BAB II
PEMBAHASAN
A.
Saham
Saham merupakan surat berharga keuangan yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan saham yang digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan modal jangka panjang, dan ini harus melalui pasar modal.[1]
Para pembeli saham membayarkan uang pada perusahaan melalui bursa efek dan
mereka menerima sebuah sertifikat saham sebagai tanda bukti kepemilikan mereka
atas saham-saham dan kepemilikan mereka dicatat dalam daftar saham perusahaan.
Para pemegang saham dari sebuah perusahaan merupakan pemilik-pemilik yang
disahkan secara hukum dan berhak untuk mendapatkan bagian dari laba yang
diperoleh perusahaan dalam bentuk dividen.
Seorang
investor harus memutuskan kapan dan kemana ia akan menginvestasikan pendapatan yang
diperolehnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungn tertinggi yang
mungkin di peroleh, namun tetap harus diperhatikan nilai-nilai agama. Sebagai
investor tentunya harus rasional dalam menghadapi pasar jual beli saham. Selain
itu investor harus mempunyai ketajaman perkiraan masa depan perusahaan yang
sahamnya akan dibeli atau dijual.
a.
Definisi Saham (Stock)
1.
Pengertian saham secara etimologi
al- Asham dalam bahasa Arab, bentuk jamak dari pada kata sahm (سهم) , sahm sendiri memiliki beberapa arti dari segi bahasa,
diantaranya : an-nashib (bagian,
dividen), al- qadhu (mengadakan undian), sedangkan dalam kamus al-Wasith
bermakna ash-syirkat al-musahamah (perseroan dengan modal bersama).
Sedangkan dalam
bahasa Belanda saham disebut “aandeel”, dalam bahasa Inggris disebut
dengan “share”, dalam bahasa Jerman disebut “arkie”, dalama
bahasa Prancis disebut “action”. Semua istilah ini mempunyai arti surat
berharga yang mencantumkan kata “saham” di dalamnya sebagai tanda bukti kepemilikan
sebagian dari modal perseroan.[2]
2.
Pengertian saham secara terminologi
Saham merupakan
surat berharga yang mempunyai nilai yang sama serta dapat di perjual belikan
oleh pemegang saham ketika ia menanam modalnya dalam sebuah perusahaan dan
memberikan hak suara di dalam menjalankan roda perusahaan serta haknya untuk
mendapatkan dividen.
Diantara
keuntungan yang diperoleh dari memegang saham ini antara lain :
a.
Dividen
Dividen merupakan bagi hasil atas keuntungan yang dibagikan dari laba yang
dihasilkan emiten, baik dibayarkan dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk saham
b.
Rights
Rights merupakan hak untuk memesan efek lebih dahulu yang diberikan oleh
emiten
c.
Capital gain
Capital gain merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di pasar
modal
Sedangkan yang
dimaksud dengan saham syariah ialah sertifikat yang menunjukkan bukti
kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha
maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
B.
Praktek Lapangan (Aplikasi)
Prosedur
pembelian / penjualan saham secara langsung tidak diperkenankan. Prosedurnya,
setiap perusahaan yang memiliki kuota saham tertentu memberikan otoritas kepada
agen dilantai bursa untuk membuat deal atas sahamnya. Tugas agen ini adalah
mempertemukan perusahaan tersebut dengan calon investor, dan bukan membeli atau
menjualnya secara langsung.
Sekilas
gambaran umum (aplikasi) proses jual beli saham sebagai berikut [3]:
1.
Menjadi nasabah di perusahaan efek :
Pada bagian
ini, seseorang yang akan menjadi investor terlebih dahulu menjadi nasabah atau
membuka rekening disalah satu pialang atau bursa efek. Setelah resmi terdaftar,
maka investor dapat melakukan transaksi
2.
Pesanan dari nasabah
Kegiatan jual
beli saham diawali dengan intruksi yang disampaikan investor kepada pialang.
Pada tahap ini, perintah atau pemesan dapat dilakukan srcara langsung langsung
dimana investor datang kekantor pialang atau pesanan disampaikan melalui sarana
komunikasi seperti telepon, faks atau sarana komunikasi nilai lainnya.
3.
Pesanan diteruskan ke floor trader
Setiap pesanan
yang masuk kepialang selanjutnya akan diteruskan kepetugas pialang yang beraa
dilantai bursa.
4.
