SIRAH NABAWIYAH ( 07 )
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
PERIODE MEKKAH
Kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam setelah
beliau dimuliakan oleh Allah
dengan nubuwwah dan risalah terbagi
menjadi dua periode
yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
PERIODE MEKKAH : berlangsung selama lebih kurang 13
tahun PERIODE MADINAH :
berlangsung selama 10 tahun penuh
Dan masing-masing periode
mengalami beberapa tahapan
sedangkan masing-masing
tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan
penelitian secara seksama dan detail terhadap kondisi yang
dilalui oleh dakwah
dalam kedua periode
tersebut.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
Tahapan Dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
Tahapan Dakwah secara terang-terangan kepada penduduk
Mekkah; dari permulaan tahun
ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ke Madinah.
Tahapan
Dakwah di luar Mekkah
dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung
tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung
hingga akhir hayat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam.
Adapun mengenai tahapan-tahapan Periode Madinah maka
rincian pembahasannya akan diketengahkan
pada tempatnya nanti.
DI
BAWAH NAUNGAN KENABIAN DAN KERASULAN
Di Gua Hira'
Setelah melalui perenungan yang lama dan telah terjadi
jurang pemisah antara
pemikiran
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan kaumnya,
beliau nampak lebih menggandrungi untuk mengasingkan diri.
Hal ini terjadi
tatkala beliau menginjak usia 40 tahun;
beliau membawa roti
dari gandum dan bekal air ke gua Hira' yang
terletak di jabal
an-Nur , yaitu sejauh hampir
2 mil dari Mekkah. Gua ini merupakan gua yang indah,
panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta
dengan ukuran zira'
al-Hadid (hasta ukuran
besi). Di dalam gua tersebut, beliau berpuasa bulan Ramadhan, memberi
makan orang-orang miskin yang mengunjunginya.
Beliau menghabiskan waktunya
dalam beribadah dan
berfikir mengenai
pemandangan alam di sekitarnya dan
adanya kekuasaan dalam
menciptakan dibalik itu.
Kaumnya yang masih
menganut 'aqidah yang
amburadul dan cara
pandang yang rapuh membuatnya tidak tenang akan
tetapi beliau tidak
memiliki jalan yang
jelas, manhaj yang terprogram serta cara yang
terarah yang membuatnya tenang dan setuju
dengannya.
Pilihan mengasingkan diri
('uzlah) yang diambil
oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah
terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi,
gemerlap hidup dan nestapa-
nestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi
noktah perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang
sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah kubro,
merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah. 'Uzlah yang sudah ditadbir oleh Allah ini terjadi tiga
tahun sebelum beliau
ditaklif dengan risalah. Beliau mengambil jalan 'uzlah
ini selama sebulan
dengan semangat wujud
yang bebas dan mentadabburi kehidupan ghaib
yang tersembunyi dibalik
wujud tersebut hingga
tiba waktunya untuk berinteraksi dengan kehidupan ghaib ini saat Allah
memperkenankannya.
Jibril
'alaihissalam turun membawa wahyu
Tatkala usia beliau
mencapai genap empat
puluh tahun- yaitu usia
yang melambangkan
kematangan, dan ada riwayat yang
menyatakan bahwa diusia
inilah para Rasul
diutus – tanda-tanda nubuwwah (kenabian) sudah tampak
dan mengemuka, diantaranya; adanya sebuah
batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau, terjadinya ar-Ru'ya –ash- Shadiqah-
(mimpi yang benar)
yang datang berupa
fajar subuh yang
menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan –masa
kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun- dan ar-Ru'ya ash-Shadiqah ini merupakan bagian
dari empat puluh
enam tanda kenabian. Ketika
memasuki tahun ketiga dari
pengasingan dirinya ('uzlah)
di gua Hira', tepatnya
di bulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmatNya dilimpahkan kepada penduduk bumi dengan memberikan kemuliaan
kepada beliau, berupa pengangkatan sebagai Nabi dan menurunkan Jibril kepadanya
dengan membawa beberapa ayat al- Qur'an.
