SIRAH NABAWIYAH ( 03 )
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
AGAMA BANGSA ARAB
Mayoritas Bangsa Arab
masih mengikuti dakwah
Nabi Ismail 'alaihissalam dan menganut agama yang dibawanya. Beliau meneruskan
dakwah ayahnya, Ibrahim 'alaihissalam, yaitu menyembah Allah dan mentauhidkanNya. Untuk
beberapa lama mereka
akhirnya mulai lupa banyak
hal tentang apa yang pernah diajarkan kepada mereka. Sekalipun begitu, tauhid dan beberapa syiar
agama Ibrahim masih
tersisa pada mereka,
hingga munculnya Amru bin Luhai, pemimpin
Bani Khuza'ah. Dia tumbuh sebagai
orang yang dikenal
suka berbuat kebajikan, bershadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka
menganggapnya sebagai salah seorang ulama besar dan
wali yang disegani. Kemudian dia mengadakan perjalanan ke Syam. Disana dia melihat penduduk Syam yang
menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu
yang baik serta
benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat
para rasul dan kitab.
Maka dia pulang
sambil membawa Hubal
dan meletakkannya di dalam
ka'bah. Setelah itu dia mengajak
penduduk Mekkah untuk
menjadikan sekutu bagi Allah.
Orang-orang Hijaz pun banyak
yang mengiktui penduduk Mekkah karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka'bah
dan penduduk tanah
suci.
Berhala yang paling
dahulu mereka sembah
adalah Manat, yang
ditempatkan di Musyallal di tepi laut
Merah dekat Qudaid.
Kemudian mereka membuat
Lata di Thaif
dan Uzza di lembah kurma (wadi
nakhlah). Ketiga berhala
tersebut merupakan yang
paling besarnya. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan
berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat
di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amru bin Luhai mempunyai
pembantu dari jenis jin. Jin
ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nuh (Wud, Suwa', Yaghuts,
Ya'uq dan Nasr)
terpendam di Jeddah.
Maka dia datang
ke sana untuk mencari keberadaannya, lalu membawanya
ke Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada
berbagai kabilah. Mereka membawa pulang berhala-berhala itu ke tempat
mereka masing-masing. Sehingga
di setiap kabilah
dan di setiap rumah hampir
pasti ada berhalanya. Mereka juga memajang berbagai macam berhala dan
patung di al-Masjidil Haram . Tatkala
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam menaklukkan Mekkah, di sekitar Ka'bah
terdapat tiga ratus
enam puluh berhala.
Beliau menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua, lalu
memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari
masjid dan dibakar.
Begitulah kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala, yang menjadi fenomena terbesar dari agama orang-orang Jahiliyyah, yang menganggap dirinya masih menganut agama Ibrahim.
Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upacara
penyembahan berhala, yang hampir semuanya dibuat oleh Amru bin Luhai. Sementara orang-orang mengira apa
yang dibuat Amru tersebut
adalah sesuatu yang baru
dan baik serta
tidak merubah agama
Ibrahim.
Diantara upacara penyembahan
berhala yang mereka lakukan adalah :
Mereka mengelilingi berhala
dan mendatanginya, berkomat-kamit di hadapannya, meminta
pertolongan tatkala menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu
bisa memberikan syafa'at
di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka
kehendaki.
Mereka menunaikan haji
dan thawaf di sekeliling berhala, merunduk dan sujud
di hadapannya.
Mereka bertaqarrub kepada berhala mereka dengan
berbagai bentuk taqarrub/ ibadah; mereka menyembelih dan berkorban untuknya dan dengan namanya.
Dua jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah di dalam
firmanNya : "…Dan
apa yang disembelih untuk berhala…." (al -Maidah: 3)
"Dan jagnanlah kalian memakan
binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah
ketika menyembelihnya".
(Al-An'am: 121).
Jenis taqarrub yang
lain, mereka mengkhususkan sebagian dari makanan
dan minuman yang mereka pilih
untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan bagian tertentu dari
hasil panen dan
binatang ternak mereka.
Diantara hal yang amat aneh
adalah perbuatan mereka mengkhususkan bagian yang lain untuk Allah.