Pesanan dimasukkan ke JATS
Floor trader
akan memasukkan semua pesanan yang diterimanya kedalam siten komputer JATS. Dilantai
bursa, terdapat lebih dari 400 terminal JATS yang menjadi sarana entry pesanan
dari nasabah. Seluruh pesanan yang masuk ke system JATS dapat dipantau oleh
floor Trader, petugas dikantor pialang, atau siapa saja yang memiliki ? menyewa
system informasi bursa. Dalam tahap ini, terdapat komunikasi aktif antar pihak
pialang dan investor agar dapat terpenuhi tujuan pesanan yang disampaikan
investor, untuk membeli maupun menjual. Untuk tahap ini berdasarkan perintah
investor floor trader melakukan beberapa perubahan pesanan seperti perubahan
harga penawaran, dsb.
5.
Transaksi terjadi (matched)
Pada tahap ini,
pesanan yang dimasukkan ke sistem JATS bertemu dengan harga yang sesuai dan
tercatat dalam sistem JATS sebagai transaksi yang telah terjadi (matched) dalam
arti sebuah pesanan beli atau jual telah bertemu dengan harga yang cocok. Pada
tahap ini, pihak floor trader atau petugas dikantor pialang akan memberikan
informasi kepada investor bahwa pesanan yang disampaikan telah terpenuhi.
6.
Penyelesaian tranksaksi (settlement)
Tahap akhir
dari sebuah siklus transaksi adalah penyelesaian transaksi atau sering disebut settlement.
Investor tidak otomatis mendapatkan hak-haknya, karena pada tahap ini
dibutuhkan beberap proses seperti kliring, pemindah bukuan, dll, hingga
akhirnya hak-haknya investor terpenuhi, seperti investor yang menjual saham
akan mendapat uang dan yang melakukan pembelian akan mendapatkan saham. di BEJ
proses penyelesaian transaksi hari ini (T), maka hak-hak kita akan dipenuhi
selama tiga hari berikutnya, atau dikenal dengan istilah T+3.
7.
Pada hari akhir
Bagian
contracting menerima rekap transaksi dari dealer memproses transaksi nasabah
dan mengirimkan informasi transaksi ke nasabah.
Sebagaimana
yang telah diuaraikan diatas, pada umumnya saham-saham yang diterbitkan oleh
perusahaan yang melakukan penawaran, ada dua macam saham yaitu : saham biasa (common
stok) dan saham istimewa (preferent stok).
C.
Pandangan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Saham[4]
Para ahli hukum
Islam berbeda pendapat dalam jual beli saham, khususnya aspek hukumnya.
Sebagian dari mereka memperbolehkan transaksi jual beli saham dan sebagian lain
tidak memperbolehkan melakukan tranksasi jual beli saham dalam sistem ekonomi
syariah.
Bagi mereka
yang memperbolehkan mengadakan jual beli saham memberikan argumentasi bahwa
saham sesuai dengan terminologi yang melekat padanya, maka saham dimiliki oleh
seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas perusahaan tertentu yang
berbentuk aset, sehingga saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset
tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar
pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Para
ulama kontemporer yang merekomendasikan perihal tersebut di antaranya Abu Zahrah,
Abdurrahman Hasan, dan Khalaf sebagaimana dituangkan oleh Yusuf Qardhawi dalam
kitabnya fiqhu Zakah halaman 527. Singkatnya bahwa jual beli
saham dibolehkan secara syariah dan hukum positif yang berlaku.
Aturan dan
norma jual beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual beli barang pada
umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek, ‘an-taradhin, serta
terhindar dari unsur maysir, gharar, riba, haram, dhulm, ghisy, dan
najasy. Praktik forward contract, short selling, option, insider trading,
“penggorengan” saham merupakan transaksi yang dilarang secara syariah dalam
dunia pasar modal. Selain hal-hal tersebut, konsep prefered stock atau saham
istimewa juga cenderung tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan
yang dapat diterima secara konsep syariah, dua alasan tersebut adalah pertama:
adanya keuntungan tetap (predeterminant revenue), yang dikategorikan
oleh kalangan ulama sebagai riba. Kedua: pemilik saham preferen
mendapatkan hak istimewa terutama pada saat perusahaan dilikuidasi. Hal
tersebut dianggap mengandung unsur ketidakadilan.
Menurut Ushaimi
dan Satrio menyebutkan beberapa alasan tidak diperbolehkannya jual beli saham,
diantaranya :
1.
Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi, di mana saham juga
merupakan utang perusahaan terhadap para investor yang harus dikembalikan, maka
dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya dengan jual beli utang yang
dilarang syariah.
2.
Banyaknya praktik jual beli najasy di bursa efek.
3.
Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh
seluruh pemegang saham.
4.
Harga saham yang diberlakukan ditentukan senilai dengan ketentuan
perusahaan, yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal awal pada
waktu pendirian.
5.
Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung
unsur haram sehingga menjadi haram semuanya.
6.
Transaksi jual beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam
transaksi tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran (sharf),
jual beli saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling
menyerahkan (taqabudh) dan persamaan nilai (tamatsul) harus
diaplikasikan, dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi
jual beli saham.
7.
Adanya unsur ketidaktahuan (jahalah) dalam jual beli saham
dikarenakan pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan
dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham. sedangkan salah satu syarat
sahnya jual beli adalah diketahuinya barang (ma’luumu al nabi’).
8.
Nilai saham pada setiap tahunnya tidak diterapkan pada satu harga
tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa saham,
untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada saat
pendirian perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Adiwarman A. Karim
menjelaskan bahwa transaksi bursa itu diantaranya ada yang bersifat instan,
pasti dan permanen, dan ada juga yang berjangka dengan syarat uang di muka.
Dilihat dari objeknya terkadang berupa jual beli barang komoditas biasa, dan
terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro. Karena transaksinya
bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak mungkin ditetapkan
hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci terlebih dahulu, baru
masing-masing jenis tranksaksi ditentukan hukumnya secara terpisah.
Lembaga pengakajian fikih yang mengikuti Rabithah al-alam al-islam
telah menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan ketujuh
mereka yang diadakan pada tahun 1404 H di Mekkah . sehubungan dengan persoalan
ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai berikut :
Pertama: pasar bursa saham itu target utamanya adalah menciptakan pasar
tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang dan
pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang
baik dan bermanfaat, dapat mencegah para penguasaha yang mengambil kesempatan
orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak
mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli
atau menjual sesuatu kepada mereka.
Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham
tersebut diselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut
syariah, seperti perjuadian , memanfaatkan ketidaktahuan orang, memakan uang
orang dengan cara haram. Oleh sebab itu, tidak mungkin ditetapkan hukum umum
untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus dijelaskan adalah
segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu per satu secara
terpisah.
Kedua: bahwa transaksi instan terhadap barang yang ada dalam kepemilikan
penjual untuk diserahterimakan bila disyaratkan harus ada serah terima langsung
pada saat transaksi menurut syariah, adalah transaksi yang dibolehkan. Selama
transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariah pula. Namun kalau
barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipenuhi syarat-syarat jual
beli as-salm. Setelah itu baru pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun
belum diterimanya.
Ketiga: sesungguhnya transaksi instan terhadap saham perusahaan dan badan
usaha kalau saham-saham itu memang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh
saja menurut syariah, selama perusahaan atau badan usaha tersebut dasar
usahanya tidak haram, sperti bank riba, perusahaan minuman keras dan
sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.
Keempat: bahwa transaksi instan maupun berjangka terhadap kuintansi piutang
dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut
syariah, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang disadari oleh riba
yang diharamkan.
Kelima: bahwa transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang
gelap, yakni saham-saham dan barang-barang tang tidak berada dalam kepemilikan
penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut
syariah, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan dasar bahwa
ia baru akan membelinya dan menyerahkannya kemudian hari pada saat transaksi.
Cara ini dilarang oleh syariah berdasarkan hadis sahih dari Rasulullah saw.
Bahwa beliau bersabda, “ janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau
miliki”.demikianlah juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad
yang sahih dari Zaid bin Tsabit r.a, bahwa Nabi Muhammad saw melarang menjual
barang dimana barang itu dibeli, sehingga para saudagar itu mengangkutnya ke
tempat-tempat mereka.
Keenam: transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli salam
yang dibolehkan dalam syariah Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal :
a.
Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat
transaksi. Namun, ditangguhkan pembayarannya sampai penutupan pasar bursa.
Sementara dalam jual beli salam harga barang harus di bayar terlebih dahulu
dalam transaksi.
b.
Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali perjualan
saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak hanyalah tetap memegang
barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan
pedagang lain bukan hanya secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung
ruginya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jual beli salam tidak boleh menjual
barang sebelum diterima.