Setelah melalui pengamatan dan perenungan terhadap
beberapa bukti-bukti dan tanda-
tanda akurat, kami dapat
menentukan persisnya pengangkatan tersebut, yaitu hari Senin, tanggal 21 malam
bulan Ramadhan dan bertepatan dengan
tanggal 10 Agustus
tahun 610 M. Tepatnya usia
beliau saat itu empat puluh
tahun enam bulan
dua belas hari
menurut penanggalan
qamariyyah (berdasarkan peredaran bulan; hijriyyah) dan sekitar tiga puluh sembilan tahun tiga bulan dua puluh hari;
ini menurut penanggalan syamsiyyah (berdasarkan peredaran matahari; masehi).
Mari kita dengar
sendiri 'Aisyah ash-Shiddiqah radhiallâhu 'anha menuturkan kisahnya kepada kita mengenai peristiwa yang merupakan noktah permulaan nubuwwah tersebut dan yang mulai
membuka tabir-tabir gelapnya
kekufuran dan kesesatan sehingga dapat mengubah
alur kehidupan dan
meluruskan garis sejarah;
'Aisyah radhiallâhu 'anha berkata: "Wahyu yang
mula pertama dialami
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
adalah berupa ar-Ru'ya ash-Shalihah (mimpi yang benar) dalam tidur dan ar-Ru'ya
itu hanya berbentuk fajar shubuh yang menyingsing, kemudian beliau lebih
menyenangi penyendirian dan melakukannya di gua Hira';
beribadah di dalamnya
beberapa malam sebelum dia
kembali ke rumah keluarganya. Dalam melakukan itu, beliau mengambil bekal kemudian kembali ke Khadijah
mengambil perbekalan yang
sama hingga datang kebenaran kepadanya; yaitu saat
beliau berada di gua Hira'
tersebut, seorang malaikat datang menghampiri sembari berkata: "bacalah!", lalu
aku menjawab (ini
adalah jawaban Rasulullah sendiri
yang sepertinya oleh pengarang buku
ini dinukil langsung dari naskah asli haditsnya-red): "aku tidak bisa
membaca!". Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bertutur lagi: "kemudian dia
memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan bertenaga, lalu
setelah itu melepaskanku sembari berkata: "bacalah!". Aku tetap
menjawab: "aku tidak bisa membaca!". Lalu dia untuk kedua
kalinya, memegang dan merengkuhku hingga
aku kehabisan bertenaga kemudian melepaskanku seraya berkata
lagi: "bacalah!". Lalu
aku tetap menjawab: "aku tidak bisa membaca!". Kemudian dia
melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya,
sembari berkata: "bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu
Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Rabb- mu lah
Yang Paling Pemurah". (Q.S. al-'Alaq: 1-3).
Rasulullah pulang dengan
merekam bacaan tersebut dalam
kondisi hati yang
bergetar, dan menemui
Khadijah binti Khuwailid sembari berucap: "selimuti aku! Selimuti
aku!". Bel iau pun diselimuti hingga rasa ketakutannya hilang. Beliau
bertanya kepada Khadijah: "apa yang terjadi
terhadapku ini?". Lantas beliau
menceritakan pengalamannya, dan berkata: "aku amat khawatir terhadap diriku!". Khadijah berkata:
"sekali -kali tidak
akan! Demi Allah!
Dia Ta'ala tidak
akan menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah
penyambung tali rahim,
pemikul beban orang lain
yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta penolong setiap upaya menegakkan
kebenaran". Kemudian Khadijah berangkat bersama beliau untuk
menemui Waraqah bin Naufal bin
Asad bin 'Abdul
'Uzza, anak paman Khadijah (sepupunya). Dia (anak
pamannya tersebut) adalah
seorang yang menganut
agama Nashrani pada
masa Jahiliyyah, dia
bisa menulis dengan
tulisan 'I brani dan sempat menulis dari
injil beberapa tulisan
yang mampu ia tulis –sebanyak apa yang
dikehendaki oleh Allah-
dengan tulisan 'Ibrani.
