TauKahAnda

TaukahAnda bertujuan untuk menjangkau informasi yang anda butuhkan dalam segala aspek pengetahuan

Sponsor

Thursday, November 29, 2018

Tahukah Anda Siapa Auguste Comte



1.1. Latar Belakang
Auguste Comte adalah seorang pengkaji teori dalam bidang sosiologi dilahirkan di Mont Pellier, Perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama Katolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Auguste Comte memulai karir profesinya dengan memberi les dibidang Matematika. Meski ia sudah memperoleh pendidikan dalam  Matematika, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah - masalah kemanusiaan dan sosial (Bambang, 2001).
Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of positive philosophy dalam 6 jilid dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah system of positive polities yang merupakan persembahan comte bagi pujaan hatinya Clothilde de vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran comte di karya besar keduanya itu. Karya comte dalam politik positif itu didasarkan pada gagasan bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam kehidupiaan adalah perasaan, bukan pertumbuhan intelegensi manusia yang mantap (Comte, 1896).
Comte hidup pada masa akhir revolusi perancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang terus berkesinambungan sehingga comte sangat menekankan arti pentingnya keteraturan sosial. Pada akhir hidupnya, ia berupaya membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya. Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya. Comte menguraikan metode–metode berpikir ilmiah (Haryono dan Verhaak. 1995).
Comte mengatakan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang sangat sederhana dari akal sehat, terhadap semua fakta–fakta yang tunduk kepada akal pikiran manusia. Comte sangat mendasarkan seluruh pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau intelegensi manusia. Berdasarkan beberapa kajian yang telah disebutkan, maka melalui makalah ini akan dideskripsikan mengenai beberapa hal tentang augus comte, yang meliputi biografi augus comte, pemikiran augus comte, latar belakang pemikiran augus comte, teori-teori yang dikemukakan augus comte, dan kritik terhadap teori yang dikemukakan augus comte (Haryono, dan Verhaak, 1995).

1.2. Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah biografi Auguste Comte?
b.      Bagaiamanakah  pemikiran, serta teori-teori yang dikemukakan Auguste Comte?

1.3. Tujuan Masalah
a.       Untuk mengetahui bagaimana biografi Auguste Comte?
b.      Untuk mengetahui bagaiamana pemikiran, serta teori-teori yang dikemukakan Auguste Comte?














