TauKahAnda

TaukahAnda bertujuan untuk menjangkau informasi yang anda butuhkan dalam segala aspek pengetahuan

Sponsor

Monday, November 5, 2018

INSTRUMEN SAHAM SYARIAH DALAM PASAR MODAL

BAB II
PEMBAHASAN

A. Saham

Saham  merupakan surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan saham yang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan modal jangka panjang, dan ini harus melalui pasar modal.[1] Para pembeli saham membayarkan uang pada perusahaan melalui bursa efek dan mereka menerima sebuah sertifikat saham sebagai tanda bukti kepemilikan mereka atas saham-saham dan kepemilikan mereka dicatat dalam daftar saham perusahaan. Para pemegang saham dari sebuah perusahaan merupakan pemilik-pemilik yang disahkan secara hukum dan berhak untuk mendapatkan bagian dari laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk dividen.

Seorang investor harus memutuskan kapan dan kemana ia akan menginvestasikan pendapatan yang diperolehnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungn tertinggi yang mungkin di peroleh, namun tetap harus diperhatikan nilai-nilai agama. Sebagai investor tentunya harus rasional dalam menghadapi pasar jual beli saham. Selain itu investor harus mempunyai ketajaman perkiraan masa depan perusahaan yang sahamnya akan dibeli atau dijual.

a.    Definisi Saham (Stock)

1.      Pengertian saham secara etimologi
al- Asham dalam bahasa Arab, bentuk jamak dari pada kata sahm (سهم) , sahm sendiri memiliki beberapa arti dari segi bahasa, diantaranya :  an-nashib (bagian, dividen), al- qadhu (mengadakan undian), sedangkan dalam kamus al-Wasith bermakna ash-syirkat al-musahamah (perseroan dengan modal bersama).

Sedangkan dalam bahasa Belanda saham disebut “aandeel”, dalam bahasa Inggris disebut dengan “share”, dalam bahasa Jerman disebut “arkie”, dalama bahasa Prancis disebut “action”. Semua istilah ini mempunyai arti surat berharga yang mencantumkan kata “saham” di dalamnya sebagai tanda bukti kepemilikan sebagian dari modal perseroan.[2]

2.      Pengertian saham secara terminologi
Saham merupakan surat berharga yang mempunyai nilai yang sama serta dapat di perjual belikan oleh pemegang saham ketika ia menanam modalnya dalam sebuah perusahaan dan memberikan hak suara di dalam menjalankan roda perusahaan serta haknya untuk mendapatkan dividen.

Diantara keuntungan yang diperoleh dari memegang saham ini antara lain :
a.      Dividen
Dividen merupakan bagi hasil atas keuntungan yang dibagikan dari laba yang dihasilkan emiten, baik dibayarkan dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk saham
b.      Rights
Rights merupakan hak untuk memesan efek lebih dahulu yang diberikan oleh emiten
c.       Capital gain
Capital gain merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di pasar modal

Sedangkan yang dimaksud dengan saham syariah ialah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

