SIRAH
NABAWIYAH ( 09 B )
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
BERDAKWAH SECARA TERANG -TERANGA N
(DAKWAH JAHRIYYAH)
Beragam Penindasan
Kaum Musyrikun menjalankan metode-metode terdahulu
sedikit-demi sedikit untuk mengekang
perkembangan dakwah Islamiyyah setelah kemunculannya pada permulaan tahun IV kenabian. Mereka
baru sebatas melakukan metode-metode tersebut selama beberapa minggu dan bulan,
tidak bergeser ke metode yang baru. Akan tetapi, manakala mereka melihat bahwa metode-metode tersebut tidak membuahkan hasil sama sekali dalam upaya menggagalkan dakwah Islamiyyah; mereka
mengadakan pertemuan sekali lagi untuk memusyawarahkan hal tersebut
antar sesama mereka. Akhirnya, mereka memutuskan untuk melakukan penyiksaan terhadap kaum Muslimin
dan menguji dien mereka. Tindakan yang diambil pertama kali adalah
bergeraknya masing-masing kepala suku untuk menginterogasi siapa saja yang
masuk Islam dari
kabilah mereka, kemudian ditindaklanjuti oleh
bawahan dan kroco-kroco mereka. Maka mulailah
mereka mendera kaum Muslimin dengan berbagai siksaan
yang membuat bulu kuduk merinding dan hati tersayat-sayat mendengarnya:
Adalah Abu Jahal,
bila mendengar seorang
laki-laki masuk Islam,
berketurunan bangsawan serta
memiliki perlindungan (suaka),
maka dia mencaci, menghina serta mengancamnya dengan mengatakan bahwa dia
akan membuatnya mengalami kerugian materil dan psikologis. Sedangkan bila orang
tersebut lemah maka dia menggebuk dan menghasutnya.
'Utsman bin 'Affan
digulung oleh pamannya ke dalam tikar
yang terbuat dari
daun-daun kurma, kemudian diasapi dari bawahnya.
Mush'ab bin 'Umair, manakala ibundanya mengetahui
keislamannya, membiarkan dirinya kelaparan dan mengusirnya dari rumah padahal sebelumnya dia termasuk orang
yang hidup berkecukupan. Lantaran tindakan ibundanya tersebut, kulitnya menjadi
bersisik layaknya kulit ular.
Shuhaib bin Sinan ar-Rumy disiksa hingga kehilangan ingatan dan tidak
memahami apa yang dibicarakannya sendiri.
Bilal, maula Umayyah
bin Khalaf al -Jumahi mengalami perlakuan yang sangat
kejam dari majikannya. Pundaknya diikat dengan tali
lantas tali tersebut diserahkan kepada anak-anak
kecil untuk
diseret dan dibawa
keliling sepanjang pegunungan Mekkah. Akibatnya, bekas tali tersebut masih nampak di
pundaknya. Umayyah, sang majikan selalu mengikatnya kemudian menderanya dengan
tongkat. Kadang ia dipaksa duduk
di bawah teriknya sengatan matahari. Ia juga
pernah dipaksa lapar.
Puncak dari itu semua adalah
saat dia dibawa keluar
pada hari yang
suhunya sangat panas,
kemudian dibuang ke Bathha' (tanah lapang berkerikil) Mekkah. Setelah
itu, ia ditindih
dengan batu besar
dan ditaruh ke atas
dadanya. Ketika itu,
berkata Umayyah kepadanya:"Tidak, demi
Allah! engkau akan
tetap mengalami seperti ini sampai engkau
mati atau engkau
kafir terhadap (ajaran)
Muhammad dan menyembah al-Laata dan al-'Uzza". Meskipun dalam kondisi
demikian, ia tetap berteriak: "Ahad, Ahad".
Mereka terus menyiksanya hingga suatu hari Abu Bakar melewatinya, lalu membelinya dan menukarkannya dengan
seorang anak berkulit
hitam.
Ada riwayat yang mengatakan:
dengan tujuh uqiyyah (satu uqiyyah= 12 dirham atau 28
gram-red) atau lima uqiyyah dari perak, kemudian beliau memerdekakannya.
'Ammar bin Yasir
maula Bani Makhzum
sekeluarga radhiallaahu 'anhum
; dia, ayahnya dan ibunya yang
masuk Islam tak luput dari
penganiayaan. mereka diseret
keluar menuju al-Abthah (suatu
tempat di Mekkah)
oleh kaum Musyrikin
yang dipimpin oleh Abu Jahal. Saat itu suhu
udara sangat panas
dan menyengat. Maka
dalam kondisi seperti
itulah mereka menyiksa
keluarga tersebut. Ketika mereka sedang menjalani siksaan, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam melintas di
hadapan mereka sembari bersabda: "Bersabarlah wahai Ali Yasir
(keluarga besar Yasir)!
