hatian dan kewaspadaan itu
dilakukan, mereka sama sekali tidak dapat lolos begitu
saja dari gangguan, penghinaan serta penganiayaan.
Dalam pada itu,
Rasulullah tetap melakukan shalat dan beribadah kepada Allah didepan
mata kepala para
Thughat tersebut; beliau
leluasa berdoa baik
secara pelan atau
terang- terangan. Tidak
ada seorangpun yang bisa menghalangi dan memalingkannya dari
hal itu sebab semua
itu dilakukan dalam
rangka menyampaikan risalah
Allah semenjak beliau diperintahkan olehNya, dalam firmanNya: "Maka sampaikanlah olehmu
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik". (QS. 15/ Al -Hijr: 94).
Dengan demikian, sebenarnya sewaktu-waktu, bisa saja
kaum Musyrikun menyakiti beliau bila mereka mau sebab secara
zhahirnya tidak ada yang menghalangi antara mereka dan diri beliau selain rasa malu dan segan serta
adanya jaminan Abu Thalib dan rasa hormat terhadapnya. Sebab lainhnya, karena kekhawatiran
mereka terhadap akibat yang fatal dari tindakan tersebut sehingga akan membuat suku Bani
Hasyim berhimpun melawan mereka. Namun, lambat
laun perasaan tersebut
pupus dan tidak
berpengaruh banyak terhadap physikologis mereka; karenanya
mereka mulai menganggap remeh akan hal itu semenjak mereka merasa
eksistensi berhala dan kepimpinan sprituil yang selama ini mereka pegang sudah
semakin memudar, kalah
saing oleh dakwah
Muhammad Shallallâhu 'alaihi wasallam.
Diantara peristiwa-peristiwa yang
dikisahkan oleh kitab-kitab as-Sunnah dan Sirah
kepada kita serta didukung oleh bukti-bukti otentik bahwa memang terjadi
pada masa tersebut adalah kisah
'Utaibah bin Abi Lahab yang
mendatangi Rasululullah pada
suatu hari sembari berkata:"aku mengingkari firman Allah:
[wan najmi idzâ
hawâ: Demi binta
ng ketika terbenam, (QS. 53:1)] dan
yang (disebutkan sebagai) [danâ fa tadallâ : Kemudian
dia (Jibril) mendekat, lalu bertambah dekat lagi, (QS.
53:8)] ".
Selepas itu, dia menyakiti
beliau, merobek bajunya serta
meludah ke arah
wajahnya namun untung
saja tidak mengenainya.
Ketika itu Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam mendoakan (kebinasaan) atasnya: "Ya
Allah, kirimkanlah kepadanya seekor anjing dari anjing-anjing (ciptaanMu) untuk (menerkam)-nya". Doa beliau ini telah
diijabah oleh Allah, yaitu manakala sua tu hari 'Utaibah keluar
bersama beberapa orang
Quraisy dan singgah
di suatu tempat
di Syam yang
bernama az-Zarqâ'. Pada
malam itu, ada
banyak singa yang
berkeliaran disitu. Melihat hal
itu, 'Utaibah serta
merta berseloroh: "wahai saudaraku, sungguh celaka!
Inilah, demi Allah,
pemangsaku sebagaimana yang
didoakan oleh Muhammad atasku. Dia membunuhku
padahal sedang berada
di Mekkah sedangkan aku di Syam". Lalu singa itu menerkamnya di tengah kerumunan kaum tersebut,
mencengkram kepalanya dan membunuhnya.
Kisah lainnya; disebutkan bahwa
'Uqbah bin Abi Mu'ith menginjak pundak beliau yang mulia saat beliau sedang
sujud sehingga hampir-hampir kedua biji matanya
keluar.
Diantara bukti lain yang menunjukkan bahwa
para Thughat tersebut
ingin membunuh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah
kisah yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq
dari Abdullah bin 'Amru
bin al-'Âsh, dia berkata:
"Aku datang saat
mereka berkumpul-kumpul di hijr (yakni,
Hijr Isma'il di Ka'bah -red), mereka menyebut-nyebut perihal Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam. Mereka berkata: 'Kita tidak pernah
sampai menahan kesabaran seperti halnya kita
sabar terhadap orang
ini (Rasulullah-red), padahal, kita telah menahan sabar terhadapnya
dalam masalah yang serius'.