B.     Praktek Lapangan (Aplikasi)
Prosedur pembelian / penjualan saham secara langsung tidak diperkenankan. Prosedurnya, setiap perusahaan yang memiliki kuota saham tertentu memberikan otoritas kepada agen dilantai bursa untuk membuat deal atas sahamnya. Tugas agen ini adalah mempertemukan perusahaan tersebut dengan calon investor, dan bukan membeli atau menjualnya secara langsung.
Sekilas gambaran umum (aplikasi) proses jual beli saham sebagai berikut [3]:
1.   Menjadi nasabah di perusahaan efek :
Pada bagian ini, seseorang yang akan menjadi investor terlebih dahulu menjadi nasabah atau membuka rekening disalah satu pialang atau bursa efek. Setelah resmi terdaftar, maka investor dapat melakukan transaksi
2.   Pesanan dari nasabah
Kegiatan jual beli saham diawali dengan intruksi yang disampaikan investor kepada pialang. Pada tahap ini, perintah atau pemesan dapat dilakukan srcara langsung langsung dimana investor datang kekantor pialang atau pesanan disampaikan melalui sarana komunikasi seperti telepon, faks atau sarana komunikasi nilai lainnya.
3.   Pesanan diteruskan ke floor trader
Setiap pesanan yang masuk kepialang selanjutnya akan diteruskan kepetugas pialang yang beraa dilantai bursa.
4.   Pesanan dimasukkan ke JATS
Floor trader akan memasukkan semua pesanan yang diterimanya kedalam siten komputer JATS. Dilantai bursa, terdapat lebih dari 400 terminal JATS yang menjadi sarana entry pesanan dari nasabah. Seluruh pesanan yang masuk ke system JATS dapat dipantau oleh floor Trader, petugas dikantor pialang, atau siapa saja yang memiliki ? menyewa system informasi bursa. Dalam tahap ini, terdapat komunikasi aktif antar pihak pialang dan investor agar dapat terpenuhi tujuan pesanan yang disampaikan investor, untuk membeli maupun menjual. Untuk tahap ini berdasarkan perintah investor floor trader melakukan beberapa perubahan pesanan seperti perubahan harga penawaran, dsb.
5.   Transaksi terjadi (matched)
Pada tahap ini, pesanan yang dimasukkan ke sistem JATS bertemu dengan harga yang sesuai dan tercatat dalam sistem JATS sebagai transaksi yang telah terjadi (matched) dalam arti sebuah pesanan beli atau jual telah bertemu dengan harga yang cocok. Pada tahap ini, pihak floor trader atau petugas dikantor pialang akan memberikan informasi kepada investor bahwa pesanan yang disampaikan telah terpenuhi.
6.   Penyelesaian tranksaksi (settlement)
Tahap akhir dari sebuah siklus transaksi adalah penyelesaian transaksi atau sering disebut settlement. Investor tidak otomatis mendapatkan hak-haknya, karena pada tahap ini dibutuhkan beberap proses seperti kliring, pemindah bukuan, dll, hingga akhirnya hak-haknya investor terpenuhi, seperti investor yang menjual saham akan mendapat uang dan yang melakukan pembelian akan mendapatkan saham. di BEJ proses penyelesaian transaksi hari ini (T), maka hak-hak kita akan dipenuhi selama tiga hari berikutnya, atau dikenal dengan istilah T+3.
7.   Pada hari akhir
Bagian contracting menerima rekap transaksi dari dealer memproses transaksi nasabah dan mengirimkan informasi transaksi ke nasabah.

Sebagaimana yang telah diuaraikan diatas, pada umumnya saham-saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang melakukan penawaran, ada dua macam saham yaitu : saham biasa (common stok) dan saham istimewa (preferent stok).




C.     Pandangan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Saham[4]

Para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam jual beli saham, khususnya aspek hukumnya. Sebagian dari mereka memperbolehkan transaksi jual beli saham dan sebagian lain tidak memperbolehkan melakukan tranksasi jual beli saham dalam sistem ekonomi syariah.

Bagi mereka yang memperbolehkan mengadakan jual beli saham memberikan argumentasi bahwa saham sesuai dengan terminologi yang melekat padanya, maka saham dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk aset, sehingga saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Logika tersebut dijadikan  dasar pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Para ulama kontemporer yang merekomendasikan perihal tersebut di antaranya Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, dan Khalaf sebagaimana dituangkan oleh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya fiqhu Zakah halaman 527. Singkatnya bahwa jual beli saham dibolehkan secara syariah dan hukum positif yang berlaku.

Aturan dan norma jual beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek, ‘an-taradhin, serta terhindar dari unsur maysir, gharar, riba, haram, dhulm, ghisy, dan najasy. Praktik forward contract, short selling, option, insider trading, “penggorengan” saham merupakan transaksi yang dilarang secara syariah dalam dunia pasar modal. Selain hal-hal tersebut, konsep prefered stock atau saham istimewa juga cenderung tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan yang dapat diterima secara konsep syariah, dua alasan tersebut adalah pertama: adanya keuntungan tetap (predeterminant revenue), yang dikategorikan oleh kalangan ulama sebagai riba. Kedua: pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa terutama pada saat perusahaan dilikuidasi. Hal tersebut dianggap mengandung unsur ketidakadilan.