Sesungguhnya tempat yang
dijanjikan untuk kalian adalah surga". Yasir, ayahnya meninggal dunia
dalam siksaan tersebut sedangkan ibunya, Sumayyah ditusuk oleh Abu Jahal dari arah qubulnya dengan tombak dan
meninggal dunia seketika. Dialah
syahidah (wanita yang mati syahid)
pertama dalam Islam.
Setelah itu, kaum Musyrikin tersebut meningkatkan frekuensi siksaan mereka terhadap
'Ammar; terkadang dengan menjemurnya saja, terkadang dengan meletakkan
batu besar yang memerah (saking
panasnya) diatas dadanya dan terkadang dengan menenggelamkannya alias membenamkan mukanya
ke dalam air.
Kala itu, mereka
berkata kepadanya: "kami tidak akan terus menyiksamu
hingga engkau mencaci Muhammad atau mengatakan sesuatu yang baik
terhadap al-Laata dan
al-'Uzza. Maka, dia
pun secara terpaksa menyetujui hal itu.
Setelah itu dia mendatangi Nabi sambil menangis dan meminta ma'af atas kejadian tersebut kepada
beliau Shallallâhu 'alaihi
wasallam. Ket ika itu,
turunlah ayat:
"Barangsiapa yang kafir
kepada Allah sesudah
dia beriman (dia
mendapat kemurkaan dari Allah), kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa)…". (Q.S. 16/ an -Nahl: 106).
Abu Fakihah – namanya Aflah – seorang maula Bani 'Abdi ad-Daar mukanya dijerembabkan oleh kaum Musyrikin ke tanah yang
melepuh oleh terik matahari, kemudian
diletakkan diatas punggungnya sebuah batu besar hingga dia tak dapat bergerak lagi. Dia dibiarkan dalam keadaan demikian
hingga hilang ingatan. Suatu kali, mereka mengikat kakinya dengan tali, lalu
menyeretnya dan melemparkannya ke tanah yang melepuh oleh terik matahari
seperti yang dilakukan terhadapnya sebelumnya, kemudian mencekiknya hingga
mereka mengira dia telah mati. Saat itu, Abu
Bakar melewatinya lalu membeli dan memerdekakannya karena Allah Ta'ala.
Khabbab bin al-Aratt,
maula Ummi Anmaar
binti Siba' al-Khuza'iyyah disiksa oleh kaum Musyrikin dengan aneka siksaan; rambutnya mereka
jambak dengan keras sekali, lehernya mereka betot dengan
kasar lalu melemparkannya ke dalam api yang membara
kemudian – dalam kondisi
demikian- jasadnya mereka
tarik sehingga api itu terpadamkan oleh lemak yang meleleh dari punggungnya.
Dari kalangan budak Muslimah, terdapat riwayat Zunairah, an-Nahdiyyah dan Ummu
'Ubais. Tatkala mereka
masuk Islam, kaum
Musyrikinpun melakukan penyiksaan terhadap mereka sama seperti
yang telah dilakukan terhadap para shahabat sebelumnya diatas.
Seorang budak perempuan Bani Muammal – mereka adalah
dari suku Bani 'Adiy – dipukul oleh 'Umar
bin al-Khaththab, kala
ia masih Musyrik,
dan manakala merasa
jenuh, dia berkata:
"sesungguhnya yang membuatku membiarkanmu hanyalah karena kejenuhan".
Semua budak-budak wanita
tersebut dibeli oleh
Abu Bakar kemudian dimerdekakannya sebagaimana yang telah
dilakukannya terhadap Bilal
dan 'Amir bin Fuhairah.
Kaum Musyrikin juga
pernah membungkus sebagian shahabat dalam buntalan yang terbuat dari kulit
onta dan sapi,
kemudian dilempar ke bumi yang
sudah melepuh oleh terik matahari. Sedangkan sebagian yang lain, pernah
mereka kenakan baju besi lantas dilemparkan ke atas batu besar
yang memanas.
Deretan para korban
yang disiksa karena
membela dienullah demikian
panjang dan amat histeris. Pokoknya, siapa saja
yang mereka ketahui
telah memeluk Islam
maka tak ayal akan dihadang geraknya dan disakiti.