D.
Jenis-Jenis Saham dan Hukumnya[5]
Saham memiliki
berbagai macam jenis tergantung terhadap apa yang kita tinjau, kalau saham
ditinjau dari segi bentuknya maka saham terbagi menjadi tiga yaitu sahm
ismiyah, sahm lihamiliha, sahm izniyah. Kalau saham ditinjau dari segi
bentuk yang di investasikan investor maka saham terbagi dua yaitu sahm
naqdiyah, sahm ainiyah. Kalau saham ditinjau dari segi hak-hak
pemegang saham maka ini ada dua bentuk yaitu sahm ‘adiyah, sahm mumtazah.
a.
Saham ditinjau dari segi bentuknya
1.
Sahm ismiyah (Nominal Shares)
Saham ismiyah
ialah saham yang tertera didalamnya nama pemegang saham tersebut, kepemilikan
pemegang saham ini tertera juga di tempat pembukuan sehingga memudahkan
perusahaan dalam mengenal saham tersebut. Dan pemegang saham ini apabila ingin
keluar dari investasinya terhadap perusahan tersebut, maka pemegang saham ini
harus mencantumkan dirinya di tempat pembukuan perusahaan atas ketidak ikut
sertaannya lagi sebagai anggota perusahaan dan menulis pemegang saham baru di
dalam daftar perusahaan.
Hukum saham ini
:
Sertifikat
saham yang tertulis diatasnya nama pemilik saham dan ini merupakan dasar untuk
menjaga hak-hak pemilik saham, maka dengan demikian para ulama kontemporer pun
sepakat akan kebolehannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Abdul Aziz Khayyath
: bahwa keikut sertaan pemilik saham ketika dia memberikan bagiannya kepada
perusahaan, maka hak investor pun harus konkret sehingga hak ini pun
dicantumkan namanya dalam sertifikat saham
2.
Sahm lihamiliha (Bearer Shares)
Yaitu efek saham
yang tidak tertera didalamnya nama pemiliknya, dan apabila ingin memindahkan
kepemilikan saham, maka pemegang saham pertama memberikan sahamnya kepada
pemegang saham baru, jadi pemegang saham baru ini merupakan pemilik saham dalam
pandangan perusahaan
Sebagian perundang-undangan
disebagian negara mengkhawitrkan penerbitan saham ini karena ketidak jelasan
pemilik efek saham, sedangkan sebagian perundang-undangan lain seperti
undang-undang Irak dan Libanon membolehkan penerbitan saham seperti ini
Hukum saham ini
:
Saham
lihamiliha atau saham ini dianggap pemegang saham tersebut adalah pemiliknya,
dengan tidak ada penyertaan nama pemilik saham dalam efek. Maka bagi mereka
yang membolehkan penerbitan efek saham
ini mereka meninjau bahwa saham lihamiliha ini dibolehkan berdasarkan
qaidah yang mengatakan (حيازة المنقول سند
الملكية) yaitu perolehan
kepemilikan barang yang diserah terimakan secara langsung karena perpindahan
kepemilikan ini didasari adanya suka rela (ridha) antara kedua belah
pihak. Bahkan sebagian perundang-undangan memuji atas saham seperti ini, karena
jenis saham seperti ini dapat dengan mudah bagi seseorang untuk memilikinya
hanya dengan adanya suka rela (ridha).
Akan tetapi
jenis saham seperti ini perlu ditinjau lebih rinci lagi, karena pemindahan
kepemilikan hanya dengan adanya ridha tidak menutup kemungkinan akan terjadinya
perdebatan hak pada sewaktu-waktu, maka dalam hal ini Dr. Abdul Aziz Khayyath
dan Dr. Marzuki mengatakan bahwa jenis saham seperti ini dilarang dan wajib
mengembalikannya kepada pemegang saham atau menggantikan jenis saham ini
kepada jenis saham ismiyah (Nominal
Shares), apabila perusahaan tidak melakukan dua cara ini maka investasi
tersebut tidak sah. Dr. Abdul Aziz Khayyath dan Dr. Marzuki mengatakan ketidak
bolehan jenis saham seperti ini berlandaskan atas asas fiqh islami,
bahwa ketidaktahuan pembeli akan mengakibatkan hilangnya berbagai macam hak,
karena jenis saham lihamiliha ini apabila dicuri atau hilang maka saham ini
akan menjadi pemilik bagi orang yang menerima efek ini atau akan menjadi
pemilik bagi orang yang mencuri. Dr. Abdul Aziz Khayyath dan Dr. Marzuki
sepakat akan kaidah yang mengatakan (حيازة المنقول سند
الملكية) akan tetapi ini tidak bisa diterapkan apabila mengakibatkan
hilangnya hak-hak manusia, serta dharurat yang ditimbulkan antara kedua belah
pihak. Maka sesuatu yang dapat mengakibatkan perselisihan dikemudian hari
syariat tidak membolehkannya.