Manakala mereka dalam kondisi demikian, muncullah Rasulullah Shallallâhu
'alaihi wasallam menuju
ke sana dengan
berjalan, lalu beliau
menyalami ar-Rukn
(al-Yamaniy, salah satu
sudut Ka'bah-red), kemudian beliau melewati mereka dan mengelilingi Baitullah.
Mereka menghina beliau
dengan beberapa ucapan,
maka aku mengetahui hal itu dari raut wajah Rasulullah. Ketika beliau melewati mereka untuk kedua
kalinya, mereka tetap melakukan hal yang sama terhadapnya dan aku
mengetahuinya juga dari raut wajah beliau,
kemudian beliau melewati
mereka untuk ketiga
kalinya dan mereka
masih melakukan hal yang sama terhadapnya, lalu beliau berhenti dan
berkata kepada mereka:'maukah kalian
mendengarkan (ini) wahai
kaum Quraisy! Demi Yang jiwaku
ada di tanganNya, sungguh aku datang membawakan sembelihan untuk kalian". Ucapan beliau ini berhasil
mengalihkan konsentrasi mereka sehingga tidak seorangpun dari mereka melainkan seakan-akan ada burung
yang bertengger diatas
kepalanya. Bahkan orang yang paling kasar
diantara mereka, memberikan ucapan selamat kepada
beliau dengan sebaik-baik ucapan
yang pernah beliau
dapatkan. Orang itu berkata: 'pergilah wahai Abu al-Qâsim ! Demi Allah!
engkau bukanlah orang
yang bodoh'.
Pada keesokan harinya, mereka berkumpul kembali dan
memperbincangkan perihal beliau, ketika beliau
muncul, mereka secara
serentak merubung dan mengitari beliau.
Aku melihat salah seorang
diantara mereka memegang
jubah beliau, lantas
Abu Bakar dengan segera membela, sembari menangis, dia berkata:
'apakah kalian akan membunuh seseorang lantaran
dia berucap:'Rabb-ku adalah
Allah?'. Kemudian mereka
berlalu. Ibnu 'Amru berkata: 'sungguh pemandangan itu
merupakan perlakuan paling
kasar yang pernah kulihat dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap
beliau' ". Demikian ringkasan kisahnya.
Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari 'Urwah
bin az-Zubair, dia berkata:"aku
bertanya kepada Ibnu
'Amru bin al -'Âsh: 'beritahukanlah kepadaku tentang perlakuan
yang paling keras
yang dilakukan oleh kaum Musyrikun terhadap Nabi Shallallâhu
'alaihi wasallam !'. Dia menjawab: ' saat Nabi
sedang shalat di hijr Ka'bah, datanglah 'Uqbah bin Abi Mu'ith,
lalu dia melilitkan pakaiannya ke leher
beliau dan menariknya dengan
kencang. Kemudian, Abu Bakar datang dan mencangkram pundaknya lalu mengenyahkannya dari sisi Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam
sembari berkata: 'apakah kalian
akan membunuh seseorang lantaran dia mengatakan: 'Rabb-ku adalah
Allah?' ".
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Asma' disebutkan: "lantas ada orang
yang berteriak datang kepada Abu Bakar seraya berkata:
'temuilah shahabatmu! (yakni, Rasulullah-red)'. Lalu dia keluar
dari sisi kami
dengan membawa empat
buah jalinan rambut
wanita. Saat keluar, dia berkata: 'apakah
kalian akan membunuh
seseorang lantaran dia
mengatakan: 'Rabb-ku adalah Allah?,
lalu mereka membiarkannya dan mendatangi Abu Bakar. Lalu
dia pulang, dan saat itu kami tidak
berani menyentuh jalinan
rambut tersebut hingga
dia mengembalikannya kepada kami".