Sikap Kaum Musyrikin terhadap
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam
Adapun Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam (kala
itu) tidaklah mengalami siksaan yang sedemikian. Beliau adalah
seorang ksatria, terhormat dan sosok yang
langka. Baik kawan maupun lawan sama-sama segan
dan mengagungkannya; setiap
orang yang berjumpa dengannya, pasti akan menyambutnya dengan rasa
hormat dan pengagungan. Tidak seorangpun yang berani
melakukan perbuatan tak senonoh dan hinadina terhadap beliau selain manusia-manusia kerdil dan picik.
Disamping itu, beliau
juga mendapatkan perlindungan (suaka) dari pamannya, Abu Thalib yang
merupakan tokoh terpandang di Mekkah. Dia memang
terpandang nasabnya dan disegani orang.
Oleh karena itu,
amatlah sulit bagi
seseorang untuk melecehkan orang yang sudah berada dalam perlindungannya. Kondisi ini tentu
amat mencemaskan kaum
Quraisy dan membuat
mereka terjepit sehingga
tidak dapat berbuat
banyak. Hal ini,
memaksa mereka untuk
memikirkan secara jernih jalan
keluarnya tanpa harus
berurusan dengan wilayah
larangan yang bila
tersentuh tentu akibatnya tidak
diharapkan. Akhirnya, mereka
mendapatkan ide penyelesaiannya, yaitu dengan memilih
jalan berunding dengan sang penanggung jawab terbesar; Abu Thalib. Akan
tetapi tentunya dengan
lebih banyak melakukan pendekatan secara hikmah dan ekstra serius, disisipi dengan trik menantang dan ultimatum terselubung sampai dia mau tunduk dan mendengarkan apa yang mereka
katakan.
Utusan Quraisy menghadap Abu Thalib
Ibnu Ishaq berkata: "sekelompok tokoh bangsawan kaum Quraisy menghadap Abu Thalib,
lalu berkata kepadanya: 'wahai Abu Thalib! Sesungguhnya keponakanmu telah mencaci tuhan-tuhan kita, mencela agama
kita, membuyarkan impian kita dan menganggap sesat nenek-nenek moyang kita. Karenanya, engkau hanya punya
dua alternatif: mencegahnya atau membiarkan kami
dan dia menyelesaikan urusan ini.
Sesungguhnya kondisimu adalah
sama seperti kami,
tidak sependapat dengannya, oleh karena itu kami berharap dapat
mengandalkanmu dalam menjinakkannya'. Abu Thalib berkata kepada mereka dengan
tutur kata yang
lembut dan membalasnya dengan cara yang halus
dan baik. Setelah
itu mereka pun akhirnya undur
diri. Sementara itu,
Rasulullah tetap melakukan aktivitas seperti biasanya; mengkampanyekan dienullah dan mengajak kepadanya". Akan
tetapi, orang-orang Quraisy
tidak dapat berlama-lama sabar manakala
melihat beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam terus melakukan aktivitasnya tersebut dan berdakwah kepada
Allah bahkan hal itu semakin
membuat mereka mempersoalkannya dan mengumpatinya. Lantaran itu pula,
mereka kemudian memutuskan untuk menghadap Abu Thalib sekali lagi namun dengan cara
yang lebih kasar dan keras daripada sebelumnya.
Kaum
Quraisy mengultimatum Abu Thalib
Para tokoh kaum Quraisy kembali
mendatangi Abu Thalib
seraya berkata kepadanya: "wahai Abu Thalib! Sesungguhnya kami menghargai
usia, kebangsawanan dan kedudukanmu. Dan sesungguhnya pula, kami telah
memintamu menghentikan gelagat keponakanmu itu,
namun engkau tidak
melakukannya. Sesungguhnya kami,
demi Allah! tidak akan mampu bersabar atas perbuatan
mencela nenek moyang kami, membuyarkan impian kami dan mencemooh tuhan-tuhan kami hingga engkau
mencegahnya sendiri atau kami yang akan membuat
perhitungan dengannya dan denganmu sekaligus. Setelah itu, kita lihat siapa diantara dua kelompok ini yang akan binasa".
Ancaman dan ultimatum yang keras tersebut
sempat membuat nyali
Abu Thalib bergetar juga, karenanya dia menyongsong Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam sembari berkata kepadanya: "wahai keponakanku! Sesungguhnya
kaummu telah mendatangiku dan mengatakan
begini dan begitu kepadaku. Oleh karena itu berdiamlah demi kemaslahatanku dan dirimu sendiri. Janganlah
engkau membebaniku dengan sesuatu yang tak mampu aku
lakukan!". Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam mengira
bahwa dengan ini pamannya telah mengucilkannya dan tak
mampu lagi melindungi dirinya, maka beliaupun menjawab: "wahai pamanku! Demi Allah! andaikata mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku
agar aku meninggalkan agama ini -hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya-
niscaya aku tidak akan meninggalkannya".