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Auguste Comte
Auguste Comte dilahirkan di Mont Pellier, Perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama Katolik dan berdarah bangsawan. Namun Auguste tidak terlalu perduli dengan kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Auguste Comte memulai karir profesinya dengan memberi les dibidang Matematika. Meski ia sudah memperoleh pendidikan dalam  Matematika, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah - masalah kemanusiaan dan sosial. Minat ini mulai berkembang dibawah pengaruh Saint Simont, yang memperkerjakan Auguste sebagai sekretarisnya. Dan dengannya, Auguste menjalin kerja sama erat dengan mengembangkan karya awalnya sendiri. Akan tetapi sesudah tujuh tahun pasangan ini pecah karena perdebatan mengenai kepengarangan karya bersama, dan Auguste comte pun menolak pembimbinganya itu (Bambang, 2001)
            Kondisi ekonomi Comte pun juga pas-pasan saja, dan hampir terus-menerus hidup miskin. Dia tidak pernah mampu menjamin posisi profesional yang dibayar dengan semestinya dalam sistem pendidikan tinggi perancis, Banyak karirnya berupa les prifat, menyajikan ide-ide teoretisnya dalam suatu kursus prifat yang dibayar oleh peserta-peserta dan menjadi penguji akademik kecil. Selain dalam bidang akademik, dalam Pergaulanya comte dengan gadis-gadis justru mendatangkan malapetaka, tetapi relevan untuk memahami evolusi dalam pemikiran comte, khususnya perubahan dalam tekanan tahap-tahap akhir kehidupanya dari positivisme ke cinta. Sementara comte sedang mengembangkan filsafat positifnya yang komprehensif, disamping itu dia telah menikah dengan seorang bekas pelacur bernama Carolme Massin, seorang wanita yang lama menderita, serta menaggung beban emosional dan ekonomi dengan comte sesudah comte keluar dari rumah sakit karena penyakitnya yaitu “keranjingan (mania)”, dengan sabar dia mengurus dan merawat comte sampai sembuh dan kadang-kadang disertai perlakuan kasar setelah pisah beberapa saat, istrinya pergi dan membiarkan dia sengsara dan gila (Hadiwijono, 1983).
            Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of positive philosophy dalam 6 jilid dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah system of positive polities yang merupakan persembahan comte bagi pujaan hatinya Clothilde de vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran comte di karya besar keduanya itu. Tetapi sayangnya wanita pujaanya itu meninggal karna mengidap penyakit TBC, kehidupan Comtepun tergoncang. Dia bersumpah untuk membaktikan hidupnya untuk mengenag bidadarinya itu (Comte, 1896).
Karena dimaksudkan untuk mengenang bidadarinya itu, Karya comte dalam politik positif itu didasarkan pada gagasan bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam kehidupiaan adalah perasaan, bukan pertumbuhan intelegensi manusia yang mantap, Dia mengusulkan suatu teorganisasi masyarakat, dengan sejumlah tatacara yang dirancang untuk membangkitkan cinta murni dan tidak egoistis, demi “kebesaran kemanusiaan”. Comte hidup pada masa akhir revolusi perancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang terus berkesinambungan sehingga comte sangat menekankan arti pentingnya keteraturan sosial. Pada akhir hidupnya, ia berupaya membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “Cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis, kemajuan sebagai tujuan”. Sebagai istilah ciptanya yang terkenal altruisim yaitu menganggap bahwa soal utama bagi manusia ialah Usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain (Haryono dan Verhaak, 1995)
Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya. Comte menguraikan metode–metode berpikir ilmiah. Comte mengatakan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang sangat sederhana dari akal sehat, terhadap semua fakta–fakta yang tunduk kepada akal pikiran manusia. Comte sangat mendasarkan seluruh pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau intelegensi manusia (Haryono dan Verhaak, 1995).
2.2 Pemikiran Auguste Comte
            Menurut Comte pengembangan pengetahuan manusia baik perseorangan maupun umat manusia secara keseluruhan, melalui tiga zaman atau tiga Stadia. Menurutnya, perkembangan menurut tiga zaman ini merupakan hukum yang tetap. Ketiga zaman  itu adalah Zaman Teologis, Zaman Metafisika dan zaman Ilmiah atau Positif (Bambang, 2001)
-          Zaman Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala - gejala tersebut. Kuasa - kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk insan biasa. Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode yaitu Animisme. Tahap Animisme merupakan tahap paling primitif karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa dan tahap Politeisme, Tahap Politeisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada tahap ini manusia percaya pada dewa yang masing - masing menguasai suatu lapangan tertentu; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya (Bambang, 2001)
-   Monoteisme. Tahap Monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, manusia hanya memandang satu Tuhan sebagai Penguasa (Bambang, 2001)
                  -   Zaman Metafisis. Pada zaman ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan alam (Bambang, 2001)
            -   Zaman Positif. Zaman ini dianggap Comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasanya ialah pada zaman ini tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab- penyebab yang terdapat dibelakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang disajikannya.Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya. Hukum tiga zaman tidak hanya berlaku pada manusia sebagai anak, manusia berada pada zaman teologis, pada masa remaja ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa ia memasuki zaman positif (Bambang, 2001)        
Demikian pula Ilmu Pengetahuan Berkembang mengikuti zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kematangannya pada Zaman Positif. Pada akhir hidupnya, ia berupaya membangun agama baru tanpa teologi atas dasar Filsafat Positifnya. Altruisme merupakan istilah Ciptaan Comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai menyerahkan diri kepada seluruh masyarakat. Bahkan, bukan salah satu masyarakat, melainkan I’humanite “- suku bangsa manusia –“ pada umumnya. Jadi, “altruisme” bukan sekedar lawan “egoisme”. Keteraturan masyarakat yang dicari dalam posifitisme hanya dapat dicapai kalau  semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini (Wattimen, 2008).
Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam Pengganti Tuhan. Keilahian baru dari positifisme ini disebut Le Grand Eire  “ Maha Makhluk “. Dalam hal ini Comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan Imam – imam, Santo - santo, Pesta - pesta liturgi, dan lain - lain. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan. Ujung dari pencarian kebenaran yang dilakukan Auguste Conte adalah falsafahnya tentang hidup manusia yang membutuhkan hubungan dengan zat yang sempurna, yang diwujudkan dalam bingkai teori sosiologinya (Maksum dan Ali. 2011).