Banyak sebab-sebab yang mereka jadikan alasan kenapa mereka
memindahkan sesembahan yang sebenarnya mereka peruntukkan untuk Allah kepada berhala-berhala mereka, akan tetapi
mereka tidak memindahkan sama sekali sesembahan yang sudah diperuntukkan untuk berhala mereka. Allah berfirman :
"Dan, mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian
dari tanaman yang
diciptakan Allah, lalu mereka
berkata sesuai dengan
persangkaan mereka, ' Ini untuk Allah
dan ini untuk berhala-berhala kami'. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi
berhala-berhala mereka tidak sampai
kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi
Allah, maka sajian itu sampai kepada
berhala-berhala mereka. Amat
buruklah ketetapan mereka
itu". (Al-An'am: 136).
Diantara jenis taqarrub yang mereka lakukan ialah
dengan bernazar menyajikan sebagian hasil tanaman dan ternak untuk berhala-berhala. Allah berfirman :
" Dan, mereka
mengatakan,'inilah
binatang ternak dan
tanaman
yang
dilarang;
tidak
boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki', menurut anggapan mereka, dan binatang ternak yang mereka tidak
menyebut nama Allah
di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat
kedustaan terhadap Allah". (Al -An'am:
138).
Diantaranya lagi adalah ritual al-bahirah,
as-sa'ibah, al-washilah, al-hami . Ibnu Ishaq berkata: "al-bahirah ialah anak
as-sa'ibah yaitu onta
betina yang telah
beranak sepuluh betina secara berturut-turut dan tidak diselingi sama sekali oleh
yang jantan. Onta semacam inilah yang dilakukan terhadapnya ritual
sa'ibah; ia tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, susunya tidak boleh diminum kecuali oleh
tamu. Jika kemudian melahirkan lagi anak betina,
maka telinganya harus
dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya,
dan juga harus mendapat perlakuan
yang sama seperti induknya. Al-Washilah adalah domba
betina yang lahir dari lima perut; jika kemudian lahir sepuluh betina
secara berturut-turut dan tidak diantarai lahirnya yang
jantan, mereka mengadakan ritual washilah. Mereka
berkata: "aku telah
melakukan washilah".
Kemudian bila domba tersebut beranak lagi, maka mereka persembahkan kepada kaum laki-laki saja kecuali ada yang mati
maka dalam hal
ini kaum laki-laki dan wanita bersama-sama melahapnya. Sedangkan Al-hami adalah onta
jantan yang sudah membuahkan sepuluh anak betina
secara berturut-turut tanpa
ada jantannya. Punggung onta seperti ini dijaga, tidak boleh ditunggangi,
tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas dan
tidak digunakan kecuali
untuk kepentingan ritual
tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut,
Allah menurunkan ayat :
"Allah sekali -kali tidak
pernah mensyari'atkan adanya bahirah, sa'ibah, washilah dan
hami. Akan tetapi
orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka
tidak mengerti". (al-Maidah: 103).
Allah juga menurunkan ayat :
" Dan, mereka mengatakan :'apa yang di dalam perut binatang
ternak ini adalah
khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami',
dan jika yang
dalam perut itu
dilahirkan mati, maka
pria dan wantia sama-sama boleh memakannya". (Al-An'am: 139).
Sa'id bin al-Musayyab telah menegaskan bahwa
binatang-binatang ternak diperuntukkan bagi taghut-taghut mereka.
Di dalam hadits
yang shahih dan marfu', bahwa
Amru bin Luhai adalah orang
pertama yang melakukan ritual saibah (mempersembahkan onta untuk berhala).
Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap
berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah,
menghubungkan mereka kepadaNya
serta meminta syafa'at kepadaNya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al - Qur'an :
"Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya". (Az-Zumar:3).
"Dan,
mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak
(pula) manfaat,
dan mereka berkata: 'mereka itu adalah
pemberi syafa'at kepada kami disisi Allah". (Yunus: 18).
Orang-orang Arab juga mengundi nasib
dengan sesuatu yang
disebut al-azlam atau
anak panah yang tidak
ada bulunya. Anak
panah itu ada tiga jenis:
satu jenis ditulis
dengan kata "ya", satu lagi ditulis
dengan kata "tidak" dan jenis ketiga
dengan kata "dibiarkan". Mereka mengundi nasib untuk menentukan apa yang akan
dilakukan, seperti bepergian, menikah atau lain-lainnya, dengan menggunakan anak panah itu.
Jika yang keluar tulisan "ya", mereka melaksanakannya, dan jika yang keluar
adalah tulisan "tidak" , mereka menangguhkannya
pada tahun itu hingga mereka
melakukannya lagi. Dan jika
yang mncul adalah tulisan
"dibiarkan" mereka mengulangi undiannya. Ada lagi jenis lain,
yaitu tulisan "air" dan "tebusan", begitu
juga tulisan "dari kalian", "bukan dari
kalian" atau "disusul".