Menurut Ushaimi dan Satrio menyebutkan beberapa alasan tidak diperbolehkannya jual beli saham, diantaranya :
1.      Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi, di mana saham juga merupakan utang perusahaan terhadap para investor yang harus dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya dengan jual beli utang yang dilarang syariah.
2.      Banyaknya praktik jual beli najasy di bursa efek.
3.      Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh seluruh pemegang saham.
4.      Harga saham yang diberlakukan ditentukan senilai dengan ketentuan perusahaan, yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal awal pada waktu pendirian.
5.      Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung unsur haram sehingga menjadi haram semuanya.
6.      Transaksi jual beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam transaksi tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran (sharf), jual beli saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling menyerahkan (taqabudh) dan persamaan nilai (tamatsul) harus diaplikasikan, dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi jual beli saham.
7.      Adanya unsur ketidaktahuan (jahalah) dalam jual beli saham dikarenakan pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham. sedangkan salah satu syarat sahnya jual beli adalah diketahuinya barang (ma’luumu al nabi’).
8.      Nilai saham pada setiap tahunnya tidak diterapkan pada satu harga tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada saat pendirian perusahaan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Adiwarman A. Karim menjelaskan bahwa transaksi bursa itu diantaranya ada yang bersifat instan, pasti dan permanen, dan ada juga yang berjangka dengan syarat uang di muka. Dilihat dari objeknya terkadang berupa jual beli barang komoditas biasa, dan terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro. Karena transaksinya bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak mungkin ditetapkan hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci terlebih dahulu, baru masing-masing jenis tranksaksi ditentukan hukumnya secara terpisah.

Lembaga pengakajian fikih yang mengikuti Rabithah al-alam al-islam telah menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H di Mekkah . sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai berikut :
Pertama: pasar bursa saham itu target utamanya adalah menciptakan pasar tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang baik dan bermanfaat, dapat mencegah para penguasaha yang mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.

Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham tersebut diselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut syariah, seperti perjuadian , memanfaatkan ketidaktahuan orang, memakan uang orang dengan cara haram. Oleh sebab itu, tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu per satu secara terpisah.

Kedua: bahwa transaksi instan terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila disyaratkan harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariah, adalah transaksi yang dibolehkan. Selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariah pula. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipenuhi syarat-syarat jual beli as-salm. Setelah itu baru pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun belum diterimanya.

Ketiga: sesungguhnya transaksi instan terhadap saham perusahaan dan badan usaha kalau saham-saham itu memang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menurut syariah, selama perusahaan atau badan usaha tersebut dasar usahanya tidak haram, sperti bank riba, perusahaan minuman keras dan sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.

Keempat: bahwa transaksi instan maupun berjangka terhadap kuintansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariah, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang disadari oleh riba yang diharamkan.

Kelima: bahwa transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang tang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut syariah, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerahkannya kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariah berdasarkan hadis sahih dari Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda, “ janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki”.demikianlah juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang sahih dari Zaid bin Tsabit r.a, bahwa Nabi Muhammad saw melarang menjual barang dimana barang itu dibeli, sehingga para saudagar itu mengangkutnya ke tempat-tempat mereka.

Keenam: transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli salam yang dibolehkan dalam syariah Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal :
a.       Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi. Namun, ditangguhkan pembayarannya sampai penutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli salam harga barang harus di bayar terlebih dahulu dalam transaksi.
b.      Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali perjualan saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak hanyalah tetap memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain bukan hanya secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung ruginya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jual beli salam tidak boleh menjual barang sebelum diterima.