2.3. Latar Belakang Pemikiran Auguste Comte
            Adanya Revolusi perancis dengan segala pemikiran yang berkembang pada masa itu. Comte tidaklah dapat dipahami tanpa latar belakang revolusi perancis dan Restorasi Dinasti Bourbon di Perancis yaitu pada masa timbulnya krisis sosial yang maha hebat dimasa itu. Sebagai seorang ahli pikir, Comte berusaha untuk memahami krisis yang sedang terjadi tersebut. ia berpendapat bahwa manusia tidaklah dapat keluar dari krisis sosial yang terjadi itu tanpa melalui pedoman-pedoman berpikir yang bersifat scientifik. Filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18, khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham ensiklopedis ini, terutama dasar-dasar pikirannya, sekalipun kelak ia mengambil posisi tersendiri setelah keluar dari aliran ini (Achmadi, 1995)
            Aliran reaksioner dalam pemikiran Katolik Roma adalah aliran yang menganggap bahwa abad pertengahan kekuasaan gereja sangat besar, adalah periode organis, yaitu suatu periode yang secara paling baik dapat memecahkan berbagai masalah – masalah sosial. Aliran ini menentang pendapat para ahli yang menganggap bahwa abad pertengahan adalah abad di mana terjadinya stagmasi didalam ilmu pengetahuan, karena kekuasaan gereja yang demikian besar di segala lapangan kehidupan. Comte telah membaca karya–karya pemikir Theocratic dibawah pengaruh Sain– Simont sebagaimana diketahui Sain–Simont juga menganggap bahwa abad pertengahan adalah periode organic yang bersifat konstruktif (Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2005).
                  Sumber terakhir yang melatarbelakangi pemikiran Comte adalah lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain–Simont. Comte telah membangun hubungan yang sangat erat dengan Sain–Simont dan juga dengan para ahli pikir sosialis Prancis lainnya. Comte di satu pihak akan membangun pengetahuan sosial dan dipihak lain akan membangun kehidupan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat scientific. Sebenarnya Comte memiliki sifat tersendiri terhadap aliran ini, tetapi sekalipun demikian dasar–dasar aliran masih tetap dianutnya terutama pemikiran mengenai pentingnya suatu pengawasan kolektif terhadap masyarakat, dan mendasarkan pengawasan tersebut didalam suatu dasar yang bersifat scientific (Wattimen, 2008).
Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya. Comte menguraikan metode–metode berpikir ilmiah. Comte mengatakan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang sangat sederhana dari akal sehat, terhadap semua fakta–fakta yang tunduk kepada akal pikiran manusia. Comte sangat mendasarkan seluruh pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau intelegensi manusia (Munstansyir & Misnal, 2003).
2.4. Teori-Teori yang Dikemukakan Auguste Comte
1.      Social Dynamic
   Social dynamic adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat, karena social dinamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri (Comte, 1896).
2.      Social static
Fungsi social static dimaksudkan sebagai suatu studi tentang hukum-hukum aksi dan reaksi dari berbagai bagian di dalam suatu sistem sosial. Dalam sosial static terdapat empat doktrin, yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara. Mengarah pada struktur yang ada dalam masyarakat. Diibaratkan sebagai sebuah bangunan dan segala sesuatu yang menyusun bangunan itu (Comte, 1896).

2.5.    Kritik terhadap Teori yang Dikemukakan Auguste Comte
Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia ke dalam tahap teologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap teologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora dikerdilkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna. Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala menerapkan metode positivistik. Di sini mulai terjadi metodolatri, pendewaan terhadap aspek metodologis. aSelain itu, model filsafat positivisme Auguste Comte tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur kebenaran. Sebenarnya “kebenaran” sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan sepenuhnya milik manusia. Akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan cara tertentu (Achmadi, A. 1995).
Kata cara tertentu merujuk pada pemikiran Karl Popper mengenai “kebenaran” dan sumber diperolehnya. Bagi Popper, ini merupakan tangkapan manusia terhadap objek melalui rasio (akal) dan pengalamannya, namun selalu bersifat tentatif. Artinya kebenaran selalu bersifat sementara yakni harus dihadapkan kepada suatu pengujian yang ketat dan gawat(crucial-test) dengan cara pengujian “trial and error” (proses penyisihan terhadap kesalahan atau kekeliruan) sehingga kebenaran selalu dibuktikan melalui jalur konjektur dan refutasi dengan tetap konsisten berdiri di atas landasan pemikiran Rasionalisme-kritis dan Empirisme-kritis. Atau dengan meminjam dialektika-nya Hegel, sebuah “kebenaran” akan selalu mengalami proses tesis, sintesis, dan anti tesis, dan begitu seterusnya (Muslih dan Kaelan. 2008).
 Pandangan mengenai kebenaran yang demikian itu bukan berarti mengisyaratkan bahwa Penulis tergolong penganut Relativisme, karena menurut Penulis, Relativisme sama sekali tidak mengakui “kebenaran” sebagai milik dan tangkapan manusia terhadap suatu objek. Penulis berkeyakinan bahwa manusia mampu menangkap dan menyimpan “kebenaran” sebagaimana yang diinginkannya serta menggunakannya, namun bagi manusia, “kebenaran” selalu bersifat sementara karena harus selalu terbuka untuk dihadapkan dengan pengujian (falsifikasi). Dan bukanlah verifikasi seperti apa yang diyakini oleh Auguste Comte. Hal demikian karena suatu teori, hukum ilmiah atau hipotesis tidak dapat diteguhkan (diverifikasikan) secara positif, melainkan dapat disangkal (difalsifikasikan). Jelasnya, untuk menentukan “kebenaran” itu bukan perlakuan verifikasimelainkan melalui proses falsifikasi dimana data-data yang telah diobservasi, dieksperimentasi, dikomparasi dan di generalisasi-induktif  berhenti sampai di situ karena telah dianggap benar dan baku (positif), melainkan harus dihadapkan dengan pengujian baru (Maksum dan Ali. 2011).



BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
           
            Berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan dari beberapa literatur maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu,
1.      Augus comte berpendapat bahwa sejarah perkembangan alam pikir manusia terdiri dari tiga tahap yaitu tahap teologik, tahap metaphisik dan tahap positif.
2.      Auguste Comte dilahirkan di Mont Pellier, Perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama Katolik dan berdarah bangsawan.
3.      Latar belakang pemikiran augus comte karena adanya Revolusi perancis dengan segala pemikiran yang berkembang pada masa itu.













No comments:

Sponsor