Fakir adalah orang yang sangat berkekurangan, terlalu miskin, dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin. Fakir miskin adalah kaum fakir dan kaum miskin; orang-orang yang sangat kekurangan.[1] Menurut Luis Ma’luf fakir berarti susah dan sedih.[2] Taqiyuddin al-Nabhani menyatakan kata faqru (kemiskinan) dalam bahasa berarti ihtiyaj (membutuhkan). Bisa dinyatakan dengan fuqara waiftaqara lawan dari kata dari istaghna (tidak membutuhkan atau kaya); iftaqara ilaihi artinya adalah ihtaja (membutuhkan). Kata faqru lawan kata dari ghaniya. Hal itu karena seseorang bisa saja membutuhkan sesuatu sementara dia tidak memiliki sesuatu yang dibutuhkan.[3] Sedangkan Raghib al-Ashfahani dalam mu’jam mufrad alfadh al-qur’an, kata faqr dipergunakan untuk empat arti yaitu: adanya tuntutan kepada kebutuhan primer, tidak adanya persediaan makanan, rakus (fakr al-nafs lawan dari ghina al-nafs), berhajat kepada Allah.[4] Sedangkan kata faqir menurut syara’ adalah orang membutuhkan serta lemah keadaannya yang tidak bisa dimintai apa-apa.[5]
Miskin adalah
tidak berharta, serba
kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).[6] Dalam kamus
al-Munjid miskin berarti tetap dan tidak bergerak.[7] Menurut Atabik
Ali miskin adalah yang kekurangan dan melarat.[8] Metwally mengatakan bahwa yang termasuk dalam kelompok miskin
adalah: orang tua atau orang cacat yang tidak memperoleh pendapatan untuk
keperluan sehari-hari, pengangguran yang belum memperoleh pendapatan, dan
pengungsi yang menghindari penindasan di negara asalnya.[9]
Menurut Parsudi Suparlan, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar
tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada
sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung akan tampak
pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga
diri dari mereka yang tergolong sebagai miskin.[10] Ajaran Islam yang di jabarkan dalam Fiqh
melihat ada tiga faktor yang menentukan miskin tidaknya seseorang yaitu:
pertama, harta benda yang dimiliki secara sah dan berada ditempat, kedua mata
pencaharian atau pekerjaan tetap yang dibenarkan dalam hukum, ketiga, kecukupan
kebutuhan pokok.[11]
Kemiskinan berasal dari kata miskin yang mendapatkan awalan ‘ke’
dan akhiran ‘an’ yang berarti orang yang tidak mempunyai apa-apa atau yang
membutuhkan pertolongan.[12] Menurut Eti Rocaety kemiskinan adalah
istilah yang menyatakan tidak ada kenikmatan hidup dan suatu persediaan
kebutuhan tidak sebanding. Istilah ini didefinisikan sebagai suatu titik
kehilangan untuk pemeliharaan efesiensi secara fisik. Suatu keadaan ekonomi
yang di tandai dengan ketidaksanggupan untuk membeli barang dan jasa yang
sangat dibutuhkan bagi kesehatan pribadi.[13] Masalah kemisikinan adalah masalah umat manusia keseluruhan. Dampak
yang timbul terutama terbentuk keresahan-keresahan sosial yang tidak saja
dirasakan oleh negara-negara berkembang, tetapi juga dirasakan oleh negara
maju. Kemiskinan pada hakikkatnya enggan dalam melaksanakan Perintah Allah Swt,
terutama dalam hal mengubah hidup kearah yang baik dan berusaha bekerja keras agar
hidupnya lebih nyaman. Disamping itu juga pemahaman yang keliru tentang masalah
rezeki yang dalam ungkapan bahwa saya miskin karena sudah takdir Tuhan yang
sudah tidak dapat diubah lagi.[14]
Kemiskinan merupakan bentuk kelumpuhan perekonomian umat yang dapat membawa dan
menjurus kepada bentuk malapetaka, kemiskinan bukan saja mendekati pada
kekafiran, kebodohan dan keterbelakangan
tetapi juga dapat mendekatkan kepada kehinaan, bahkan bisa mendangkalkan
keimanan disebabkan lemahnya iman, akibat tidak sanggup bertahan dalam
kemiskinan.[15]
Menurut Ali Yafie salah satu dari hadis yang mengungkapkan
sebab-sebab kemiskinan yang berbunyi: “….aku mohon supaya Engkau melindungi aku
dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, kepelitan, terlilit hutang, dan diperas
atau dikuasi sesama manusia”.[16]
Menurut Sa’ad terjadinya kemiskinan terkait dengan moral interaksi manusia
dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, alam, dan dengan masyarakatnya. Sebab
kemiskinan terkait dengan alam ekploitasi alam tanpa melakukan analisis dampak ligkungan,
kemiskinan yang terkait dengan dirinya sendiri kurang percaya pada
kemampuannya, enggan mengaktualisasikan potensi yang ada dalam bentuk kerja
yang nyata, sedangkan kemiskinan yang terkait dengan sosial masyarakat ialah
terkonsentrasinya modal ditangan orang-orang kaya.[17]
Dalam teori development of under development atau teori ketergantungan dominasi bahwa sebab-sebab kemiskinan
dan keterbelakangan bukanlah sekedar faktor-faktor yang terdapat pada
masyarakat yang bersangkutan seperti kurangnya modal, pendidikan yang rendah,
kepadatan penduduk, kekurangan gizi dan lainnya. Lebih dari itu faktor tersebut
adalah atribut kemiskinan saja, tetapi kemiskinan itu sendiri berakar dari
sejarah ekploitasi yang dilakukan oleh kapitalis asing atau internasional yang
melakukan penetrasi, dominasi dan pengerukan keuntungan dari daerah pinggiran
ke pusat-pusat metropolis.[18]
by :
Tesis : IHSAN ZULFANDRI
[1] http://kbbi.web.id/fakirdiakses pada
tanggal 5 Juni 2016 pukul 14.55 wib. Lihat juga Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3, cet.2 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
hlm. 312.
[3] Taqīyuddīn al-Nabhāni, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, terj. Moh Maghfur
(Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 228.
[5] Muhammad
Al-Ghazāli, al-Islām wa al-Auḍa’ al-Iqtishādiyah (Mesir: Dar
al-Rayyān, 1987), hlm. 137.
[6] http://kbbi.web.id/miskindiakses pada
tanggal 5 juni 2016 pukul 15.00 wib lihat juga Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia,ed.3, cet.2 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 749.
[11] Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal
Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, Cet.2, (Bandung: Mizan, 1994),
hlm. 232.
[14] Muslim
Zainuddin dkk, Agama dan Perubahan Sosial Dalam Era Reformasi di Aceh,
cet. 1, (Banda Aceh: ar-Raniry Press, 2006), hlm.
181
[16] Wildana
Wargadinata, Islam dan Pengentasan Kemiskinan, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm.17-
18.
[17] M.
Saad IH, Kemiskinan Dalam Perspektif al-Qur’an, Disertasi Pascasarjana,
Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, (Jakarta: 1997), hal. 48.
Dalam Wildana Wargadinata, Islam dan Pengentasan Kemiskinan, (Malang:
UIN Maliki Press, 2011), hlm. 19.
No comments:
Post a Comment