Dia juga, seorang
yang sudah tua renta
dan buta; ketika
itu Khadijah berkata
kepadanya: "wahai anak
pamanku! Dengark anlah (cerita) dari anak saudaramu!". Waraqah berkata: "wahai anak laki-laki
saudara (laki-laki)- ku! Apa
yang engkau lihat?". Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membeberkan pengalaman yang sudah dilihatnya. Waraqah berkata kepadanya: "sesungguhnya inilah
sebagaimana ajaran yang diturunkan kepada
Nabi Musa! Andai
saja aku masih
bugar dan muda ketika itu
nanti! Andai saja
aku masih hidup
ketika engkau diusir
oleh kaummu!". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
berkata kepadanya: "benarkah mereka akan
mengusirku?". Dia
menjawab: "ya! Tidak seorangpun yang membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan
dimusuhi, dan jika aku masih
hidup pada saat
itu niscaya aku akan
membantumu dengan
sekuat tenaga". Kemudian tak berapa lama
dari itu Waraqah meninggal dunia dan wahyu
pun terputus (mengalami masa stagnan).
Masa
Stagnan Turunnya Wahyu
Mengenai hal ini,
sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Sa'ad dari Ibnu Abbas
yang intinya menyatakan bahwa
masa stagnan itu berlangsung selama
beberapa hari ; pendapat inilah yang rajih/ kuat bahkan
setelah melalui penelitian dari segala aspeknya
secara terfokus harus menjadi acuan. Adapun riwayat yang
berkembang bahwa hal itu berlangsung selama tiga tahun atau
dua tahun setengah
tidaklah shahih sama
sekali, namun disini
bukan pada tempatnya
untuk membantah hal itu secara
detail.
Pada masa stagnan tersebut, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam dirundung kesedihan yang mendalam yang diselimuti oleh rasa kebingungan dan panik.
Dalam kitab "at-Ta'bir" , Imam Bukhari
meriwayatkan naskah sebagai
berikut:" menurut berita yang
sampai kepada kami,
wahyupun mengalami stagnan
hingga membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sedih
dan berkali-kali berlarian agar dia dapat
terjerembab ke ujung jurang-jurang gunung,
namun setiap beliau
mencapai puncak gunung
untuk mencampakkan
dirinya, malaikat Jibril menampakkan wujudnya sembari berkata: "wahai Muhammad!
Sesungguhnya engkau sebenar-benar utusan Allah!". Spirit
ini dapat menenangkan
dan memantapkan kembali
jiwa beliau. Lalu
pulanglah beliau ke rumah,
namun manakala masa
stagnan itu masih
terus berlanjut beliaupun mengulangi tindakan
sebagaimana sebelumnya; dan ketika dia mencapai puncak gunung, malaikat Jibril
menampakkan wujudnya dan berkata kepadanya seperti sebelumnya (memberi spirit kepada beliau-red)".
Jibril
'alaihissalam Turun Kembali Membawa Wahyu
Ibnu Hajar berkata:
"Masa stagnan itu sungguh telah
menghilangkan ketakutan yang
telah dialami oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dan membuatnya
bersemangat untuk kembali mengalaminya. Dan ketika hal ini benar
terjadi dan beliau
mulai menanti-nanti datangnya wahyu, maka datanglah malaikat Jibril
'alaihissalam untuk kedua kalinya. Imam Bukhari meriwayatkan dari
Jabir bin 'Abdullah bahwasanya dia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang
masa stagnan itu, beliau bercerita: "Ketika aku tengah berjalan-jalan, tiba-tiba aku mendengar suara yang berasal
dari langit, lalu aku mendongakkan pandangan ke arah
langit, ternyata malaikat yang dulu mendatangiku ketika di gua Hira' duduk diatas
kursi antara langit
dan bumi. Melihat
hal itu aku terkejut
hingga aku tersungkur ke bumi. Kemudian
aku mendatangi keluargaku sembari berkata: 'selimutilah aku! Selimutilah aku!'. Lantas mereka
menyelimutiku, baru kemudian
Allah menurunkah surat al-Muddatstsir;yaitu dari firmanNya; yaa ayyuhal
muddatstsir….hingga firmanNya: …fahjur'. (Q.S. al -Muddatstsir: 1-5). Setelah itu wahyu
tetap terjaga dan datang secara
teratur". Dalam hadits
yang shahih: "
Aku tinggal di dekat
gua Hira' selama sebulan; tatkala aku sudah
selesai melakukan itu,
maka aku turun gunung. Dan ketika
aku sampai ke sebuah lembah
dan aku dipanggil oleh seseorang…".