Masuk Islamnya Hamzah
bin Abdul Muththalib radhiallaahu 'anhu
Di tengah suhu
yang diliputi awan kezhaliman dan penindasan, tiba-tiba muncul seberkas cahaya yang menyinari jalan, yaitu masuk
islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib radhiallaahu 'anhu . Dia masuk
Islam pada penghujung tahun ke-6 dari kenabian, lebih tepatnya
pada bulan Dzulhijjah.
Mengenai sebab keislamannya adalah bahwa suatu hari,
Abu Jahal melewati Rasulullah di bukit Shafa, lalu dia menyakiti dan menganiaya beliau.
Rasulullah diam saja,
tidak berbicara sedikitpun kepadanya. Kemudian dia memukuli tubuh beliau dengan
batu dibagian kepala
sehingga memar dan darah mengalir. Selepas itu, dia pulang menuju tempat pertemuan kaum Quraisy di sisi Ka'bah
dan berbincang dengan
mereka. Kala itu, budak wanita Abdullah bin Jud'an berada di
kediamannya diatas bukit Shafa dan menyaksikan pemandangan yang belum lama terjadi. Kebetulan, Hamzah datang
dari berburu dengan menenteng
busur panah. Maka serta merta dia memberitahukan kepadanya perihal perlakuan Abu Jahal tersebut.
Menyikapi hal itu, sebagai seorang pemuda yang gagah
lagi punya harga
diri yang tinggi
di kalangan suku
Quraisy, Hamzah marah berat dan langsung bergegas pergi dan
tidak peduli dengan orang yang menegurnya. Dia berkonsentrasi mempersiapkan segalanya bila berjumpa dengan Abu Jahal dan akan memberikan pelajaran yang paling
pahit kepadanya. Maka,
manakala dia masuk Masjid
(al-Haram-red), dia langsung tegak persis di arah kepala
Abu Jahal sembari berkata: "hai si hina
dina! Engkau berani
mencaci maki keponakanku padahal aku sudah memeluk agamanya?". Kemudian
dia memukulinya dengan gagang busur
panah dan membuatnya terluka dan babak belur. Melihat hal itu, sebagian
orang-orang dari Bani Makhzum –yakni,
dari suku Abu
Jahal- terpancing emosinya, demikian pula dengan orang-orang dari Bani Hasyim
–dari suku Hamzah-. Abu Jahal melerai
dan berkata: "Biarkan Abu 'Imarah (kun-yah/ julukan
Hamzah -red)! Sebab
aku memang telah
mencaci maki keponakannya dengan cacian yang amat jelek".
Keislaman Hamzah pada mulanya adalah
sebagai pelampiasan rasa percaya diri seseorang
yang tidak sudi dihina
oleh tuannya, namun
kemudian Allah melapangkan dadanya. Dia
kemudian menjadi orang
yang berpegang teguh
dengan al-'Urwatul Wutsqa
dan menjadi kebanggaan kaum muslimin.
Masuk
Islamnya 'Umar bin al -Khaththab radhiallaahu 'anhu
Di tengah suhu
yang sama pula,
seberkas cahaya yang
lebih benderang dari
yang pertama kembali
menyinari jalan. Itulah,
keislaman 'Umar bin al -Khaththab. Dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-6 dari kenabian, yaitu tiga hari
setelah keislaman Hamzah radhiallaahu 'anhu. Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam memang telah berdoa untuk keislamannya sebagaimana hadits yang
dikeluarkan oleh at-Turmuziy (dan dia menshahihkannya) dari Ibnu
'Umar dan hadits
yang dikeluarkan oleh
ath-Thabraniy dari Ibnu Mas'ud
dan Anas bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ya
Allah! muliakanlah/ kokohkanlah Islam
ini dengan salah
seorang dari dua
orang yang paling Engkau cintai: 'Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal
bin Hisyam". Ternyata,
yang paling dicintai oleh
Allah adalah 'Umar
radhiallaahu 'anhu.
Setelah meneliti secara cermat seluruh periwayatan
yang mengisahkan keislamannya, nampak bahwa campaknya Islam ke dalam
hatinya berlangsung secara perlahan, akan tetapi sebelum kita
membicarakan ringkasannya, perlu
kami singgung terlebih
dahulu karakter dan
watak dari kepribadiannya.