Bila mereka ragu terhadap nasab
seseorang mereka membawanya ke hubal dan membawa
serta juga seratus hewan
kurban lalu diserahkan kepada pengundi. Dalam
hal ini, jika
yang keluar adalah tulisan
"dari kalian", maka dia diangkat
sebagai penengah/ pemutus
perkara diantara mereka. Jika
yang keluar tulisan
"bukan dari kalian" maka dia diangkat sebagai sekutu.
Sedangkan jika yang keluar adalah tulisan "disusul" maka kedudukannya
di tengah mereka adalah
sebagai orang yang
tidak bernasab dan tidak diangkat
sebagai sekutu.
Tak beda jauh
dengan hal ini
adalah perjudian dan undian. Mereka
membagi-bagikan daging unta
yang mereka sembelih berdasarkan undian tersebut.
Mereka juga percaya kepada perkataan peramal, dukun
(para normal) dan ahli nujum (astrolog). Peramal adalah
orang yang suka
memberikan informasi tentang
hal-hal yang akan terjadi di masa depan,
mengaku-aku dirinya mengetahui rahasia-rahasia. Diantara
para peramal ini, ada yang mendakwa
dirinya memiliki pengikut
dari bangsa jin yang
memberikan informasi kepadanya.
Diantara mereka juga ada yang mendakwa mengetahui hal-hal yang ghaib berdasarkan pemahaman yang
diberikan kepadanya. Ada lagi dari mereka yang mendakwa
dirinya mengetahui banyak
hal dengan mengemukan premis- premis dan sebab-sebab yang
dapat dijadikan bahan
untuk mengetahui posisinya berdasarkan kepada ucapan
si penanya, perbuatannya atau kondisinya; inilah
yang disebut dengan 'arraf (dukun/ para normal) seperti
orang yang mendakwa dirinya mengetahui barang
yang dicuri, letak
terjadinya pencurian, juga
orang yang tersesat, dan lain-lain.
Sedangkan ahli nujum
(astrolog) adalah orang
yang mengamati keadaan
bintang dan planet, lalu
dia menghitung perjalanan dan waktu peredarannya, agar dengan begitu
dia bisa mengetahui berbagai keadaan di dunia
dan peristiwa-peristiwa yang
bakal terjadi di kemudian hari. Membenarkan ramalan ahli nujum/
astrolog ini pada hakikatnya merupakan
bentuk kepercayaan terhadap bintang-bintang. Diantara keyakinan mereka terhadap bintang-bintang adalah keyakinan terhadap
anwa' (simbol tertentu yang dibaca sesuai dengan posisi
bintang) ; oleh karenanya mereka
selalu mengatakan ; 'hujan yang turun ke atas kami ini lantaran
posisi bintang begini
dan begitu'.
Di kalangan mereka
juga beredar kepercayaan ath-Thiyarah yaitu merasa
nasib sial atau meramal nasib buruk
(karena melihat burung,
binatang lainnya atau
apa saja) . Pada
mulanya mereka mendatangi seekor
burung atau kijang,
lalu mengusirnya. Jika
burung atau kijang
itu mengambil arah
kanan, maka mereka
jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik.
Jika burung atau kijang itu mengambil arah kisri,
maka mereka tidak
berani bepergian dan mereka meramal
hal itu sebagai tanda
kesialan. Mereka juga
meramal sial jika
di tengah jalan
bertemu burung atau hewan tertentu.
Tak bebeda jauh
dengan hal ini adalah kebiasaan mereka yang menggantungkan ruas tulang kelinci (dengan
kepercayaan bahwa hal
itu dapat menolak
bala'-penj). Mereka juga menyandarkan kesialan kepada hari-hari, bulan-bulan,
hewan-hewan, rumah-rumah atau wanita-wanita. Begitu
juga keyakinan terhadap penularan penyakit dan binatang berbisa. Mereka percaya bahwa orang
yang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram
jika dendamnya tidak dilampiaskan. Ruhnya
bisa menjadi binatang
berbisa dan burung
hantu yang beterbangan di padang sahara/ tanah lapang
seraya berteriak: 'Haus! haus! beri aku minum!
beri aku minum!',
dan bila telah
dilampiaskan dendamnya maka
ruhnya merasa tenang dan tentram kembali.