Karena dalam
kaidah fiqh dikatakan درء المفسدة مقدم على جلب المنفعة (meninggalkan
kemudharatan lebih diutamakan daripada mengambil kemashlahatan). Ketidak tahuan
pembeli akan mengakibatkan ketidaktahuan akan kecakupan (أهلية) seseorang dalam
melakukan transaksi, apakah pembelinya sesuai dengan syari atau tidak.
3.
Sahm izniyah
Saham ini
disebut juga saham amr (perintah), saham ini merupakan atas perintah
atau izin dari pemilik saham. dan apabila pemilik saham ingin mengallih
kepemilikannya kepada yang lain maka cukup dengan menulis diatas saham bahwa
saham tersebut bukan miliknya lagi. Dan ini diperbolehkan.
b.
Saham ditinjau dari segi bentuk yang di investasikan investor
1.
Sahm naqdiyah (
Cash Shares)
Merupakan
bagian saham berupa uang yang serupa terhadap stok modal perusahaan
Hukum saham ini
:
Dasar bentuk
yang diinvestasikan investor dalam perusahaan atau syirkah ialah berupa uang
kontan ( نقدية ) dan ini tidak ada persilihan pendapat diantara para ulama fiqh.
Sebagaimana juga kesepakatan para pakar perundang-undangan mengatakan bahwa penanaman
modal dalam syirkah disahkan dengan emas dan perak ( النقدين ) sedangkan
selain dari pada dua ini terjadi perpedaan pendapat antara ulama fiqh dan para
penegak undang-undang.
Akad tidak
dikatakan sah didalam perusahaan apabila belum dibayar bagian secara penuh
(kontan), apabila si investor memberikan seperempat bagian dari saham aja atau
setengah maka akad belum terjadi kecuali si investor memberikan semua bagiannya
kepada perusahaan. Karena syarat sahnya satu syirkah ialah uang harus ada
ditempat akad secara hakiki atau hukmi, tidak boleh modal yang
diinvestasikannya berupa utang, karena maksud daripada syirkah ialah dividen
(keuntungan), tidak mungkin perusahaan mendapatkan keuntungan kalau pembeli
saham berhutang kepada perusahaan.
Dr. Abdul Aziz
Khayyath mengatakan : para pakar perundang-undangan dan pakar fiqh sepakat akan
kebolehan sesuatu yang berharga secara muthlak, tidak ditentukan jenis uang
yang diinvestasikan sebagaimana dibolehkannya emas dan perak.Yang dimaksud
sesuatu yang berharga secara muthlak ialah setiap uang yang tidak ditentukan
jenisnya seperti uang kertas yang
masyarakat tidak terlepas daripadanya.
2.
Sahm Ainiyah (Vendor’s Shares)
Merupakan
bagian saham berupa barang yang serupa terhadap stok modal perusahaan. Maka
saham yang berupa barang seperti ini apabila perusahaan bersedia menerimanya
maka ini perlu kepada pengawasan yang
lebih besar kalau dibandingkan dengan sahm naqdiyah.
Hukum saham ini
:
Terjadi
perbedaan pendapat dianatara para ulama tentang saham berupa barang seperti
ini. Diantaranya :
a.
Al-Ahnaf mengatakan bahwa
tidak sah perusahaan menerima saham
brupa saham secara muthlak karena ini akan menyebabkan percampuran kepemilikan
yang tidak jelas antara harta didalam perusahaan.
b.
Al-Malikiah : membolehkan saham berupa barang ini
Ad-Dusuqi
mengatakan di hasyiahnya dalam kitab syarh al-kabir : boleh berupa naqd
yaitu emas dan perak dan boleh juga dengan barang dagangan lain baik sama
bentuknya atau beda bentuknya.
c.