Beliau radhiallaahu 'anhu dikenal sebagai seorang
yang temperamental dan memiliki harga diri yang tinggi.
Sangat banyak kaum
muslimin merasakan beragam
penganiayaan yang dilakukannya
terhadap mereka. Sebenarnya, secara lahiriyah apa yang menghinggapi perasaannya amatlah
kontras; antara keharusan menghormati tatanan adat
yang telah dibuat oleh
nenek moyangnya, kekaguman terhadap mental baja kaum muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan demi menjaga 'aqidah mereka
serta timbulnya berbagai keraguan
dalam dirinya sementara sebagai seorang cendikiawan dia beranggapan bahwa apa yang diseru
oleh Islam bisa saja lebih agung
dan suci dari selainnya; oleh
karena itu begitu memberontak langsung
saja dia berteriak lantang.
Mengenai ringkasan kisah tersebut -yang sudah
disinkronkan- berkaitan dengan keislamannya; bermula
dari tindakannya pada
suatu malam bermalam
di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju al-Haram dan masuk ke dalam
tirai Ka'bah. Saat itu, Nabi Shallallâhu
'alaihi wasallam tengah berdiri melakukan shalat dan membaca surat al- Hâqqah
. Pemandangan itu dimanfaatkan oleh
'Umar untuk mendengarkannya dengan khusyu' sehingga membuatnya terkesan dengan susunannya. Dia berkata: "aku berkata pada diriku: 'Demi Allah! ini (benar) adalah (ucapan)
tukang sya'ir sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!'. Lalu beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam
membaca : "Innahû laqaulu
rasûlin karîm. Wa mâ huwa biqauli syâ'ir.
Qalîlan mâ tu'minûn
(artinya: 'sesungguhnya al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang
diturunkan kepada kepada) Rasul
yang mulia, dan al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya')" . (Q.S. al-Hâqqah: 40, 41). Lantas
aku berkata pada diriku: "ini adalah (ucapan)
tukang tenung". Lalu
beliau meneruskan bacaannya: "wa lâ
biqauli kâhin. Qalîlan
mâ tadzakkarûn. Tanzîlun
min rabbil 'âlamîn
(artinya: 'Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian
mengambil pelajaran darinya. Ia adalah
wahyu yang diturunkan dari Rabb
semesta alam')" hingga akhir surat tersebut. Maka, ketika itulah Islam
memasuki relung hatiku'
".
Inilah awal benih-benih Islam merangsak ke dalam relung
hati 'Umar bin al-Khaththab. Tetapi kulit luar sentimentil Jahiliyyah dan fanatisme terhadap tradisi
serta kebanggaan akan agama
nenek moyang justru
mengalahkan inti hakikat
yang dibisikkan oleh
hatinya. Akhirnya, dia
tetap bergiat dalam upayanya melawan Islam, tanpa menghiraukan perasaan yang bersemayam dibalik kulit luar tersebut.
Diantara bukti nyata
kekerasan wataknya dan
rasa permusuhan yang
sudah di luar
batas terhadap Rasulullah adalah
saat suatu hari
dia keluar sambil
menghunus pedang hendak membunuh beliau Shallallâhu 'alaihi
wasallam. Ketika itu, dia bertemu
dengan Nu'aim bin 'Abdullah an-Nahham al-'Adawiy. (dalam
riwayat yang lain
disebutkan: "seseorang dari suku Bani Zahrah" atau
"seseorang dari suku
Bani Makhzum"). Orang
tersebut berkata: "hendak kemana engkau, wahai 'Umar?".
Dia
menjawab:"aku ingin membunuh Muhammad".
Orang tersebut berkata lagi:"kalau Muhammad
engkau bunuh, bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zahrah?".
'Umar menjawab: "menurutku, sekarang ini engkau
sudah menjadi penganut ash-Shâbiah (maksudnya: Islam-red) dan keluar dari agamamu".
Orang itu berkata kepadanya:"maukah aku
tunjukkan kepadamu yang lebih mengagetkanmu
lagi, wahai 'Umar? Sesungguhnya saudara (perempuan) dan iparmu juga telah menjadi penganut ash-Shâbiah dan
meninggalkan agama mereka berdua yang sekarang ini!".