Beliau mengungkapkannya dengan berlinang air mata dan tersedu, lalu berdiri untuk berpaling namun ketika itu,
pamannya memanggilnya dan menghampirinya
sembari berkata: "Pergilah wahai keponakanku! Katakanlah apa yang engkau
suka, demi Allah! aku tidak
akan pernah selamanya menyerahkanmu kepada siapapun!". Lalu dia merangkai beberapa untai bait (artinya):
Demi Allah! mereka
semua tidak akan dapat menjamahmu Hingga aku terkubur
berbantalkan tanah
Berterang-teranganlah dengan urusanmu, tiada cela
bagimu Bergembira dan bersuka
citalah dengan hal itu
Kaum Quraisy kembali menghadap Abu Thalib
Tatkala kaum Quraisy
melihat Rasulullah masih
terus melakukan aktivitasnya, tahulah mereka bahwa Abu
Thalib tak berkeinginan untuk mengucilkan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dan
telah bulat hatinya
untuk memisahkan diri dan memusuhi mereka. Maka sebagai upaya membujuk, mereka membawa 'Imarah
bin al-Walid bin al-Mughirah ke hadapannya seraya berujar:"wahai Abu Thalib!
Sesungguhnya ini ada seorang pemuda yang paling rupawan
dan tampan di kalangan kaum
Quraisy! Ambillah dia, maka dengan begitu, engkau dapat berbuat sesukamu; mengikatnya
atau membebaskannya (membelanya). Jadikanlah dia sebagai anakmu,
maka dia jadi
milikmu. Lalu serahkan kepada kami keponakanmu yang
telah menyelisihi agamamu
dan agama nenek-nenek moyangmu itu,
menceraiberaikan persatuan kaummu, membuyarkan impian mereka untuk kami
bunuh. Ini adalah barter
diantara kita dan menjadi impas;
seorang dengan seorang". Abu Thalib menjawab: "Demi Allah!
sungguh tawaran kalian
tersebut sesuatu yang murahan! Apakah kalian ingin
memberikan kepadaku anak
kalian ini agar
aku beri makan untuk
kepentingan kalian sementara aku memberikan anakku
agar kalian bunuh?.
Demi Allah! ini tidak akan
pernah terjadi!". Al-Muth'im bin 'Adiy bin Naufal bin
'Abdu Manaf
berkata:"Demi Allah, wahai Abu Thalib! Kaummu telah berbuat adil
terhadapmu dan berupaya untuk
membebaskanmu dari hal yang tidak engkau sukai. Jadi, apa sebabnya aku lihat
engkau tidak mau
menerima sesuatupun dari
tawaran mereka?". Dia menjawab: "Demi Allah! kalian bukannya
berbuat adil terhadapku, akan tetapi kalian
telah bersepakat menghinakanku dan mengkonfrontasikanku dengan kaum
Quraisy. Oleh sebab itu, lakukanlah apa yang ingin
kalian lakukan!".
Ketika kaum Quraisy gagal dalam perundingan tersebut
dan ti dak berhasil membujuk Abu Thalib untuk
mencegah Rasululullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dan mengekang laju dakwahnya kepada Allah; maka
mereka pun memutuskan untuk memilih langkah
yang sebelumnya telah berupaya
mereka hindari dan tidak menyerempetnya karena khawatir akan akibat
serta implikasinya, yaitu
langkah memusuhi pribadi
Rasululullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.
Bentuk -Bentuk Pelecehan mereka terhadap Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam
Kaum Quraisy membatalkan sikap pengagungan dan
penghormatan yang dulu pernah mereka
tampakkan terhadap Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam semenjak munculnya dakwah Islamiyyah di lapangan. Memang,
sungguh sulit merubah sikap yang terbiasa dengan kebengisan dan kesombongan untuk berlama-lama sabar,
maka dari itu,
mereka mulai mengulurkan tangan
permusuhan terhadap Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Sebagai implementasinya, mereka
melakukan berbagai bentuk ejekan, hinaan,
pencemaran nama baik,
pengaburan, keusilan dan lain sebagainya. Tentunya, sudah lumrah bila yang
pertama-tama menjadi ujung tombaknya adalah Abu Lahab sebab dia adalah seorang kepala suku Bani Hasyim. Dia tidak pernah
memikirkan pertimbangan apapun sebagaimana yang
selalu dipertimbangkan oleh
tokoh-tokoh Quraisy lainnya. Dia adalah musuh bebuyutan Islam dan para pemeluknya. Sejak
pertama, dia sudah
menghadang Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam sebelum kaum Quraisy berkeinginan melakukan hal itu. Kita telah
membahas bagaimana prilaku mereka terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam
di majlis Bani
Hasyim dan di bukit Shafa.