Orang-orang Jahiliyah masih dalam kondisi kehidupan
demikian, tetapi ajaran Ibrahim masih tersisa pada mereka dan belum
ditinggalkan sama sekali, seperti pengagungan terhadap baitullah (ka'bah),
thawaf, haji, umrah, wukuf di 'Arafah dan Muzdalifah, serta ritual mempersembahkan onta sembelihan untuk
ka'bah. Memang, dalam
hal ini terjadi hal-hal yang mereka ada-adakan. Diantaranya; orang-orang Quraisy
berkata, 'kami anak keturunan Ibrahim dan penduduk
tanah haram, penguasa
ka'bah dan penghuni Mekkah. Tak seorangpun dari Bangsa Arab yang mempunyai hak dan
kedudukan seperti kami- dalam hal
ini, mereka menjuluki diri mereka dengan
alhums (kaum pemberani)- ; oleh karena itu tidak
selayaknya kami keluar
dari tanah haram
menuju tanah halal
(di luar tanah haram). Mereka tidak melaksanakan wuquf di Arafah,
juga tidak ifadhah
dari sana, tapi melaukan ifadhah dari Muzdalifah. Mengenai
hal ini,turun firman
Allah:
"Kemudian bertolaklah kalian dari tempat
bertolaknya orang-orang banyak" . (al-Baqarah: 199).
Diantara hal-hal lain yang mereka katakana adalah :
"tidak selayaknya alhums mengkonsumsi
keju, memasak dan menyaring samin/ mentega saat mereka sedang berihram,
serta memasuki rumah-rumah dengan pakaian dari
bulu/ wol. Juga
tidak selayaknya berteduh
ketika lagi berteduh
kecuali di rumah-rumah yang terbuat dari
kulit selama mereka
dalam keadaan berihram".
Mereka juga berkata:
"Penduduk di luar
tanah haram tidak
boleh memakan makanan
yang mereka bawa dari
luar tanah haram ke tanah haram, jika kedatangan mereka itu dimaksudkan untuk
melakukan haji atau umrah".
Hal-Hal lainya yang
mereka buat-buat adalah
mereka melarang orang
yang datang dari luar tanah haram bila
mereka datang dan berthawaf untuk
pertama kalinya kecuali
dengan mengenakan pakaian kebesaran alhums dan jika
mereka tidak mendapatkannya maka kaum laki-laki harus thawaf dalam keadaan telanjang.
Sementara wanita juga harus menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali pakaian rumah
yang longgar,kemudian baru berthawaf dan melantunkan :
"Hari ini tampak
sebagian atau seluruhnya apa yang nampak
itu tiadalah ia perkenankan"
Dan berkaitan dengan itu, turun firman
Allah :
"Hai anak Adam!
Pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid". (al -A'raf:
31).
Jika salah seorang
dari laki-laki dan wanita merasa
lebih hormat untuk
thawaf dengan pakaian
yang dikenakannya dari
luar tanah haram
maka sehabis thawaf
dia harus membuangnya
dan ketika itu tak seorangpun yang boleh menggunakannya lagi; baik dari mereka maupun selain mereka.
Hal lainya lagi
adalah perlakuan mereka
yang tidak mau masuk rumah
dari pintu depan bila sedang berihram, tetapi
mereka melubangi bagian
tengah rumah untuk
tempat masuk dan keluar,
dan mereka manganggap pikiran sempit semacam
ini sebagai kebaktian (birr); maka hal
semacam ini kemudian
dilarang oleh Al-Qur'an dalam firmanNya :
"Dan bukanlah
kebaktian itu memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian
itu ialah kebaktian orang yang bertakwa". (al -Baqarah: 189).
Kepercayaan semacam ini ; kepercayaan bernuansa syirik, penyembahan terhadap berhala, keyakinan
terhadap hipotesis-hipotesis lemah
dan khurafat-khurafat adalah
merupakan kepercayaan/ agama mayoritas Bangsa Arab. Disamping itu juga, ada agama lain
seperti; Yahudi, Nashrani, Majusi
dan Shabi'ah. Agama-agama ini juga mendapatkan jalan untuk memasuki pemukiman Bangsa Arab.