Mendengar hal itu, 'Umar dengan segera berangkat
mencari keduanya dan saat dia sampai di tengah-tengah mereka, disana dia menjumpai Khabbab bin al-Aratt yang membawa shahîfah (lembaran al-Qur'an) bertuliskan:
"Thâha" dan membacakannya untuk keduanya–sebab dia secara rutin mendatangi keduanya dan
membacakan al-Qur'an terhadap keduanya-. Tatkala Khabbab mendengar gerak-gerik
'Umar, dia menyelinap ke bagian belakang rumah sedangkan saudara perempuan 'Umar menutupi shahifah
tersebut. Ketika mendekati
rumah, 'Umar telah mendengar bacaan Khabbab terhadap mereka berdua, karenanya saat
dia masuk langsung bertanya:"Apa gerangan suara
bisik-bisik yang aku dengar dari kalian?".
Keduanya menjawab: "tidak, hanya sekedar perbincangan diantara
kami".
Dia berkata lagi:
" nampaknya, kalian
berdua sudah menjadi
penganut ash-Shâbiah".
Iparnya berkata: "wahai 'Umar! Bagaimana
pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?".
Mendengar itu, 'Umar langsung melompak ke arah
iparnya tersebut lalu menginjak- injaknya dengan keras. Lantas saudara perempuannya datang dan mengangkat
suaminya menjauh darinya namun dia justru ditampar oleh Umar
sehingga darah mengalir dari wajahnya -dalam riwayat
Ibnu Ishaq disebutkan bahwa dia memukulnya sehingga memar
terluka-. Saudaranya berkata
dalam keadaan marah:"wahai 'Umar! Jika kebenaran ada pada selain agamamu,
maka bersaksilah bahwa
tiada Tuhan (Yang
berhak disembah) selain Allah dan bersaksilah bahwa
Muhammad adalah Rasulullah".
Manakala 'Umar merasa
putus asa dan menyaksikan kondisi
saudaranya yang berdarah, dia menyesal dan
merasa malu, lalu
berkata:"berikan kitab yang
ada ditangan kalian
ini kepadaku dan bacakan untukku!".
Saudaranya itu berkata:"sesungguhnya engkau
itu najis, dan tidak ada yang boleh menyentuhnya melainkan orang-orang yang suci; oleh
karena itu, berdiri
dan mandilah!". Kemudian dia berdiri
dan mandi, lalu
mengambil kitab tersebut
dan membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm. Dia berseloroh: "sungguh nama-nama yang baik
dan suci".
Kemudian dia melanjutkan dan membaca (artinya): "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak)
selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat
untuk mengingat Aku". (QS. 20/ thâha:
14). Dia berseloroh lagi: "alangkah indah
dan mulianya kalam ini! Kalau begitu, tolong
bawa aku ke hadapan Muhammad!".
Saat Khabbab mendengar ucapan 'Umar, dia
segera keluar dari
persembunyiannya sembari berkata:"wahai 'umar,
bergembiralah karena sesungguhnya aku berharap engkaulah
yang dimaksud dalam
doa Rasulullah pada
malam Kamis "Ya Allah! muliakanlah/ kokohkanlah Islam ini dengan
salah seorang dari
dua orang yang
paling Engkau cintai:
'Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal
bin Hisyam". Sementara Rasulullah (saat
ini) ada di rumah yang
terletak di kaki bukit shafa.
'Umar mengambil pedangnya sembari menghunusnya, lalu
berangkat hingga tiba di rumah tempat beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam berada tersebut. Dia mengetuk pintu, lalu seorang penjaga pintu
mengintip dari celah-celah pintu tersebut dan melihatnya menghunus pedang. Penjaga tersebut kemudian
melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Para shahabat yang berjaga bersiaga
penuh mengantisipasinya. Gelagat
mereka tersebut mengundang tanda tanya Hamzah:
"ada apa gerangan dengan kalian?". Mereka menjawab: " 'Umar!".