Sebelum beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam
diutus, Abu Lahab telah mengawinkan kedua anaknya; 'Utbah dan 'Utaibah dengan kedua putri Rasulullah Shallallâhu
'alaihi wasallam; Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Namun tatkala beliau
diutus menjadi Rasul,
dia memerintahkan kedua
anaknya tersebut agar menceraikan kedua putri beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam
dengan cara yang kasar dan keras, hingga akhirnya
terjadilah perceraian itu.
Ketika
'Abdullah, putra kedua Rasulullah wafat, Abu Lahab amat gembira dan menyampiri semua kaum
Musyrikin untuk memberitakan perihal Muhammad yang
sudah menjadi Abtar (orang
yang terputus/ buntung)
*.
*Terhadapnya Allah Ta'ala menurunkan ayat 3, surat al-Kautsar –red.
Sebagaimana dalam bahasan
terdahulu, bahwa Abu
Lahab selalu menguntit di belakang Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam saat
musim haji dan di pasar-pasar sebagai
upaya mendustakannya. Dalam hal
ini, Thariq bin 'Abdullah al-Muhariby meriwayatkan suatu berita yang intinya bahwa yang dilakukannya tidak
sekedar mendustakan Rasulullah, akan tetapi lebih dari itu, dia juga memukul beliau Shallallâhu 'alaihi
wasallam dengan batu hingga
kedua tumit beliau berdarah.
Isteri Abu Lahab,
Ummu Jamil binti
Harb bin Umayyah
saudara perempuan Abu Sufyan,
tidak kalah frekuensi
permusuhannya terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam dibanding sang suami.
Dia pernah membawa
dedurian dan menebarkannya di jalan yang dilalui oleh Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bahkan
juga, di depan
pintu rumah be liau
pada malam harinya. Dia adalah
sosok perempuan yang
judes. Lisannya selalu
dijulurkan untuk mencaci beliau,
mengarang berita dusta
dan berbagai isu,
menyulutkan api fitnah serta mengobarkan perang membabibuta terhadap Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam. Oleh karena itulah, al-Qur'an menyifatinya dengan
Hammaalatal Hathab (wanita pembawa kayu bakar).
Ketika dia mendengar ayat al-Qur'an yang turun mengenainya dan suaminya, dia
langsung mendatangi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam yang
sedang duduk-duduk bersama Abu Bakar ash-Shiddiq. Dia
telah membawa segenggam batu ditangannya, namun
ketika dia berdiri di hadapan keduanya, Allah membutakan pandangannya dari beliau sehingga dia tidak melihat selain Abu Bakar, lantas dia
berkata: "wahai Abu Bakar! Mana shahabatmu itu? Aku mendapat berita bahwa
dia telah mengejekku. Demi Allah! andai aku
menemuinya niscaya akan
aku tampar mulutnya dengan segenggam batu
ini. Demi Allah! Bukankah
sesungguhnya aku ini seorang Penyair?. Kemudian dia menguntai bait berikut (artinya):
Si tercela yang kami tentang, Urusannya yang kami tolak, Diennya yang kami
benci
Kemudian dia berlalu. Setelah kepergiannya, Abu
Bakar lantas berkata: "wahai Rasulullah! Adakah engkau melihatnya dapat melihatmu?".
Beliau menjawab: "Dia tidak dapat melihatku. Sungguh! Allah telah
membutakan pandangannya dariku".
Abu Bakar al-Bazzar meriwayatkan kisah diatas.
Di dalamnya disebutkan bahwa ketika dia berdiri di hadapan
Abu Bakar, dia berkata: "wahai Abu Bakar! Shahabatmu itu telah mengejek kami". Abu Bakar menjawab:
"Tidak, demi Rabb bangunan ini (Ka'bah)! Dia tidak pernah berbicara dengan
memakai sya'ir ataupun
melantunkannya". Dia menjawab: "Sungguh! apa yang engkau ucapkan
memang benar".
Demikianlah yang dilakukan oleh Abu Lahab padahal
beliau adalah paman beliau Shallallâhu
'alaihi wasallam sekaligus tetangganya, rumahnya menempel dengan rumah beliau.
Sama seperti tetangga-tetangga beliau yang lain yang selalu mengganggu beliau padahal beliau tengah berada di dalam rumah.