Asy-Syafiiah :shahib kitab kifayatul akhyar mengatakan (mayoritas
mengatakan boleh apabila dinar dan dirham, dan boleh mengadakan akad terhadap
yang serupa dengannya, maka dibolehkan juga gandum dengan sejenisnya seperti
beras. Karena dua yang serupa apabila bercampur maka akan hilang sifat
perbedaannya dan ini sama seperti emas dan perak.
d.
Al-Hanabilah : tidak boleh mengadakan akad didalam syirkah dengan
saham berupa barang walaupun itu sama bentuknya karena nilai barang tersebut
bisa saja naik sebelum dia menjualnya maka dalam hal ini anggota perusahaan
lain bisa saja ikut serta terhadap perkembangan nilai barang tersebut yang
barang itu milik seseorang, maka oleh karena itu tidak saham seperti ini.
c.
Saham ditinjau dari segi hak-hak pemegang saham
1.
Sahm ‘adiyah ( Common Stock / Ordinary Shares)
Saham biasa
merupakan saham yang mempunya hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS
mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan. Mempunya hak
untuk menerima dividen yang dibagikan dan menerima sisa kekayaan hasil
likuidasi.
Hukum saham ini
:
Karena saham
‘adiyah tidak ada sesuatu yang menyebabkan haknya berkurang atau bertambah
diantara pemegang saham yang lain, baik hak pembagian dividen atau hak suara
dalam menjalankan kewajiban dalam perusahaan. Maka hukum penerbitannya pun
dibolehkan dalam transaksi antara emiten dengan investor
2.
Sahm mumtazah (Preference Shares)
Saham yang
memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap. Saham preferen ini susah diperjual
belikan seperti saham biasa karena jumlahnya yang sedikit. Karakteristik saham
ini, diantaranya :
1.
hak utama atas aktivita perusahaan, artinya dalam hak likuidasi
berhak menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham istimewa
setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
2.
Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh
penghasilan dalam jumlah yang tetap.
3.
Jangka waktu yang tidak tidak terbatas, artinya saham istimewa yang
diterbitkan mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas
4.
Memiliki berbagai tingkat, dapat diterbitkan dengan karakteristik
yang berbeda
5.
Tagihan terhadap aktiva dan pendapatan, memiliki prioritas lebih
tinggi dari saham biasa dalam hal pembagian dividen
6.
Dividen kumulatif, bila belum dibayarkan dari periode sebelumnya
maka dapat dibayarkan pada periode berjalan dan lebih dahulu dari saham biasa
7.
Konvertibilitas, dapat ditukar dengan saham biasa.
8.
Harga dari saham preferen relatif stabil
Hukum saham ini :
Sahm mumtazah
disebut juga saham istimewa (stock preferen), jadi hak pemegang saham
ini pun dijadikan istimewa, baik berupa hak suara maupun haknya dalam dividen,
maka dalam hukum fiqh, saham seperti ini perlu di teliti lagi,
diantaranya :
a.
Adanya pengembalian penghasilan dalam jumlah yang tetap serta
adanya hak menerima pembayaran maksimum setelah perusahaan dilikuidasi sebesar
nilai nominal saham istimewa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi ini
termasuk dalam ke umuman riba, karena
ini termasuk utang yang diakhir waktu yang telah ditentukan investor
menerima bunga, maka ini dilarang dalam syariat.
b.
Sedangkan dari segi aulawiyah (keistimewaan). Saham ini
memberikan keutamaan kepada pemiliknya keistimewaan dari pada saham biasa,
pembagian dividen pun harus didahulukan kepada saham istimewa kemudian sisanya
dibagikan kepada saham biasa, maka ini bisa mengakibatkan pemegang saham biasa
tidak mendapatkan sedikitpun dividen perusahaan, ditambah lagi pemilik saham
istimewa telah mendapatkan bunga dari modal asalnya.
Sehubungan
dengan hal ini, ketika akad syirkah hanya berupa pemberian modal tanpa ada
keikut sertaan pekerjaan dalam membangun usaha, maka syarat sah akadpun
terhadap untung dan rugi harus ditanggung bersama-sama dianatara pemegang
saham, dengan tidak membedakan anatara saham biasa dan saham istimewa dalam
mendapatkan dividen.