Dia berkata: "oh, 'Umar! Bukakan pintu
untuknya! Jika dia datang dengan
niat baik, kita akan membantunya akan tetapi
jika dia datang
dengan niat jahat,
kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri".
Saat itu, Rasulullah masih di dalam
rumah dan diberitahu perihal 'Umar, maka
beliau pun keluar menyongsongnya dan
menjumpainya di bilik.
Beliau memegang baju
dan gagang pedangnya, lalu
menariknya dengan keras, seraya bersabda:"tidakkah engkau akan berhenti dari
tindakanmu, wahai 'Umar
hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan
bencana sebagaimana yang
terjadi terhadap al-Walid
bin al-Mughirah? Ya Allah! inilah 'Umar bin al-Khaththab! Ya Allah! muliakanlah/ kokohkanlah Islam dengan
'Umar bin al -
Khaththab!". Umar berkata:"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang
berhak disembah) selain Allah dan engkau adalah Rasulullah". Dan dia pun
masuk Islam yang disambut dengan pekikan takbir
oleh penghuni rumah
sehingga terdengar oleh
orang yang berada didalam al-Masjid
(al-Haram-red).
'Umar radhiallaahu 'anhu
merupakan sosok yang
memiliki rasa harga
diri yang tinggi dan keinginan yang tidak boleh dihalang-halangi; oleh
karena itulah, keislamannya menimbulkan goncangan luar biasa di kalangan kaum Musyrikun dan membuat mereka semakin terhina dan patah arang
sementara bagi kaum Muslimin, hal itu menambah 'izzah, kemuliaan dan kegembiraan.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari
'Umar, dia berkata:"tatkala aku sudah
masuk Islam, aku
mengingat-ingat, sesiapa penduduk Mekkah yang paling keras terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam. Aku berkata: ' pasti Abu Jahal
lah orangnya". Lalu
aku datangi dia dan aku
ketuk pintu rumahnya. Dia pun keluar menyambutku sembari berkata:
"selamat datang! Ada apa denganmu?".
"aku datang untuk
memberitahumu bahwa aku telah beriman
kepada Allah dan RasulNya, Muhammad, serta membenarkan apa yang telah
dibawanya". Lalu dia menggebrak pintu
di hadapan wajahku
sembari berkata:
"Mudah-mudahan Allah menjelekkanmu dan apa yang engkau bawa".
Dalam versi Ibnu al-Jauziy
disebutkan bahwa 'Umar radhiallaahu 'anhu berkata:"Dulu, jika seseorang masuk Islam, maka orang-orang
menggelayutinya lantas memukulinya dan dia juga memukuli mereka, namun
tatkala aku telah
masuk Islam, aku mendatangi
pamanku, al-'Âshiy bin Hâsyim,
dan memberitahukan kepadanya hal itu, dia malah masuk rumah. Lalu aku pergi ke salah
seorang pembesar Quraisy -sepertinya Abu Jahal- dan memberitahukannya
perihal keislamanku, tetapi
dia juga malah
masuk rumah".
Ibnu Hisyam juga menyebutkan -demikian pula Ibnu al-Jauziy secara
ringkas- bahwa ketika dia ('Umar) masuk
Islam, dia mendatangi Jamil
bin Ma'mar al-Jumahiy – yang merupakan penyambung lidah Quraisy yang
paling getol - dan memberitahukan kepadanya tentang keislamannya, orang ini langsung
berteriak dengan sekeras-kerasnya bahwa Ibnu al-Khaththab telah menjadi penganut ash-Shâbiah. Umar pun menimpali – dibelakangnya-
: "dia bohong, akan tetapi aku telah masuk Islam". Merekapun menyergapnya sehingga akhirnya terjadilah
pertarungan antara 'Umar seorang diri melawan
mereka. Pertarungan itu baru selesai
saat matahari sudah berada
tepat diatas kepala mereka, tetapi 'Umar sudah nampak
kepayahan. Dia hanya bisa duduk sementara mereka berdiri dekat kepalanya. Dia
berkata kepada mereka:"lakukanlah apa yang kalian suka. Sungguh aku bersumpah atas nama Allah,
bahwa andai kami berjumlah tiga ratus
orang, niscaya telah
kami biarkan mereka
untuk kalian atau
kalian biarkan mereka
untuk kami".