D.    Jenis-Jenis Saham dan Hukumnya[5]
Saham memiliki berbagai macam jenis tergantung terhadap apa yang kita tinjau, kalau saham ditinjau dari segi bentuknya maka saham terbagi menjadi tiga yaitu sahm ismiyah, sahm lihamiliha, sahm izniyah. Kalau saham ditinjau dari segi bentuk yang di investasikan investor maka saham terbagi dua yaitu sahm naqdiyah, sahm ainiyah. Kalau saham ditinjau dari segi hak-hak pemegang saham maka ini ada dua bentuk yaitu sahm ‘adiyah, sahm mumtazah.

a.       Saham ditinjau dari segi bentuknya
1.      Sahm ismiyah (Nominal Shares)
Saham ismiyah ialah saham yang tertera didalamnya nama pemegang saham tersebut, kepemilikan pemegang saham ini tertera juga di tempat pembukuan sehingga memudahkan perusahaan dalam mengenal saham tersebut. Dan pemegang saham ini apabila ingin keluar dari investasinya terhadap perusahan tersebut, maka pemegang saham ini harus mencantumkan dirinya di tempat pembukuan perusahaan atas ketidak ikut sertaannya lagi sebagai anggota perusahaan dan menulis pemegang saham baru di dalam daftar perusahaan.
Hukum saham ini :
Sertifikat saham yang tertulis diatasnya nama pemilik saham dan ini merupakan dasar untuk menjaga hak-hak pemilik saham, maka dengan demikian para ulama kontemporer pun sepakat akan kebolehannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Abdul Aziz Khayyath : bahwa keikut sertaan pemilik saham ketika dia memberikan bagiannya kepada perusahaan, maka hak investor pun harus konkret sehingga hak ini pun dicantumkan namanya dalam sertifikat saham

2.      Sahm lihamiliha (Bearer Shares)
Yaitu efek saham yang tidak tertera didalamnya nama pemiliknya, dan apabila ingin memindahkan kepemilikan saham, maka pemegang saham pertama memberikan sahamnya kepada pemegang saham baru, jadi pemegang saham baru ini merupakan pemilik saham dalam pandangan perusahaan
Sebagian perundang-undangan disebagian negara mengkhawitrkan penerbitan saham ini karena ketidak jelasan pemilik efek saham, sedangkan sebagian perundang-undangan lain seperti undang-undang Irak dan Libanon membolehkan penerbitan saham seperti ini
Hukum saham ini :
Saham lihamiliha atau saham ini dianggap pemegang saham tersebut adalah pemiliknya, dengan tidak ada penyertaan nama pemilik saham dalam efek. Maka bagi mereka yang membolehkan penerbitan  efek saham ini mereka meninjau bahwa saham lihamiliha ini dibolehkan berdasarkan qaidah yang mengatakan (حيازة المنقول سند الملكية) yaitu perolehan kepemilikan barang yang diserah terimakan secara langsung karena perpindahan kepemilikan ini didasari adanya suka rela (ridha) antara kedua belah pihak. Bahkan sebagian perundang-undangan memuji atas saham seperti ini, karena jenis saham seperti ini dapat dengan mudah bagi seseorang untuk memilikinya hanya dengan adanya suka rela (ridha).

Akan tetapi jenis saham seperti ini perlu ditinjau lebih rinci lagi, karena pemindahan kepemilikan hanya dengan adanya ridha tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perdebatan hak pada sewaktu-waktu, maka dalam hal ini Dr. Abdul Aziz Khayyath dan Dr. Marzuki mengatakan bahwa jenis saham seperti ini dilarang dan wajib mengembalikannya kepada pemegang saham atau menggantikan jenis saham ini kepada  jenis saham ismiyah (Nominal Shares), apabila perusahaan tidak melakukan dua cara ini maka investasi tersebut tidak sah. Dr. Abdul Aziz Khayyath dan Dr. Marzuki mengatakan ketidak bolehan jenis saham seperti ini berlandaskan atas asas fiqh islami, bahwa ketidaktahuan pembeli akan mengakibatkan hilangnya berbagai macam hak, karena jenis saham lihamiliha ini apabila dicuri atau hilang maka saham ini akan menjadi pemilik bagi orang yang menerima efek ini atau akan menjadi pemilik bagi orang yang mencuri. Dr. Abdul Aziz Khayyath dan Dr. Marzuki sepakat akan kaidah yang mengatakan (حيازة المنقول سند الملكية) akan tetapi ini tidak bisa diterapkan apabila mengakibatkan hilangnya hak-hak manusia, serta dharurat yang ditimbulkan antara kedua belah pihak. Maka sesuatu yang dapat mengakibatkan perselisihan dikemudian hari syariat tidak membolehkannya.
Karena dalam kaidah fiqh dikatakan  درء المفسدة مقدم على جلب المنفعة (meninggalkan kemudharatan lebih diutamakan daripada mengambil kemashlahatan). Ketidak tahuan pembeli akan mengakibatkan ketidaktahuan akan kecakupan (أهلية) seseorang dalam melakukan transaksi, apakah pembelinya sesuai dengan syari atau tidak.

