SIRAH NABAWIYAH ( 08 )
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
TAHAPAN PERTAMA BERJIHAD MELALUI DAKWAH KEPADA ALLAH
Tahapan
Dakwah Sirriyyah selama tiga tahun
Seperti yang sudah
diketahui bahwa kota
Mekkah merupakan pusat
agama bagi bangsa Arab. Disana terdapat para pengabdi ka'bah
dan tiang sandaran
bagi berhala dan patung- patung yang dianggap suci
oleh seluruh bangsa
Arab. Untuk mencapai
sasaran perbaikan yang memadai
terhadap kondisi yang ada nampaknya akan bertambah sulit
dan keras jika jauh dari jangkauan kondisionalnya.
Karenanya, kondisi tersebut membutuhkan tekad baja yang tak mudah
tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana
yang menimpa; maka adalah
bijaksana dalam menghadapi hal itu, memulai
dakwah secara sirri
(sembunyi- sembunyi)
agar penduduk Mekkah tidak dikagetkan dengan hal yang (bisa saja) memancing
emosi mereka.
Gelombang Pertama
Sudah merupakan sesuatu
yang lumrah bila
yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah menawarkan Islam
kepada orang-orang
yang dekat hubungannya dengan beliau, keluarga besar
serta shahabat-shahabat karib beliau; mereka semua didakwahi oleh beliau untuk
memeluk Islam. Beliau
juga tak lupa
mendakwahi orang yang
sudah saling mengenal
dengan beliau dan memiliki sifat
baik dan suka berbuat
baik, mereka yang beliau kenal sebagai orang-orang yang mencintai Allah al-Haq dan kebaikan atau mereka yang mengenal beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam sebagai sosok yang selalu
menjunjung tinggi nilai
kejujuran dan keshalihan. Hasilnya, banyak diantara mereka – yang tidak sedikitpun digerayangi oleh
keraguan terhadap keagungan, kebesaran jiwa Rasulullah serta
kebenaran berita yang
dibawanya- merespons dengan
baik dakwah beliau. Mereka ini dalam sejarah Islam
dikenal sebagai as-Saabiquun al-Awwalluun
(orang- orang yang
paling dahulu dan pertama masuk
Islam). Di barisan
depan mereka terdaftar isteri Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam, Ummul
Mukminin Khadijah binti Khuwailid, maula (budak) beliau,
Zaid bin Haritsah
bin Syarahil al-Kalbi, keponakan
beliau; 'Ali bin Abi Thalib – yang ketika
itu masih anak-anak dan hidup dibawah
tanggungan beliau – serta shahabat paling
dekat beliau, Abu Bakr ash-Shiddiq. Mereka semua memeluk
Islam pada permulaan dakwah.
Kemudian, Abu Bakr
bergiat dalam mendakwahi Islam. Dia adalah
sosok laki -laki
yang lembut, disenangi, fleksibel dan berbudi baik.
Para tokoh kaumnya
selalu mengunjunginya dan
sudah tidak asing dengan kepribadiannya karena keintelekan, kesuksesan dalam
berbisnis dan pergaulannya yang luwes. Dia terus berdakwah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berinteraksi dan bermajlis dengannya. Berkat hal itu, maka masuk
Islam lah 'Utsman
bin 'Affana al -Umawi, az-Zubair bin al-'Awam al- Asadi, 'Abdurrahman bin 'Auf, Sa'd
bin Abi Waqqash az-Zuhriyan dan Thalhah bin 'Ubaidillah at-Timi. Kedelapan
orang inilah yang terlebih dahulu masuk Islam dan merupakan gelombang pertama dan palang
pintu Islam.
Diantara orang-orang pertama lainnya yang masuk Islam adalah Bilal bin
Rabah al -Habasyi, kemudian diikuti
oleh Amin (Kepercayaan) umat ini, Abu 'Ubaidah; 'Amir
bin al-Jarrah yang berasal
dari suku Bani
al-Harits bin Fihr, Abu Salamah bin
'Abdul Asad, al- Arqam bin Abil
Arqam (keduanya berasal
dari suku Makhzum), 'Utsman bin Mazh'un
- dan kedua saudaranya; Qudamah dan 'Abdullah -, 'Ubaidah bin al-Harits
bin al- Muththalib bin 'Abdu Manaf,
Sa'id bin Zaid al -'Adawy
dan isterinya; Fathimah binti al- Khaththab al-'Adawiyyah - saudara perempuan
dari 'Umar bin al-Khaththab -, Khabbab
bin al-Arts, 'Abdullah bin Mas'ud
al-Hazaly serta banyak
lagi selain mereka.