Kemudian (teks hadits
selanjutnya-red) beliau Shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan (cerita) sebagaimana yang telah dikemukakan diatas yang intinya;
bahwa ayat tersebut turun setelah sempurnanya beliau menyertai bulan
Ramadhan dan dengan begitu, artinya masa stagnan antara
dua wahyu tersebut berlangsung selama sepuluh
hari sebab beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam tidak sempat
lagi menyertai Ramadhan
berikutnya setelah turunnya wahyu pertama.
Ayat-ayat tersebut merupakan permulaan dari masa
kerasulan (risalah) beliau Shallallahu 'alaihi wasallam alias
datang setelah masa
kenabian (nubuwwah) yang
berjarak selama masa stagnan turunnya wahyu. Ayat-ayat
tersebut mengandung dua jenis taklif (pembebanan syara') beserta penjelasan konsekuensinya.
Jenis pertama adalah
mentaklif beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dengan
penyampaian (al-Balagh) dan peringatan ( at- Tahzir) saja. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"bangunlah! Lalu berilah
peringatan" (Surat al-Muddatstsir:2); makna ayat ini adalah agar beliau memperingatkan manusia akan azab Allah atas
mereka jika mereka tidak bertaubat dari dosa, kesesatan, beribadah kepada selain
Allah Yang Maha
Tinggi serta berbuat
syirik kepadaNya dalam
zat, sifat-sifat, hak-hak dan perbuatan-perbuatan.
Jenis kedua adalah mentaklif beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam dengan penerapan perintah-perintah
Allah Ta'ala terhadap
zatNya dan komitmen terhadapnya dalam jiwa beliau agar mendapatkan keridhaan Allah dan menjadi
suri teladan yang baik bagi
orang yang beriman kepada Allah. Hal ini tercermin pada ayat-ayat
berikutnya. FirmanNya Ta'ala:
"dan Rabb-mu agungkanlah!"(al-Muddatstsir: 3); maknanya adalah
khususkanlah Dia Ta'ala dengan
pengagungan dan janganlah menyekutukanNya dengan seseorangpun. Dan firmanNya: "dan pakaianmu bersihkanlah!" (al
-Muddatstsir:4); makna lahiriyahnya adalah menyucikan/ membersihkan pakaian dan jasad sebab
tidaklah layak bagi
orang yang mengagungkan Allah
dan menghadapNya dalam
kondisi dilumuri oleh
najis dan
kotor. Jika saja
kesucian/ kebersihan ini dituntut
untuk dilakukan maka kesucian/ kebersihan diri
dari virus -virus
syirik, pekerjaan dan akhlak yang hina tentunya lebih utama untuk dituntut. Dan firmanNya: "dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah!" (al-Muddatstsir:5) ; maknanya
adalah jauhkanlah dari sebab-sebab turunnya kemurkaan Allah dan azabNya, dan
hal ini direalisasikan melalui komitmen
untuk ta'at kepadaNya dan
meninggalkan maksiat. Sedangkan firmanNya: "dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak!" (al- Muddatstsir: 6); yakni janganlah kamu
berbuat baik dengan menginginkan upah dari manusia atasnya atau balasan yang lebih utama di dunia ini.
Adapun makna ayat terakhir (yang
diturunkan saat itu kepada beliau-red); didalamnya terdapat
peringatan akan adanya gangguan dari kaumnya ketika beliau Shallallahu 'alaihi wasallam
berbeda agama dengan
mereka, mengajak mereka
kepada Allah semata
dan memperingatkan mereka akan
azab dan siksaanNya; yaitu dalam firmanNya: "dan untuk memenuhi (perintah Rabb-mu)
bersabarlah!" (al-Muddatstsir: 7).