Ibnu Ishaq berkata:
"Mereka yang selalu mengganggu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam saat beliau
berada di rumah
tersebut adalah Abu
Lahab, al-Hakam
bin Abi al- 'Ash bin Umayyah,
'Uqbah bin Abi Mu'ith, 'Adiy
bin Hamra' ats-Tsaqafy dan Ibnu al- Ashda' al-Hazaly. Semuanya
adalah tetangga-tetangga beliau
namun tak seorangpun diantara mereka yang masuk
Islam kecuali al-Hakam bin Abi
al-'Ash. Salah seorang diantara mereka ada yang melempari beliau dengan rahim
kambing saat beliau
tengah melakukan shalat. Yang lain lagi,
bila priuk milik
beliau -yang terbuat
dari batu- tengah dipanaskan, pernah memasukkan
bangkai tersebut ke dalamnya. Hal ini, membuat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam mamasang
tabir agar dapat terlindungi dari mereka manakala beliau tengah melakukan
shalat. Bila usai mereka melakukan hal itu, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam membawanya keluar dan
meletakkannya diatas sebatang ranting, kemudian berdiri
di depan pintu
rumahnya lalu berseru:
"wahai Bani 'Abdi Manaf! Tetangga-tetangga model apa yang begini
kelakuannya?". Kemudian barang tersebut beliau lempar ke jalan.
'Uqbah bin Abi
Mu'ith malah melakukan hal yang lebih
buruk dan busuk
dari itu lagi. Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiallaahu 'anhu bahwa pernah suatu hari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam melakukan shalat di sisi
Baitullah sedangkan Abu
Jahal dan rekan-rekannya tengah duduk-duduk. Lalu sebagian mereka berkata
kepada sebagian yang
lain: "Siapa diantara kalian yang akan membawa kotoran
onta Bani Fulan lalu
menumpahkannya ke punggung Muhammad saat dia sedang sujud?". Maka bangkitlah 'Uqbah bin Abi Mu'ith,
sosok yang paling
sangar diantara mereka,
membawa kotoran tersebut sembari
memperhatikan gerak-gerik Nabi
Muhammad Shallallâhu 'alaihi wasallam. Tatkala beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam beranjak sujud kepada Allah,
dia menumpahkan kotoran tersebut
ke arah punggungnya diantara dua bahunya.
Aku (Ibnu Mas'ud-red) memandangi hal itu dan ingin sekali
melakukan sesuatu andai
aku memiliki perlindungan (suaka). Lalu mereka tertawa
sambil masing-masing saling
mencolek dan memiringkan
badan satu sama lainnya dengan penuh kesombongan dan keangkuhan sedangkan
Rasulullah masih sujud. Beliau tidak dapat mengangkat kepalanya hingga Fathimah datang
dan membuang kotoran
tersebut dari punggung
beliau, barulah beliau mengangkat kepala, kemudian berdoa:
'Ya Allah! berilah
balasan (setimpal) kepada
kaum Quraisy tersebut'. Beliau mengucapkannya tiga kali. Doa beliau ini
menyesakkan hati mereka. Dia
(Ibnu Mas'ud-red) bertutur
lagi: 'mereka menganggap bahwa berdoa di negeri itu (Mekkah) adalah mustajabah.
Kemudian dalam doanya tersebut, beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam menyebutkan nama mereka satu
per-satu: ' Ya Allah!
binasakanlah Abu Jahal,
'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, al-Walid bin
'Utbah, Umayyah bin Khalaf, 'Uqbah
bin Abi Mu'ith
– Ibnu Mas'ud
menyebutkan yang ke tujuh
namun tidak mengingat namanya
- . Demi Dzat yang
jiwaku di tanganNya! Sungguh aku telah melihat
orang-orang yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam
tewas mengenaskan di al-Qalib , yaitu kuburan
di Badar, Madinah". Adapun nama orang yang ke tujuh tersebut
adalah 'Imarah bin al-Walid.
Lain lagi yang dilakukan oleh Ummayyah bin Khalaf;
bila melihat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam, dia langsung mengumpat dan mencelanya. Karenanya,
turunlah terhadapnya
ayat:"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat (al -Humazah) lagi
pencela". (Q.S. 104/ al
-Humazah: 1). Ibnu Hisyam berkata:"kata al -Humazah maknanya adalah orang
yang mencemooh seseorang secara terang-terangan dan tanpa tedeng aling-aling, memain-mainkan kedua matanya sambil mengerdipkannya,
sedangkan kata al-Lumazah maknanya
adalah orang yang mencela manusia secara sembunyi dan menyakiti hati mereka".