Dikuatkan lagi
dengan atsar :
أن
رسول الله صلى الله عليه و سلم كان في سفر فأمر بإصلاح شاة, فقال رجل : يا رسول
الله : عليّ ذبحها ,وقال آخر عليّ طبخها, فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : و
عليّ جمع الحطب, فقالوا : يا رسول الله نحن نكفيك, فقال رسول الله صلى الله عليه و
سلم : ( قد علمت أنكم تكفونني ولكن أكره أن أتميز عليكم فإن الله يكره من عبده أن
يراه متميزا عن أصحابه) , وقام فجمع الحطب
Artinya :
Bahwa pada
suatu hari Rasulullah saw dalam perjalanannya, menyuruh para sahabat untuk
menyembelih kambing, kemudian seorang pemuda mengatakan ya Rasulullah saw :
“biar saya yang menyembelihnya”, kemudian pemuda lain mengatakan : “biar saya
yang memasaknya”, kemudian Rasulullah mengatakan : “maka biar saya yang mengumpulkan
kayu”. Para pemuda ini mengatakan kepada Rasulullah saw :”wahai Rasulullah saw,
biarlah kami yang mengurus Engkau” kemudian Rasulullah saw bersabda “ sungguh
aku telah mengetahui bahwa kalian akan mengurusku akan tetapi aku membenci
bahwa diriku berbeda terhadap kalian karena Allah membenci seorang hamba yang
melihat dirinya lebih baik dari sahabatnya yang lain” kemudian Rasulullah
bergegas mengumpulkan kayu.
c.
Hak suara : diantara hak pemegang saham istimewa ini selain hak
berupa uang ialah hak suara, hak suara pemegang saham istimewa lebih banyak dari pemegang saham biasa. Dan
ini tidak di perbolehkan karena hak suara tergantung kepada bagaimana
pimikirannya dalam mengembangkan perusahaan dimasa yang akan datang, dan
ide-ide pengembangan ini tidak dilihat berapa banyak dia memiliki saham dalam
berinvestasi tapi ide ini dilihat terhadap individu dalam menganalisa
perkembangan yang akan terjadi.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dan analisa yang di atas penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Saham pada dasarnya merupakan bukti kepemilikan seseorang atas
suatu perusahaan (emiten) dan berfungsi sebagai sarana penyertaan modal (
investasi). Baik saham maupun investasi bersifat mubah dalam Islam. Dengan
demikian, saham merupakan barang yang sah diperjual belikan dengan ketentuan
usaha yang dilakukan oleh emiten adalah usaha yang halal bukan yang haram
2.
Jual beli saham diperbolehkan menurut syariat jika saham tersebut
berada dalam kepemilikan penjual. Jika tidak, jual beli ini dilarang karena
termasuk jual beli yang dilarang menurut syariat yaitu menjual barang yang
tidak dimiliki
3.
Jual beli saham berbasis bunga dilarang dalam syariat Islam karena
termasuk praktik riba
DAFTAR PUSAKA
Assunnah
Soemitra Andri, Bank
& Lembaga Keuangan Syariah, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2010
Manan Abdul, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi
Di Pasar Modal Syariah Indonesia, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2009
Purwanta Wiji, Hendy
Fakhruddin, Mengenal Pasar Modal, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2006
A. Karim Adiwarman, Fikih
Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004
Saidi al-‘Iwadhi
Rif’at, Maus’ah al-Iqtishadi al-Islami, daar as-salam, Kairo, 2010
[1] Pasar modal merupakan suatu wadah untuk menampung bertemunya para
penjual (sebagai pihak yang kekurangan dana atau defisit fund) dan
pembeli (sebagai pihak yang kelebihan dana atau surplus fund) untuk
melakukan transaksi dengan tujuan memperoleh modal. Penjual yang kita maksudkan
di dalam pasar modal ialah perusahaan yang membutuhkan emiten (modal),
sehingga mereka menjual efek-efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor)
yang kita maksudkan disini ialah pihak
yang ingin membeli efek perusahaan, baik pihak ini bersifat perorangan, lembaga
ataupun pemerintah, diantara efek-efek yang diperjual belikan diantaranya ialah
efek saham.
[2] Abdul Manan, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal Syariah
Indonesia, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2009, hlm.93
[3] http://sitinurfitriah.blogspot.com
(diakses pada senin, 21 maret 2015 pukul 19.00 wk)
[4] Abdul Manan , Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar
Modal Syariah Indonesia, fajar interpratama Offset, Jakarta, 2009,
hlm.109-114
[5] Rif’at Saidi al-‘Iwadhi, Maus’ah al-Iqtishadi al-Islami, daar
as-salam,Kairo,2010,hlm.261
No comments:
Post a Comment