Permulaan ayat-ayat tersebut (surat al-Muddatstsir)
berbicara tentang panggilan langit nan agung- terekam dalam
suara Yang Maha
Besar dan Maha Tinggi- yang
mengajurkan agar Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melakukan urusan yang mulia
ini dan memerintahkannya agar mengenyahkan tidur, selimut dan berhangat-hangat guna
menyongsong panggilan jihad, berjuang
dan menempuh jalan
penuh ranjau; ini tergambar dalam
firmanNya: "Hai orang yang berselimut! bangunlah! Lalu berilah peringatan" (Surat al-Muddatstsir:2) .
Seakan-akan dikatakan (kepada
beliau Shallallahu 'alaihi wasallam
): sesungguhnya orang yang hanya hidup
untuk kepentingan dirinya
saja, bisa saja hidup tenang
dan nyaman sedangkan engkau
yang memikul beban
yang besar ini;
apa gunanya tidur
bagimu? Apa gunanya istirahat/ refreshing bagimu? Apa gunanya permadan i yang hangat bagimu?
Apa gunanya hidup yang tenang
bagimu? Apa gunanya kesenangan yang membuaikan bagimu? Bangunlah untuk
melakukan urusan maha penting yang menunggumu dan beban berat yang disediakan untukmu! Bangunlah untuk
berjuang, bergiat-giat, bekerja keras dan berletih-letih! Bangunlah! Karena waktu tidur
dan istirahat sudah
berlalu, dan tidak akan kembali
lagi sejak hari
ini; yang ada
hanyalah mata yang
meronda secara kontinyu,
jihad yang panjang
dan melelahkan. Bangunlah! Persiapkan diri menyambut urusan ini dan bersiagalah!.
Sungguh ini merupakan ucapan agung dan kharismatik yang
(seakan) melucuti beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dari kehangatan permadani di suatu rumah
yang nyaman dan pelukan yang suam untuk kemudian melemparkannya
keluar menuju samudera luas yang diselimuti oleh deru
ombak dan hujan
yang mengguyur, (dan
samudera) dimana terjadi tarik menarik yang
membuat posisinya di hati manusia
dan realitas hidup
sama saja.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam telah bangun
dan tetap bangun setelah
perintah itu selama lebih dari dua puluh
tahun; tidak pernah
beristirahat dan tidak pula hanya
hidup untuk kepentingan dirinya dan keluarganya. Bangun dan tetap bangun
diatas pondasi dakwah kepada Allah,
mengembankan di pundaknya beban yang amat
berat namun beliau tidak menganggapnya berat;
beban amanah kubro
di muka bumi ini, beban
manusia secara keseluruhan, beban 'aqidah secara
keseluruhan, beban perjuangan dan jihad di medan-medan yang berbeda. Beliau hidup
menghadapi pertempuran yang kontinyu selama lebih dari
dua puluh tahun.
Selama tenggang waktu
ini, tidak satupun
hal yang dapat membuatnya lengah,
yaitu sejak beliau
mendengar panggilan langit
nan agung yang menyerahkan taklif yang begitu
dahsyat untuk diembannya… semoga Allah membalas jasa beliau terhadap
manusia secara keseluruhan dengan sebaik-baik imbalan.
Sekilas ulasan tentang urutan kronologi turunnya wahyu
Sebelum beranjak ke penjelasan detail mengenai
kehidupan di bawah naungan risalah dan nubuwwah, kami melihat perlu kita mengetahui urutan kronologi turunnya
wahyu yang merupakan sumber
risalah dan tinta dakwah. Ibnu al-Qayyim berkata, ketika menyinggung urutan
kronologi turunnya wahyu tersebut:
Pertama, berupa ar-Ru'ya ash-Shaadiqah (mimpi yang benar);
ini merupakan permulaan turunnya
wahyu kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam.