Mereka itulah yang dinamakan as-Saabiquunal Awwaluun. Mereka
terdiri dari semua
suku Quraisy yang ada bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40
orang. Namun, dalam penyebutan sebagian dari
nama-nama tersebut masih
perlu diberikan catatan.
Ibnu Ishaq berkata: "…kemudian banyak orang
yang masuk Islam
secara berbond ong- bondong baik laki-laki maupun wanita sampai
akhirnya tersiarlah gaung
"Islam" di seantero Mekkah dan mulai
banyak menjadi bahan
perbincangan orang.
Mereka semua masuk Islam
secara sembunyi-sembunyi. Maka cara yang sama pun dilaklukan oleh
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam dalam pertemuan beliau dengan
pengarahan agama yang
diberikan karena dakwah
ketika itu masih
bersifat individu dan sembunyi-sembunyi. Wahyu turun
secara berkesinambungan dan memuncak setelah turunnya permulaan surat al-Muddatstsir. Ayat-ayat
dan penggalan-penggalan surat yang turun pada masa
ini merupakan ayat-ayat pendek; memiliki pemisah-pemisah yang indah dan valid,
senandung yang menyejukkan dan memikat seiring dengan suasana suhu domestik yang begitu lembut dan halus. Ayat-ayat tersebut membicarakan solusi
memperbaiki penyucian diri
( tazkiyatun nufuus),
mencela pengotorannya dengan gemerlap duniawi dan menyifati surga
dan neraka yang seakan-akan terlihat
oleh mata kepala sendiri.
Juga, menggiring kaum
Mukminin ke dalam
suasana yang lain
dari kondisi komunitas sosial kala itu.
Perintah Shalat
Termasuk wahyu pertama yang turun adalah perintah
mendirikan shalat. Ibnu Hajar berkata: "sebelum terjadinya Isra', beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam
secara qath'i pernah melakukan shalat, demikian pula
dengan para shahabat akan tetapi yang diperselisihkan apakah ada shalat
lain yang telah
diwajibkan sebelum (diwajibkannya) shalat lima waktu ataukah tidak?. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
yang telah diwajibkan itu adalah shalat sebelum terbit
dan terbenamnya matahari". Demikian penuturan Ibnu
Hajar.
Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari jalur Ibnu
Lahi'ah secara maushul ( disambungkan setelah
sanad-sanadnya mu'allaq [terputus di bagian tertentu]) dari Zaid bin
Haritsah bahwasanya pada awal datangnya wahyu, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam didatangi oleh
malaikat Jibril; dia mengajarkan beliau
tata cara berwudhu. Maka tatkala selesai melakukannya, beliau mengambil seciduk
air lantas memercikkannya ke faraj beliau.
Ibnu Majah juga telah meriwayatkan hadits yang semakna
dengan itu, demikian pula riwayat semisalnya dari al-Bara' bin 'Azib dan Ibnu 'Abbas
serta hadits Ibnu 'Abbas
sendiri. Hal tersebut
merupakan kewajiban pertama.
Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa bila waktu
shalat t elah
masuk, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam dan para shahabat pergi
ke perbukitan dan menjalankan shalat
disana secara
sembunyi-sembunyi jauh dari kaum mereka. Abu Thalib pernah sekali waktu melihat
Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam dan 'Ali
melakukan shalat,
lantas menegur keduanya namun manakala dia mengetahui bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang serius, dia memerintahkan keduanya untuk berketetapan hati (tsabat).
Kaum Quraisy mendengar perihal dakwah secara global
Meskipun dakwah pada
tahapan ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bersifat
individu, namun
perihal beritanya sampai
juga ke telinga
kaum Quraisy. Hanya
saja, mereka belum
mempermasalahkannya karena Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam tidak pernah menyinggung agama
mereka ataupun tuhan-tuhan mereka.
Tiga tahunpun berlalu sementara dakwah masih berjalan
secara sembunyi-sembunyi dan individu; dalam
tempo waktu ini
terbentuklah suatu jamaah
Mukminin yang dibangun atas pondasi ukhuwwah (persaudaraan) dan ta'awun
(solidaritas) serta penyampaian risalah dan proses reposisinya. Kemudian turunlah wahyu yang membebankan
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam agar menyampaikan dakwah kepada kaumnya
secara terang- terangan; menentang kebatilan mereka serta menyerang berhala-berhala mereka.
LIHAT SAMBUNGAN SIRAH NABAWIYAH DI LINK DI BAWAH INI :
No comments:
Post a Comment