3.      Sahm izniyah
Saham ini disebut juga saham amr (perintah), saham ini merupakan atas perintah atau izin dari pemilik saham. dan apabila pemilik saham ingin mengallih kepemilikannya kepada yang lain maka cukup dengan menulis diatas saham bahwa saham tersebut bukan miliknya lagi. Dan ini diperbolehkan.

b.      Saham ditinjau dari segi bentuk yang di investasikan investor
1.      Sahm naqdiyah ( Cash Shares)
Merupakan bagian saham berupa uang yang serupa terhadap stok modal perusahaan
Hukum saham ini :
Dasar bentuk yang diinvestasikan investor dalam perusahaan atau syirkah ialah berupa uang kontan ( نقدية )  dan ini tidak ada persilihan pendapat diantara para ulama fiqh. Sebagaimana juga kesepakatan para pakar perundang-undangan mengatakan bahwa penanaman modal dalam syirkah disahkan dengan emas dan perak ( النقدين )  sedangkan selain dari pada dua ini terjadi perpedaan pendapat antara ulama fiqh dan para penegak undang-undang.

Akad tidak dikatakan sah didalam perusahaan apabila belum dibayar bagian secara penuh (kontan), apabila si investor memberikan seperempat bagian dari saham aja atau setengah maka akad belum terjadi kecuali si investor memberikan semua bagiannya kepada perusahaan. Karena syarat sahnya satu syirkah ialah uang harus ada ditempat akad secara hakiki atau hukmi, tidak boleh modal yang diinvestasikannya berupa utang, karena maksud daripada syirkah ialah dividen (keuntungan), tidak mungkin perusahaan mendapatkan keuntungan kalau pembeli saham berhutang kepada perusahaan.

Dr. Abdul Aziz Khayyath mengatakan : para pakar perundang-undangan dan pakar fiqh sepakat akan kebolehan sesuatu yang berharga secara muthlak, tidak ditentukan jenis uang yang diinvestasikan sebagaimana dibolehkannya emas dan perak.Yang dimaksud sesuatu yang berharga secara muthlak ialah setiap uang yang tidak ditentukan jenisnya seperti uang kertas  yang masyarakat tidak terlepas daripadanya.

2.      Sahm Ainiyah (Vendor’s Shares)
Merupakan bagian saham berupa barang yang serupa terhadap stok modal perusahaan. Maka saham yang berupa barang seperti ini apabila perusahaan bersedia menerimanya maka ini perlu kepada pengawasan  yang lebih besar kalau dibandingkan dengan sahm naqdiyah.
Hukum saham ini :
Terjadi perbedaan pendapat dianatara para ulama tentang saham berupa barang seperti ini. Diantaranya :
a.       Al-Ahnaf  mengatakan bahwa tidak sah  perusahaan menerima saham brupa saham secara muthlak karena ini akan menyebabkan percampuran kepemilikan yang tidak jelas antara harta didalam perusahaan.
b.      Al-Malikiah : membolehkan saham berupa barang ini
Ad-Dusuqi mengatakan di hasyiahnya dalam kitab syarh al-kabir : boleh berupa naqd yaitu emas dan perak dan boleh juga dengan barang dagangan lain baik sama bentuknya atau beda bentuknya.
c.    Asy-Syafiiah :shahib kitab kifayatul akhyar mengatakan (mayoritas mengatakan boleh apabila dinar dan dirham, dan boleh mengadakan akad terhadap yang serupa dengannya, maka dibolehkan juga gandum dengan sejenisnya seperti beras. Karena dua yang serupa apabila bercampur maka akan hilang sifat perbedaannya dan ini sama seperti emas dan perak.
d.   Al-Hanabilah : tidak boleh mengadakan akad didalam syirkah dengan saham berupa barang walaupun itu sama bentuknya karena nilai barang tersebut bisa saja naik sebelum dia menjualnya maka dalam hal ini anggota perusahaan lain bisa saja ikut serta terhadap perkembangan nilai barang tersebut yang barang itu milik seseorang, maka oleh karena itu tidak saham seperti ini.