Kedua, berupa sesuatu yang
ditimbulkan oleh malaikat
terhadap rau' (hati
yang ketakutan, akal) dan hatinya tanpa
dapat melihatnya; hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam : "Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril 'alaihissalam) menghembuskan ke dalam
hatiku (yang diliputi
ketakutan) bahwasanya jiwa
tidak akan mati hingga
disempurnakan rizki baginya. Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta
janganlah keterlambatan rizki
atas kalian mendorong kalian untuk memintanya dengan cara
melakukan perbuatan maksiat kepadaNya, karena
sesungguhnya apa yang
ada disisi Allah
tidak akan didapat
kecuali dengan berbuat ta'at kepadaNya".
Ketiga,
berupa malaikat
yang berwujud seorang
laki-laki; lantas dia mengajak beliau berbicara hingga mengingat dengan jelas apa yang
dikatakan kepadanya. Dalam urutan ini, terkadang para shahabat
melihat malaikat tersebut.
Keempat,
berupa bunyi
gemerincing lonceng yang
datang kepada beliau;
peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling berat
bagi beliau dimana
malaikat memakai cara
ini hingga membuat
keningnya mengerut bersimbah peluh. Ini terjadi di hari yang amat
dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau
menungganginya. Dan pernah
juga wahyu datang
seperti kondisi tersebut
dan saat itu paha
beliau ditaruh diatas
paha Zaid bin
Tsabit yang seketika dirasakan olehnya (Zaid) demikian berat
sehingga hampir saja remuk.
Kelima, berupa malaikat dalam
bentuk aslinya yang
dilihat langsung oleh
beliau, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang
dikehendaki oleh Allah; peristiwa seperti ini dialami oleh
beliau sebanyak dua kali sebagaimana disebutkan oleh Allah
dalam surat an-Najm.
Keenam,
berupa wahyu yang diwahyukan kepada beliau; yaitu saat beliau
berada diatas lelangit
pada malam mi'raj
, diantaranya ketika
diwajibkannya shalat dan lainnya.
Ketujuh, berupa Kalamullah kepada beliau (dariNya kepadanya)
tanpa perantaraan malaikat sebagaimana Allah berbicara kepada
Musa bin 'Imran;
peristiwa seperti ini terjadi
dan diabadikan secara qath'i berdasarkan nash al-Qur'an. Sedangkan terhadap
Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam terjadi dalam
hadits yang berbicara tentang Isra' .
Sebagian para ulama menambah urutannya menjadi
delapan, yaitu; Allah berbicara kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam secara langsung tanpa hijab; ini
merupakan permasalahan yang
diperdebatkan oleh ulama
Salaf dan Khalaf.
Demikian, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu al-Qayyim dengan sedikit diringkas dalam penjelasan tentang urutan pertama dan kedelapan. Pendapat yang benar,
bahwa urutan terakhir ini (kedelapan) tidak tsabit
(valid dan dipercaya keabsahan riwayatnya-red).
01 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-01.html
02 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-02-kitab-ar-rahiqul.html
03 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-03-kitab-ar-rahiqul.html
04 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-04-kitab-ar-rahiqul.html
05 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-05-kitab-ar-rahiqul.html
06 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-06-kitab-ar-rahiqul.html
07 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-07-kitab-ar-rahiqul.html
08 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-08.html
09 A :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09.html
09 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-b.html
09 C :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-c.html
09 D :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-d.html
09 E :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-e.html
10 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-10.html
11 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-11.html
12 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-12.html
13 A : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13.html
13 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13-b.html
LIHAT SAMBUNGAN SIRAH NABAWIYAH DI LINK DI BAWAH INI :
01 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-01.html
02 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-02-kitab-ar-rahiqul.html
03 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-03-kitab-ar-rahiqul.html
04 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-04-kitab-ar-rahiqul.html
05 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-05-kitab-ar-rahiqul.html
06 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-06-kitab-ar-rahiqul.html
07 : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-07-kitab-ar-rahiqul.html
08 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-08.html
09 A :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09.html
09 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-b.html
09 C :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-c.html
09 D :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-d.html
09 E :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-09-e.html
10 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-10.html
11 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-11.html
12 :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-12.html
13 A : http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13.html
13 B :http://www.taukahanda.com/2020/08/sirah-nabawiyah-13-b.html
No comments:
Post a Comment