Ada dua periode yang
sempat mewakili keberadaan orang-orang Yahudi di jazirah Arab:
Proses hijrah yang mereka lakukan pada periode
penaklukan Bangsa Babilonia dan Assyiria di Palestina; tekanan yang dialami
oleh orang-orang Yahudi, luluh lantaknya negeri dan hancurnya rumah
ibadah mereka oleh
Bukhtanashshar pada tahun
587 SM serta ditawan dan dibawanya sebagian
besar mereka ke Babilonia menyebabkan sebagian mereka yang
lain meninggalkan negeri
Palestina menuju Hijaz
dan bermukim di sekitar
belahan utaranya.
Diawali dari sejak
pendudukan yang dilakukan oleh Bangsa Romawi
terhadap Palestina dibawah komando
Pettis pada tahun
70 M; adanya tekanan dari
orang-orang Romawi terhadap bangsa Palestina, hancur dan luluh
lantaknya rumah ibadah mereka membuahkan berimigrasinya banyak suku dari
bangsa Yahudi ke Hijaz dan menetap di Yatsrib (Madinah sekarang-penj), Khaibar dan Taima'.
Disana mereka mendirikan perkampungan, istana-istana dan benteng-benteng.
Agama Yahudi tersebar di kalangan sebagian bangsa Arab
melalui kaum imigran
Yahudi tersebut.
Di kemudian harinya mereka memiliki peran yang sangat signifikan dalam
percaturan politik pada periode tersebut sebelum munculnya Islam. Ketika Islam muncul,
suku -suku Yahudi
yang sudah ada dan masyhur adalah
Khaibar, an-Nadhir, al-Mushthaliq, Quraizhah dan Qainuqa'.
Sejarawan, as-Samhudi menyebutkan dalam bukunya
"wafâul wafa' " halaman 116 bahwa suku-suku Yahudi yang
mampir di Yatsrib
dan datang ke sana dari
waktu ke waktu berjumlah lebih dari dua puluh suku.
Sementara itu, masuknya agama Yahudi di Yaman adalah
melalui penjual jerami,
As'ad bin Abi Karb. Ketika
itu, dia pergi
berperang ke Yatsrib
dan disanalah dia
memeluk agama Yahudi.
Dia membawa serta
dua orang ulama
Yahudi dari suku Bani
Quraizhah ke Yaman. Agama
Yahudi tumbuh dan
berkembang dengan pesat
di sana, terlebih lagi ketika
anaknya, Yusuf yang
bergelar Dzu Nuwas
menjadi penguasa di Yaman; dia
menyerang penganut agama Nashrani dari Najran dan mengajak mereka untuk menganut agama Yahudi, namun
mereka menolak. Karena
penolakan ini, dia kemudian menggali
parit dan mencampakkan mereka ke dalamnya lalu mereka
dibakar hidup-hidup. Dalam tindakannya ini,
dia tidak membedakan antara laki-laki
dan perempuan, anak-anak kecil dan orang-orang berusia lanjut. Sejarah mencatat, bahwa
jumlah korban pembunuhan massal ini berkisar antara
20.000 hingga 40.000
jiwa. Peristiwa itu terjadi pada bulan
Oktober tahun 523 M. Al-Qur'an menceritakan sebagian dari drama
tragis tersebut dalam surat al-Buruj (tentang Ashhabul Ukhdud).
Sedangkan agama Nasrani masuk ke jazirah Arab
melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi.
Pendudukan orang-orang Habasyah yang pertama kali
di Yaman terjadi pada
tanun 340 M dan berlangsung hingga tahun 378 M. Pada
masa itu, gerakan kristenisasi mulai merambah
pemukiman di Yaman.
Tak berapa jauh
dari masa ini, seorang yang yang dikenal sebagai
orang yang zuhud,
doanya mustajab dan juga dianggap mempunyai kekeramatan. Orang
ini dikenal dengan
sebutan Fimiyun; dialah yang
datang ke Najran.
Dia mengajak penduduk
Najran untuk memeluk
agama Masehi. Mereka melihat tanda-tanda kejujuran pada dirinya dan kebenaran agamanya. Oleh karena itu mereka menerima dakwahnya dan bersedia memeluk
agama Nasrani.
Tatkala orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk
kedua kalinya pada tahun 525 M;
sebagai balasan atas
perlakuan Dzu Nuwas
yang dulu pernah
dilakukannya, dan
tampuk pimpinan dipegang
oleh Abrahah, maka
dia menyebarkan agama
Nasrani dengan gencar dan target
sasaran yang luas
hingga mencapai puncaknya yaitu tatkala dia membangun sebuah gereja di Yaman,
yang diberi nama "Ka'bah Yaman".