Setelah kejadian itu,
kaum Musyrikun berangkat dalam jumlah besar
menuju rumahnya dengan tujuan
akan membunuhnya. Imam al-Bukhariy meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata:"Saat 'Umar
berada di rumahnya
dalam kondisi cemas,
datanglah al - 'Âsh
bin Wâil as-Sahmiy, Abu 'Amru, sembari
membawa mantel dan
baju yang dilipat
dan terbuat dari sutera.
Dia berasal dari
suku Bani Sahm
yang merupakan sekutu kami
di masa Jahiliyyah.
'Umar berkata kepadanya: "ada apa denganmu?".
"kaummu mengaku akan membunuhku bila aku masuk Islam", katanya.
'Umar berkata – setelah mengatakan kepadanya: 'kamu aman'-:
"kalau begitu, tidak
akan ada yang bisa melakukan
hal itu terhadapmu".
Asl-Âsh kemudian keluar
dan mendapatkan banyak
orang yang sudah
memadati lembah tersebut,
lantas dia berkata
kepada mereka:" hendak
kemana kalian?"
Mereka menjawab:"menemui si Ibnu al-Khaththab yang sudah menjadi
penganut ash- Shâbiah ini!".
Dia menjawab: "kalian tidak akan bisa
melakukan hal itu terhadapnya". Orang
-orang itupun pergi
secara bergerilya.
Dalam riwayat Ibnu
Ishaq disebutkan :"demi Allah! seolah -olah
mereka itu bagaikan pakaian
yang tersingkap".
Demikianlah dampak keislamannya terhadap kaum
Musyrikun, sedangkan terhadap kaum muslimin adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Mujâhid dari Ibnu
'Abbas, dia berkata:"aku
bertanya kepada 'Umar: 'kenapa kamu dijuluki al-Fârûq? '.
Dia berkata: 'Hamzah masuk Islam tig a hari lebih dahulu dariku -selanjutnya
dia menceritakan kisah
keislamannya, dan diakhirnya dia berkata- lalu aku berkata (saat aku
sudah masuk Islam):
"Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada diatas kebenaran; mati
ataupun hidup?".
Beliau Shallallâhu 'alaihi
wasallam menjawab: "tentu saja! Demi Yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya kalian berada diatas
kebenaran; mati ataupun
hidup".
Lalu aku berkata: "lantas untuk apa
bersembunyi-sembunyi? Demi Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita harus
keluar (menampakkan diri).
Lalu beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam membagi kami dalam dua barisan;
salah satunya dipimpin oleh Hamzah
dan yang lainnya,
dipimpin olehku. deru debu dan
pasir tersebut yang ditinggalkannya ibarat ceceran gandum
yang dihaluskan. Akhirnya
kami memasuki al-Masjid
al-Haram. Kemudian aku menoleh ke arah Quraisy
dan Hamzah; mereka tampak diliputi oleh
kesedihan yang tidak
pernah mereka rasakan
seperti itu sebelumnya. Sejak saat itulah,
Rasulullah menamaiku "al-Fârûq ".
Ibnu Mas'ud sering berkata:"sebelumnya, kami
tak berani melakukan shalat di sisi
Ka'bah hingga 'Umar
masuk Islam".
Dari Shuhaib bin Sinan ar-Rûmiy radhiallaahu 'anhu,
dia berkata:"ketika 'Umar masuk Islam,
barulah Islam menampakkan diri dan dakwah
kepadanya dilakukan secara
terang- terangan. Kami juga
berani duduk-duduk secara
melingkar di sekitar
Baitullah, melakukan thawaf, mengimbangi perlakuan orang yang
kasar kepada kami serta membalas sebagian yang diperbuatnya".
Dari 'Abdullah bin Mas'ud, dia berkata:"kami senantiasa merasakan 'izzah sejak
'Umar masuk Islam".
LIHAT SAMBUNGAN SIRAH NABAWIYAH DI LINK DI BAWAH INI :
No comments:
Post a Comment