Sama halnya dengan
saudara laki-lakinya, Ubay
bin Khalaf; mereka
berdua seiring dan sejalan. Suatu ketika, 'Uqbah
duduk di majlis
Nabi sembari mendengarkan dakwahnya, namun manakala berita tersebut sampai ke telinga
Ubay; dia langsung mencaci dan mencemooh saudaranya tersebut serta memintanya agar
meludah ke wajah
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam , maka diapun
melakukannya. Sementara Ubay
sendiri juga tidak mau kalah,
dia menumbuk tulang
belulang yang ada hingga remuk
redam lalu meniupkannya ke angin yang berhembus ke arah
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.
Bentuk pelecehan lainnya
adalah apa yang
diperbuat oleh al-Akhnas bin Syuraiq at- Tsaqafy yang selalu mengerjai Rasulullah Shallallâhu
'alaihi wasallam. Untuk itu, al -Qur'an menyifatinya dengan sembilan sifat yang menyingkap perangainya, yaitu
firman Allah Ta'ala: " Dan janganlah kamu
ikuti setiap orang
yang banyak bersumpah lagi hina (10). Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah (11). Yang enggan berbuat baik, yang melampaui batas
lagi banyak dosa
(12). Yang kaku
kasar, selain dari
itu, yang terkenal
kejahatannya (13)". (Q.S. 68/ al -Qalam: 10-13).
Demikian pula dengan Abu Jahal, terkadang dia datang
kepada Rasulullah dan mendengarkan al-Qur'an, kemudian berlalu namun
hal itu tidak
membuatnya beriman, tunduk, sopan apalagi takut. Bahkan dia
menyakiti Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dengan perkataannya, menghadang jalan Allah, berlalu
lalang dengan angkuh memproklamirkan apa yang diperbuatnya dan bangga dengan
kejahatan yang dilakukannya tersebut
seakan sesuatu yang enteng saja. Terhadapnya turunlah
ayat: "Dan ia tidak
mau membenarkan (Rasul
dan al-Qur'an) dan
tidak mau mengerjakan shalat… dst". (QS. 75/ al -Qiyaamah: 31- dst). Dia selalu mencegah Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam untuk melakukan shalat
sejak pertama kali
melihat beliau melakukannya di
Masjid al-Haram. Suatu kali, dia melewati beliau
yang sedang melakukan shalat di sisi Maqam (nabi Ibrahim 'alaihissalaam-red),
lalu berkata: "wahai Muhammad! Bukankah sudah aku larang
engkau melakukan ini?". Dia mengancam beliau,
mengasari serta membentaknya. Dia berkata kepada
beliau:"wahai Muhammad! Dengan
apa engkau akan mengancamku?Demi Allah! bukankah sesungguhnya aku
adalah orang yang paling banyak memanggil (berdoa) di lembah ini (Mekkah)". Maka turunlah ayat: "Maka biarkanlah dia memanggil golongannya (untuk
menolongnya),[17]. kelak Kami
akan memanggil malaikat Zabaniyah,[18] ".
(Q.S.96/ al -'Alaq:
17-18).
Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam mencengkeram lehernya dan menggoyang-goyangkannya sembari membacakan
firman Allah: "Kecelakaanlah
bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu,[34]. kemudian kecelakaanlah bagimu
(hai orang kafir)
dan kecelakaanlah bagimu.[35]". (Q.S.
75/ al - Qiyaamah: 34-35). Lantas musuh Allah itu berkata: "Engkau
hendak mengancamku, wahai Muhammad? Demi Allah! engkau
dan TuhanMu tidak
akan sanggup melakukan apapun. Sesungguhnya aku-lah seperkasa orang yang berjalan diantara dua gunung
di Mekkah ini!".
Sekalipun sudah membentak-bentak tersebut, Abu Jahal
tidak pernah kapok dari kedunguannya
bahkan semakin blingsatan saja. Berkaitan dengan ini, Imam Muslim mengeluarkan dari
Abu Hurairah, dia
berkata: "Abu Jahal
berkata:'Apakah Muhammad
sujud dan menempelkan jidatnya di tanah (shalat) di depan batang
hidung kalian?". Salah
seorang menjawab: "ya, benar!". Dia berkata
lagi:"demi al -Laata
dan al-'Uzza! Sungguh aku akan menginjak-injak lehernya dan membenamkan mukanya
ke tanah!". Tak berapa
lama, datanglah Rasulullah lalu melakukan shalat.
Abu Jahal sebelumnya mendakwa
akan menginjak-injak lehernya, namun sebaliknya, yang terjadi sungguh
mengagetkan mereka; dia tidak
jadi bergerak maju dan malah menutupi kedua
tangannya untuk berlindung.
Mereka lalu bertanya: "wahai Abu Jahal!