c.       Saham ditinjau dari segi hak-hak pemegang saham
1.      Sahm ‘adiyah ( Common Stock / Ordinary Shares)
Saham biasa merupakan saham yang mempunya hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan. Mempunya hak untuk menerima dividen yang dibagikan dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Hukum saham ini :
Karena saham ‘adiyah tidak ada sesuatu yang menyebabkan haknya berkurang atau bertambah diantara pemegang saham yang lain, baik hak pembagian dividen atau hak suara dalam menjalankan kewajiban dalam perusahaan. Maka hukum penerbitannya pun dibolehkan dalam transaksi antara emiten dengan investor

2.      Sahm mumtazah (Preference Shares)
Saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa menghasilkan pendapatan tetap. Saham preferen ini susah diperjual belikan seperti saham biasa karena jumlahnya yang sedikit. Karakteristik saham ini, diantaranya :
1.      hak utama atas aktivita perusahaan, artinya dalam hak likuidasi berhak menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham istimewa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
2.      Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh penghasilan dalam jumlah yang tetap.
3.      Jangka waktu yang tidak tidak terbatas, artinya saham istimewa yang diterbitkan mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas
4.      Memiliki berbagai tingkat, dapat diterbitkan dengan karakteristik yang berbeda
5.      Tagihan terhadap aktiva dan pendapatan, memiliki prioritas lebih tinggi dari saham biasa dalam hal pembagian dividen
6.      Dividen kumulatif, bila belum dibayarkan dari periode sebelumnya maka dapat dibayarkan pada periode berjalan dan lebih dahulu dari saham biasa
7.      Konvertibilitas, dapat ditukar dengan saham biasa.
8.      Harga dari saham preferen relatif stabil
Hukum saham ini :
Sahm mumtazah disebut juga saham istimewa (stock preferen), jadi hak pemegang saham ini pun dijadikan istimewa, baik berupa hak suara maupun haknya dalam dividen, maka dalam hukum fiqh, saham seperti ini perlu di teliti lagi, diantaranya :
a.       Adanya pengembalian penghasilan dalam jumlah yang tetap serta adanya hak menerima pembayaran maksimum setelah perusahaan dilikuidasi sebesar nilai nominal saham istimewa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi ini termasuk dalam ke umuman riba, karena  ini termasuk utang yang diakhir waktu yang telah ditentukan investor menerima bunga, maka ini dilarang dalam syariat.
b.      Sedangkan dari segi aulawiyah (keistimewaan). Saham ini memberikan keutamaan kepada pemiliknya keistimewaan dari pada saham biasa, pembagian dividen pun harus didahulukan kepada saham istimewa kemudian sisanya dibagikan kepada saham biasa, maka ini bisa mengakibatkan pemegang saham biasa tidak mendapatkan sedikitpun dividen perusahaan, ditambah lagi pemilik saham istimewa telah mendapatkan bunga dari modal asalnya.
Sehubungan dengan hal ini, ketika akad syirkah hanya berupa pemberian modal tanpa ada keikut sertaan pekerjaan dalam membangun usaha, maka syarat sah akadpun terhadap untung dan rugi harus ditanggung bersama-sama dianatara pemegang saham, dengan tidak membedakan anatara saham biasa dan saham istimewa dalam mendapatkan dividen.
Dikuatkan lagi dengan atsar :