Dia menginginkan agar haji yang dilakukan oleh Bangsa Arab dialihkan ke gereja ini.
Disamping itu,dia juga
berniat menghancurkan Baitullah di Mekkah, namun
Allah membinasakannya dan
akan mengazabnya di dunia dan akhirat.
Agama Nashrani dianut
oleh kaum Arab
Ghassan, suku-suku Taghlib
dan Thayyi' dan selain kedua suku terakhir ini. Hal itu disebabkan mereka
bertetangga dengan orang-orang Romawi. Bukan itu saja, bahkan
sebagian raja-raja Hirah
juga telah memeluknya.
Sedangkan agama Majusi
lebih banyak berkembang di kalangan orang-orang Arab yang
bertetangga dengan orang-orang Persia yaitu orang-orang Arab di Iraq,
Bahrain (tepatnya di Ahsa'),
Hajar dan kawasan
tepi pantai teluk
Arab yang bertetangga dengannya. Elite- Elite politik Yaman juga
ada yang memeluk
agama Majusi pada
masa pendudukan Bangsa Persia terhadap Yaman.
Adapun agama Shabi'ah; menurut penemuan yang
dilakukan melalui penggalian dan penelusuran peninggalan-peninggalan mereka di negeri Iraq dan lain-lainnya menunjukkan bahwa agama
tersebut dianut oleh
kaum Ibrahim Chaldeans. Begitu juga, agama tersebut dianut oleh mayoritas
penduduk Syam dan Yaman pada zaman purbakala. Setelah beruntunnya kedatangan beberapa
agama baru seperti
agama Yahudi dan Nasrani,
agama ini mulai kehilangan identitasnya dan aktivutasnya mulai redup. Tetapi
masih ada sisa-sisa
para pemeluknya yang
membaur dengan para
pemeluk Majusi atau
hidup berdampingan dengan mereka,
yaitu di masyarakat Arab di Iraq
dan di kawasan
tepi pantai teluk Arab.
Kondisi
Kehidupan Agama
Agama-agama tersebut merupakan agama yang sempat
eksis sebelum kedatangan Islam. Namun dalam
agama-agama tersebut, sudah
terjadi penyimpangan dan
hal-hal yang merusak. Orang-orang Musyrik yang mendakwa
diri mereka adalah
penganut agama Ibrahim, justeru
keadaannya teramat jauh
dari perintah dan larangan syariat
Ibrahim.
Ajaran-ajaran tentang akhlaq mulia mereka sudah
abaikan sehingga maksiat tersebar dimana-mana. Seiring dengan peralihan zaman secara bertahap terjadi
perkembang yang sama seperti
ajpa yang dilakukan oleh para penyembah berhala (paganis). Adat
istiadat dan tradisi-tradisi yang
berlaku telah berubah
menjadi khurafat-khurafat dalam
agama dan ini memiliki dampak
negatif yang amat
parah terhadap kehidupan sosio politik dan religi
masyarakat.
Lain lagi perubahan yang terjadi terhadap orang-orang Yahudi; mereka
telah menjadi manusia yang dijangkiti penyakit riya' dan
menghakimi sendiri. Para pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah;
menghakimi masyarakat seenaknya dan bahkan menvonis mereka seakan mereka
mengetahui apa yang
terbetik dihati dan
dibibir mereka. Ambisi utama
mereka hanyalah bagaimana mendapatkan kekayaan dan kedudukan, sekalipun
berakibat lenyapnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap
ajaran-ajaran yang telah diperintahkan oleh Allah dan yang harus dijunjung tinggi oleh setiap orang.
Berbeda dengan agama Nashrani, ia berubah menjadi
agama berhala (paganisme) yang sulit dipahami dan mengalami pencampuradukan
yang amat janggal antara pemahaman terhadap Allah dan manusia. Agama
semacam ini tidak
berpengaruh banyak dan secara
signifikan terhadap bangsa
Arab karena ajaran-ajarannya jauh dari gaya
hidup yang mereka kenal
dan lakoni. Karenanya, tidak mungkin pula
mereka jauh dari gaya hidup tersebut.
Sementara kondisi semua
agama bangsa Arab,
tak ubahnya seperti
kondisi orang-orang Musyrik; perasaan hati yang sama,
kepercayaan yang beragam,
tradisi dan kebiasaan
yang saling sinkron.
LIHAT SAMBUNGAN SIRAH NABAWIYAH DI LINK DI BAWAH INI :
No comments:
Post a Comment