Ada apa gerangan
denganmu?". Dia menjawab: "Sesungguhnya ada parit
dari api, sesuatu yang menakutkan dan sayap-sayap yang mengantarai aku dan
dia". Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam berkata:
"andai dia sedikit
lagi mendekat kepadaku, niscaya tubuhnya akan
disambar malaikat dan terkoyak satu per-satu".
Demikianlah gambaran yang amat mini sehubungan
dengan bentuk-bentuk pelecehan dan penganiayaan yang dialami oleh Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam dan kaum Muslimin dari para Thaghut kaum Musyrikin yang mendakwa bahwa mereka
adalah Ahlullah (Kekasih Allah) dan penduduk tanah
haramNya.
Aktivitas di Darul Arqam
Diantara hikmah kenapa
Rasulullah dalam menghadapi penindasan-penindasan tersebut, melarang kaum Muslimin
memproklamirkan keislaman mereka
baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan serta tidak mengizinkan mereka bertemu dengan
beliau kecuali secara rahasia
adalah karena bila
mereka bertemu dengan
beliau secara terbuka maka tidak diragukan lagi kaum Musyrikin akan membatasi gerak
beliau sehingga keinginan
beliau untuk mentazkiyah (menyucikan diri) kaum Muslimin dan mengajarkan
mereka al-Kitab dan as-Sunnah akan terhalangi. Dan barangkali, bisa menyebabkan
berbenturnya antara kedua
belah pihak bahkan
(realitasnya) hal itu
benar-benar terjadi pada
tahun ke empat dari kenabian, yaitu manakala shahabat-shahabat Rasulullah Shallallâhu
'alaihi wasallam berkumpul di lereng-lereng perbukitan tempat mereka
melakukan shalat secara
rahasia. Tiba-tiba, hal itu terlihat oleh beberapa orang
kafir Quraisy. mereka
ini lalu mencaci
maki dan memerangi mereka. Menghadapi hal
itu, Sa'ad bin Abi Waqqash yang merupakan salah
seorang dari para shahabat tersebut
memukul seorang dari kaum Musyrikin tersebut sehingga tertumpahlah darah
ketika itu. Inilah, darah
pertama yang tertumpah dalam Islam.
Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa bila
perbenturan ini terus terulang dan berkepanjangan maka tentunya akan berdampak kepada
musnah dan binasanya kaum Muslimin. Oleh karena
itu, adalah bijak
untuk melakukannya dengan
sembunyi-sembunyi. Nyatanya,
para shahabat secara umum menyembunyikan keislaman, peribadatan, dakwah dan
pertemuan mereka. Sedangkan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam
melakukannya secara terbuka
dalam berdakwah dan beribadah di depan mata kaum Musyrikin. Tidak ada sesuatupun yang dapat
menghalang-halanginya. Namun begitu, beliau tetap melakukan pertemuan dengan
kaum Muslimin secara
rahasia demi kepentingan mereka dan agama Islam.
Maka adalah Daar
(kediaman) al-Arqam
bin Abi al-Arqam berada diatas bukit shafa dan terpencil sehingga luput
dari intaian para Thaghut dan bahan pembicaraan persidangan-persidangan mereka.
Tempat itulah yang
dijadikan oleh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam sebagai
pusat dakwah dan berkumpulnya kaum
Muslimin.
Disana, beliau
membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, menyucikan hati mereka serta mengajarkan mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah).
01 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-01.html
02 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-02-kitab-ar-rahiqul.html
03 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-03-kitab-ar-rahiqul.html
04 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-04-kitab-ar-rahiqul.html
05 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-05-kitab-ar-rahiqul.html
06 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-06-kitab-ar-rahiqul.html
07 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-07-kitab-ar-rahiqul.html
08 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-08.html
09 A :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09.html
09 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-b.html
09 C :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-c.html
09 D :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-d.html
09 E :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-e.html
10 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-10.html
11 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-11.html
12 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-12.html
13 A : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13.html
13 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13-b.html
LIHAT SAMBUNGAN SIRAH NABAWIYAH DI LINK DI BAWAH INI :
01 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-01.html
02 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-02-kitab-ar-rahiqul.html
03 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-03-kitab-ar-rahiqul.html
04 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-04-kitab-ar-rahiqul.html
05 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-05-kitab-ar-rahiqul.html
06 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-06-kitab-ar-rahiqul.html
07 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-07-kitab-ar-rahiqul.html
08 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-08.html
09 A :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09.html
09 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-b.html
09 C :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-c.html
09 D :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-d.html
09 E :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-e.html
10 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-10.html
11 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-11.html
12 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-12.html
13 A : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13.html
13 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13-b.html
No comments:
Post a Comment