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان في سفر فأمر بإصلاح شاة, فقال رجل : يا رسول الله : عليّ ذبحها ,وقال آخر عليّ طبخها, فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : و عليّ جمع الحطب, فقالوا : يا رسول الله نحن نكفيك, فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( قد علمت أنكم تكفونني ولكن أكره أن أتميز عليكم فإن الله يكره من عبده أن يراه متميزا عن أصحابه) , وقام فجمع الحطب
Artinya :
Bahwa pada suatu hari Rasulullah saw dalam perjalanannya, menyuruh para sahabat untuk menyembelih kambing, kemudian seorang pemuda mengatakan ya Rasulullah saw : “biar saya yang menyembelihnya”, kemudian pemuda lain mengatakan : “biar saya yang memasaknya”, kemudian Rasulullah mengatakan : “maka biar saya yang mengumpulkan kayu”. Para pemuda ini mengatakan kepada Rasulullah saw :”wahai Rasulullah saw, biarlah kami yang mengurus Engkau” kemudian Rasulullah saw bersabda “ sungguh aku telah mengetahui bahwa kalian akan mengurusku akan tetapi aku membenci bahwa diriku berbeda terhadap kalian karena Allah membenci seorang hamba yang melihat dirinya lebih baik dari sahabatnya yang lain” kemudian Rasulullah bergegas mengumpulkan kayu.
c.       Hak suara : diantara hak pemegang saham istimewa ini selain hak berupa uang ialah hak suara, hak suara pemegang saham istimewa  lebih banyak dari pemegang saham biasa. Dan ini tidak di perbolehkan karena hak suara tergantung kepada bagaimana pimikirannya dalam mengembangkan perusahaan dimasa yang akan datang, dan ide-ide pengembangan ini tidak dilihat berapa banyak dia memiliki saham dalam berinvestasi tapi ide ini dilihat terhadap individu dalam menganalisa perkembangan yang akan terjadi.

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dan analisa yang di atas penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Saham pada dasarnya merupakan bukti kepemilikan seseorang atas suatu perusahaan (emiten) dan berfungsi sebagai sarana penyertaan modal ( investasi). Baik saham maupun investasi bersifat mubah dalam Islam. Dengan demikian, saham merupakan barang yang sah diperjual belikan dengan ketentuan usaha yang dilakukan oleh emiten adalah usaha yang halal bukan yang haram
2.      Jual beli saham diperbolehkan menurut syariat jika saham tersebut berada dalam kepemilikan penjual. Jika tidak, jual beli ini dilarang karena termasuk jual beli yang dilarang menurut syariat yaitu menjual barang yang tidak dimiliki
3.      Jual beli saham berbasis bunga dilarang dalam syariat Islam karena termasuk praktik riba








DAFTAR PUSAKA
Assunnah
Soemitra Andri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2010
Manan Abdul, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal Syariah Indonesia, fajar    interpratama Offset, Jakarta, 2009
Purwanta Wiji, Hendy Fakhruddin, Mengenal Pasar Modal, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2006
A. Karim Adiwarman, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004
Saidi al-‘Iwadhi Rif’at, Maus’ah al-Iqtishadi al-Islami, daar as-salam, Kairo, 2010






[1] Pasar modal merupakan suatu wadah untuk menampung bertemunya para penjual (sebagai pihak yang kekurangan dana atau defisit fund) dan pembeli (sebagai pihak yang kelebihan dana atau surplus fund) untuk melakukan transaksi dengan tujuan memperoleh modal. Penjual yang kita maksudkan di dalam pasar modal ialah perusahaan yang membutuhkan emiten (modal), sehingga mereka menjual efek-efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) yang kita maksudkan disini  ialah pihak yang ingin membeli efek perusahaan, baik pihak ini bersifat perorangan, lembaga ataupun pemerintah, diantara efek-efek yang diperjual belikan diantaranya ialah efek saham.

[2] Abdul Manan, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal Syariah Indonesia, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2009, hlm.93
[3] http://sitinurfitriah.blogspot.com (diakses pada senin, 21 maret 2015 pukul 19.00 wk)
[4] Abdul Manan , Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal Syariah Indonesia, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2009, hlm.109-114
[5] Rif’at Saidi al-‘Iwadhi, Maus’ah al-Iqtishadi al-Islami, daar as-salam,Kairo,2010,hlm.261

No comments:

Sponsor